PART 21 - Rasa tersisa

16.8K 1.8K 15
                                    

Time flies.

Puspa merasa tenang dengan kehidupannya saat ini. Bekerja, tidur, baca novel dan bekerja lagi. Tak ada yang perlu ditakuti, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Arya tak lagi menemuinya dan Raka sudah tak duduk di samping tempat duduknya. Seperti inilah kehidupan yang diinginkan Puspa. Landai tak ada masalah, kuncinya hanya satu : Puspa hanya perlu menghindari berinteraksi di luar pekerjaan dengan orang lain.

Meskipun, ada setitik rindu yang Puspa rasakan untuk Raka. Biasanya laki-laki itu yang sering memberi warna dalam hidupnya, warna yang sangat dihindari Puspa karena sewaktu-waktu orang yang sama bisa merebutnya kembali.

"Hari ini ikut gue meeting, ya?" titah Mbak Dwi.

"Gue, Mbak?" tanya Puspa ragu sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.

"Iya, kenapa?"

"Kenapa nggak yang lain? Yang lebih senior gitu, gue baru—."

"Gue males ribet sama mereka, lo tahu kan banyak yang nggak suka sama gue karena di anggap ribet termasuk Raka." Mbak Dwi mengucap kalimat itu dengan cepat tanpa berniat memberikan jeda kepada Puspa untuk menjawab. "Nanti jam satu."

"Ya, Mbak," jawab Puspa akhirnya. Dia malas mendebat.

Puspa mendengar bunyi notifikasi pesan masuk di ponselnya, lalu senyumnya merekah membaca baitan pesan yang dikirim Raka, meskipun berbanding terbalik dengan pesan yang ia balas untuk laki-laki itu.

Raka :
Selamat bekerja Tuan Putri.

Me :
Basi lo!

Raka :
Gue akan ngulang2 terus kalimat ini sampai lo sadar kalau gue serius. Gue kangen sama Ningrum.

Puspa malas menjawab, ia lebih memilih meletakan ponselnya di meja lalu menyiapkan beberapa berkas yang dibutuhkan Mbak Dwi untuk meeting siang nanti.

Sial sedang menyambut Puspa, ia tidak menanyakan dengan siapa meeting siang ini. Dan saat derap langkah kaki mendekat ke dalam ruangan, Puspa tak lagi bisa keluar melarikan diri. Ia melihat mata Arya yang terkesiap saat bertemu dengan bola matanya, namun dengan cepat laki-laki itu mengalihkan perhatiannya ke tempat lain.

"Saya tidak punya waktu banyak, bisa segera dimulai saja presentasinya." Arya bertitah yang langsung diikuti seluruh peserta rapat.

Semua orang di ruangan ini memperhatikan presentasi yang dipaparkan bagian HRD. Selama rapat Puspa mencuri pandang ke arah Arya yang menautkan perhatian penuh ke arah depan. Laki-laki itu sama sekali tidak melihat ke arahnya. Lalu Puspa merasa bodoh, kenapa harus ia berharap Arya melihatnya?

Setelah selesai Arya mengomentari sekilas presentasi hari ini dan lalu langsung berniat pergi.

Jika tidak salah menduga, Arya terlihat tidak nyaman. Seperti yang Puspa kira sebelumnya, mungkin Arya menyesal dengan pertemuan terakhir mereka dan merasa tidak enak hati karena harus bertemu dengannya lagi. Seharusnya, Puspa-lah yang merasa tidak enak hati karena tempat ini memang bukan tempatnya. Seharusnya Puspa tidak ada disini.

Sebelum acara ditutup, ada sedikit penyampaian dari tim HRD. Namun tiba-tiba ...

Arya jatuh. Laki-laki itu terlihat kesakitan sambil memegangi dadanya yang sesak. Puspa tahu, Arya memiliki riwayat asma. Biasanya ia menyimpan inhaler di tas kecil yang selalu ia bawa kemana-mana. Arya melihatnya dengan tatapan mata meminta pertolongan. Kemana laki-laki yang biasa bersama Arya? Puspa menyapu ruangan tapi tak menemukan laki-laki itu disini.

"Pak Arya!" panggil Mbak Lita. Ia duduk di samping Arya terlihat kebingungan. Mungkin wanita itu juga tidak tahu jika Arya memiliki riwayat asma dan saat ini sedang terkena serangan. "Panggil satpam, panggil Anton atau siapapun itu," titah Mbak Lita ke semua karyawan yang ada di ruangan sama. Mereka semua berdiri disekitar Arya padahal seharusnya hal itu tidak boleh dilakukan.

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Where stories live. Discover now