PART 20 - A marriage

18.9K 1.6K 53
                                    

Sebagai anak perempuan satu-satunya pesohor bisnis investasi, Livylia atau biasa dipanggil dengan Ivy selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Kata Mama Runi, Ivy adalah anugrah dari Tuhan untuk kedua orangtuanya. Berbagai macam keluarga Miller lakukan untuk mendapatkan anak, mulai dari inseminasi buatan, bayi tabung bahkan sampi mencari penemuan terbaru dari dunia medis tak kunjung membuat Runi hamil.

Hingga di titik putus asa keduanya, tiba-tiba Ivy kecil tumbuh di dalam rahim Runi.

Kebahagiaan besar datang, Ivy adalah sumbernya. Begitu besarnya perjuangan untuk mendapatkan Ivy membuat kedua orangtuanya lupa, mempunyai anak bukan hanya tentang memberikan segalanya. Tapi juga harus menjadikannya seorang manusia yang memiliki rasa.

Ivy tidak pernah kekurangan satu apapun. Hidupnya serba berkecukupan dan tak mengenal rasa sakit. Ada Daddy-nya yang akan selalu berada di depan Ivy.

"Sudah tidur, Bik?"

Ivy berdiri di pinggir pintu kamar Axel. Dia baru saja selesai makan malam, seorang diri karena suaminya belum juga muncul. Katanya, Arya sedang ada perjalanan dinas ke luar kota.

"Sudah, Bu."

"Bagus, aku mau ke kamar dulu."

"Nggih, Bu."

Axel sudah tidur di kamar terpisah dengan penjagaan dari Bik Tini yang tidur di kamar sebelahnya. Ivy sendiri tidur di kamar utama yang berada di lantai dua. Meskipun barang-barang suaminya ada di kamar ini, tapi mereka jarang menghabiskan malam bersama. Hanya sesekali jika Ivy sudah menjatuhkan harga dirinya dan meminta berbagi ranjang terlebih dahulu. Tetapi setelah semuanya terjadi, suaminya akan kembali menghilang.

Kamarnya selalu sepi, dingin dan tak memiliki kenangan apapun diantara dia dan Arya. Ada sesal yang bersirobok di dalam hatinya mendapati keluarganya yang rapuh, berlubang disana-sini. Tapi karena ini sudah menjadi keputusannya, Ivy tetap melangkah teguh. Sering sekali Ivy menertawakan dirinya sendiri, sudah lima tahun tidak ada Puspa dalam hidup Arya tapi nyatanya tetap tidak ada namanya di dalam hati suaminya.

Ya, Ivy sudah memastikan itu. Puspa tidak ada lagi, ia sengaja meminta orangnya untuk menawar rumah ibu Puspa dengan harga yang jauh lebih tinggi dari pasaran hanya agar Arya kehilangan jejak wanita itu.

Setiap Arya mencari pesuruh untuk mencari Puspa, dengan mudah Ivy menggagalkannya.

Tragis memang hidup Ivy!

Malam ini, ia memilih menyindiri di balkon kamar dengan satu bungkus rokok yang terbuka. Ia mengambil satu putung rokok lalu menyelipkan diantara kedua bibirnya.

"Ini tidak baik." Arya muncul dari balik pintu kamar lalu mengambil rokok itu dan membuangnya asal.

Tak habis akal, Ivy kembali mengambil satu putung rokok dan Arya kembali membuangnya beserta satu bungkus rokok yang berada di meja. "Tumben pulang," sindirnya.

"Aku kangen Axel."

Sakit! Axel-lah yang menjadi senjata utamanya untuk mempertahankan Arya di sisinya. Laki-laki itu sangat menyayangi anaknya tapi tidak dengan dirinya.

Arya berjalan masuk lalu membuka jas dan meletakannya di box loundry. "Besok Axel aku bawa ke kantor ya?" ucap Arya meminta izin.

"Nggak sekalian istrinya dibawa ke kantor?"

"Nanti kamu bosan."

"Aku tidak bosan."

"Vy ..."

"Apa karena ada wanita itu di sana?" tanya Ivy menantang.

Sejak beberapa hari yang lalu Arya mengatakan bahwa ia menemukan Pupsa, Ivy dengan cepat mencari tahu dimana wanita itu berada. Dan begitu indahnya takdir Arya dan Puspa, wanita itu datang ke perusahaan Arya dengan sendirinya. Ivy sempat menduga Puspa sengaja tapi orang kepercayaannya memastikan bahwa itu semua tidak ada unsur kesengajaan. Kenapa takdir tidak pernah mempermudah jalan ceritanya?

"Tidak usah membahas itu lagi."

"Mas Arya masih mencintai Puspa?" tanya Ivy. Ia duduk di hadapan Arya yang sedang berdiri melepas pakaiannya.

