96 - Umbul Sidomukti

Start from the beginning
                                    

"Mama, aih." Xania tiba-tiba bersuara sambil memegang perutnya. Melisa pun mengecek popok pyang dikenakan Xania. Penuh. Mungkin tadi saat bersama Ratna, popok Xania masih tampak kering, makanya tidak diganti. 

"Lah, penuh. Mana masih jauh lagi." 

Candra menoleh sebentar. "Mau berhenti dulu?" 

"Coba aku lihat dulu ada pup-nya nggak." Melisa menarik kolor celana sekaligus popok bagian belakang. Bersih. Berarti hanya pipis. "Nggak usah, Yah. Biar ganti di sini aja."

"Ya udah kalau gitu aku pelan-pelan nyetirnya."

Masih dengan memegang tubuh Xania, Melisa mengambil popok bersih, tisu basah, dan lotion dari dalam tas. 

"Tiara, bisa minta tolong turunin celana Xania? Tante yang pegangin."

"Bisa, Tante."

Xania berdiri di atas kursi penumpang, dipegangi Melisa. Kemudian, Tiara menurunkan celana terlebih dahulu, baru popok yang sudah kotor. Dalam waktu singkat, popok bersih dan celana sudah berada di tempat semula. 

Melisa mendudukkan Xania di pahanya. Anak itu mulai menyantap biskuit. "Makasih, ya, Tiara. Nanti kalau punya adik, Tiara bisa bantuin."

"Tiara, kan, nggak bisa punya adik. Tiara nggak mau punya mama baru."

Melihat perubahan wajah Tiara, Melisa langsung tersadar dengan ucapannya yang baru keluar beberapa detik itu. Tidak seharusnya dia berkata seperti itu di depan Tiara. 

"Kenapa Tiara nggak mau punya mama baru?" Melisa mencoba memancing. Jangan bilang kalau di sekolah Tiara kena perundungan. 

Tiara menunduk. "Soalnya mama jahat. Tiara nggak mau punya mama." 

Jawaban Tiara sontak membuat Melisa tertegun. Kenapa di dunia ini harus ada anak yang tidak beruntung? Kenapa anak sebaik Tiara harus keluar dari perut Mutia yang menyebalkan? Kenapa pula sebelum pergi, Mutia meninggalkan jejak luka yang sangat dalam?

Dengan salah satu tangannya, Melisa mengelus punggung Tiara. "Dengerin tante, nggak semua mama di dunia itu jahat, Tiara. Contohnya nenek. Nenek baik, kan, sama Tiara? Tiara harus percaya nanti Tiara bakal punya mama yang baik, yang sayang sama Tiara."

Senyum terbit di bibir anak perempuan berambut panjang itu. "Iya, Tante. Nenek baik sama Tiara."

"Nah, itu Tiara tahu. Tiara jangan lupa berdoa, ya, biar nenek selalu dikasih kesehatan."

"Iya, Tante."

"Mamam!" Tiba-tiba saja Xania bersuara. Tangannya menyodorkan potongan biskuit ke arah Tiara. "Maem!" 

Tiara menerima makanan itu sembari tersenyum lebar. "Wah, makasih, Xania."

Di kursi kemudi, Candra turut merasakan sedih mendengar ucapan Tiara. Ya, dia tahu rasanya diperlakukan tidak adil oleh ibu sendiri. Namun, mendengar Melisa juga, hatinya ikut tenang. Memang benar, tidak semua ibu di dunia ini berlaku jahat, dan Candra melihat itu dari bagaimana Melisa memperlakukan Xania selama ini.

Mereka sampai di Umbul Sidomukti. Mobil Ryan yang lebih dulu tiba di sana. Ada sekitar lima belas menit menunggu kedatangan Melisa. Begitu sudah mengumpul, mereka lantas pergi ke loket untuk membeli tiket masuk. 

"Mama, Papa, sama Ryan cukup jalan aja. Semuanya biar saya yang nanggung," ucap Candra saat Ryan hendak mengeluarkan dompet dari saku celana. 

"Lho, kalian, kan, baru aja pindahan, baru ngadain acara juga. Nggak apa-apa Ryan juga bayar," sela Ratna. 

"Udah, Mama nggak usah khawatir. Duit Mas Candra masih banyak di bawah kasur," sahut Melisa setengah bercanda. "Lagian, kita yang ngajak, berarti kita yang keluar modal."

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now