Lembar 05 : Pertengkaran

41 7 14
                                    

🌺Happy Reading🌺

______


KESIBUKAN ala dunia corporate sudah sangat terasa sejak Tsabina menginjakkan kaki di lobby utama perusahaan milik Abinya. Dari mulai para staf yang berlarian menuju absen finger, orang-orang yang berjalan sambil berbicara dengan ponsel, dan satu lagi ... petugas kebersihan yang berkeliaran membersihkan setiap ruangan.

Tsabina sama sekali tidak tertarik menjadi salah satu bagian dari mereka. Meski, Abinya pernah menawarkan posisi yang tak main-main. Head of finance—banyak orang yang rela bertahun-tahun menjadi budak corporate demi bisa menduduki posisi penting itu, bukan? Tapi, anehnya posisi itu justru terlalu menakutkan bagi Tsabina.

Bahkan, Ali lebih dulu menolak saat ditawarkan. Lelaki itu lebih memilih merintis usaha kuliner—restaurant, yang kini sudah berhasil mendirikan cabang di beberapa kota. Karenanya, Tsabina ingin mengikuti jejak sang Abang.

Intinya, menjadi penjual roti jauh lebih aman dan mengasikan bagi Tsabina.

Baru saja memasuki lift yang akan membawanya menuju lantai lima—tempat di mana ruang kerja Abinya berada, Tsabina segera merogoh saku gamis saat ponselnya bergetar.

ABI :
Jika sdh sampai, langsung msk sja. Abi tunggu di ruangan.

Tak membalas pesan yang Abinya kirimkan, Tsabina memilih bergegas keluar saat pintu lift itu kembali terbuka. Dan, begitu langkah kakinya memasuki koridor lantai lima, suara ketikan keyboard menggema dimana-mana. Seolah tengah bertepuk tangan menyambut kedatangan Tsabina setelah sekian lama tidak menginjakkan kaki di sana.

"Selamat pagi, Mbak."

Sedikit menundukkan kepala, Tsabina tersenyum membalas sapaan ramah para staf yang melewatinya. Perlakuan yang sering ia dapatkan setiap kali mengunjungi gedung Zafir Corporate. Mengingat Tsabina adalah anak dari pemilik perusahaan besar yang menaungi beberapa hotel juga apartemen dalam satu manajemen ini. Meski, terkadang hal itu membuat Tsabina merasa canggung sendiri.

Urung memasuki ruang kerja sang Abi, Tsabina lebih dulu berbelok menghampiri lelaki paruh baya yang nampak fokus memeriksa beberapa dokumen di atas meja sekertaris.

"Assalamualaikum, Pak Ilyas?" sapa Tsabina, tersenyum ramah.

Pak Ilyas, sekertaris yang sudah bertahun-tahun setia mendampingi Abinya itu mendongak sembari membenahi letak kacamatanya yang melorot.

"Loh, Mbak Tsabina?" berdiri dari kursinya, Pak Ilyas segera menangkupkan tangan pada Tsabina. "Bapak kira tadi siapa. Bagaimana kabarnya, Mbak? Sudah lama tidak pernah berkunjung kemari? Pasti bisnis rotinya lancar jaya ini!" selorohnya, membuat Tsabina terkekeh.

"Alhamdulillah, kabar baik, Pak. Kebetulan hari ini lagi senggang, jadi main sebentar ke kantor Abi." Tsabina tersenyum. "Abi ada di dalam, kan, Pak?"

Pak Ilyas mengangguk. "Ada, Mbak. Pak Zafir baru saja kembali dari mushola kantor. Langsung masuk saja, Mbak Tsabina." ucapnya, mempersilakan.

Tsabina mengangguk. "Alhamdulillah, kalau begitu saya masuk dulu ya, Pak? Permisi, Assalamualaikum." pamitnya.

"Silakan, Mbak Tsabina. Waalaikumsalam."

••••

Aroma lavender langsung menyeruak begitu Tsabina menduduki sofa ruang kerja dengan luas dua kali lebih besar dari ruang tamu rumah yang ia tempati bersama keluarganya sekarang. Sejak dulu, Zafir memang sangat menyukai aroma lavender. Katanya, aroma itu mampu mengurai stress saat bekerja. Mengenai benar atau tidaknya pendapat itu, depends on each other's thoughts.

Say ... "I do !"Where stories live. Discover now