"Aku mau mandi."

Ivy menarik tangan Arya yang hendak pergi, ia memaksa laki-laki itu untuk tetap berdiri di depannya.

"Apa lagi?" tanya Arya lemah.

"Mas Arya masih cinta sama wanita itu? Masih berharap sama wanita itu?" Ada kemarahan yang kentara, cemburu dan rasa tidak rela. Sekarang ini, Arya bukan hanya tentang cintanya. Tapi tentang keluarga, ayah dari anaknya, suaminya!

"Aku sudah mengatakan sejak awal, kamu tidak akan pernah mendapatkan cinta dariku, Vy. Kamu sudah mendapatkanku, bukankah ini maumu?"

"Aku mau cinta dari Mas Arya."

"Aku sudah mengatakan dari awal aku tidak bisa. Perasaan tidak bisa dibentuk sesuai kemauanmu!" Kalimat Arya cukup meninggi di bagian akhir. Lalu ia menyesal setelahnya karena sudah membentak. Semarah-marahnya Arya kepada Ivy, dia tetap menjaga perasaan wanita itu. Ivy istrinya, seorang wanita yang ia jaga seperti adiknya sendiri. Arya menyayangi Ivy sebagai seorang perempuan, seperti ia menjaga ibunya. Dan ia semakin merasa kacau saat menyadari dia tak bisa menjaga Puspa.

"Tapi, Mas Arya sudah berjanji untuk berusaha." Ada satu tetes air mata yang tak bisa Ivy bendung. Seumur hidupnya, sesuatu yang sangat ia inginkan hanyalah Arya. Dan sesuatu yang benar-benar menyakitinya memiliki nama yang sama.

"Apa menurutmu selama ini aku tidak berusaha? I'm trying, Vy! Aku selalu berusaha, bahkan jika itu harus menghancurkanku, aku tetap mencoba. Demi kamu, demi keluarga kita, demi Axel!" Kemarahan itu semakin tersulut, Arya lelah dengan takdirnya. Ia lelah untuk berpura-pura tidak apa-apa di hadapan semua orang yang seharusnya menjadi tempat pelepas penatnya.

"Jika kamu ingin semuanya baik-baik saja, aku mohon jangan menuntut," pinta Arya. Ia menarik tubuh istrinya untuk mendekat. "Aku minta maaf sudah membentakmu."

"Hikz."

"Vy, jangan menangis. Aku paling tidak suka melihatmu menangis."

"Aku takut kehilangan Mas Arya, aku takut Axel kehilangan ayahnya."

Ivy memeluk tubuh Arya ketakutan, sedangkan laki-laki itu hanya bisa membalas pelukan Ivy dengan perasaan berkecamuk di dalam dada. Arya menengadahkan kepalanya mengusir gusar, mencoba sekuat tenaga untuk tetap bernafas normal meskipun rasa di dadanya meletup tak karuan. "Aku mau mandi," ucap Arya sambil mencoba melepaskan pelukan Ivy.

"Kita mandi bareng, Mas," tawar Ivy.

"Vy, aku capek."

"Please, katanya Mas Arya mau mencoba."

"Ivy."

Ivy menarik tangan Arya untuk mengikutinya. Tak bisa menolak, Arya mengikuti langkah Ivy masuk ke dalam kamar mandi. Dengan cekatan Ivy menyiapkan air hangat di bath up. "Mandi air hangat bisa melemaskan otot-otot yang tegang," ucap wanita itu sambil tersenyum. "Biar nggak capek lagi."

Setelah menyiapkan semuanya, Ivy membantu Arya melepaskan pakaiannya satu persatu. Ia meminta Arya untuk masuk terlebih dahulu lalu ikut melepaskan pakaiannya sendiri sebelum ikut masuk ke dalam bath up yang sama dengan suaminya. "Vy," tegur Arya saat tangan Ivy bergerak turun.

"Ivy cuma mau mijit, biar Mas Arya nggak capek lagi."

Arya tahu itu hanya tipu muslihat istrinya. Ia memejamkan mata saat tangan Ivy bergerak memijit tubuhnya. Tapi jelas itu hanya di awal, karena setelahnya tangan Ivy bergerak lincah di bagian tubuh sensitive milik Arya. "Vy," panggil Arya dengan geraman.

"Ivy mau Mas Arya malam ini," ucap Ivy menuntut pasti.

Arya memejamkan mata, mempersilahkan apa yangdiinginkan istrinya pada tubuhnya. Tubuh Arya memang milik istrinya, tapi hatinya tidak. Hanya ada satu nama yang memiliki hatinya. Satu nama yang selalu Arya sebut dengan sebuah permohonan maaf tanpa kata.

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang