Bab 14

255 99 11
                                    

Typo is my pride 😀✌️
Happy reading 🤗
.
.
.
.
.
.
.

Bastian menghentikan mobilnya didepan sebuah rumah yang tampak suram. Terlihat tanaman yang tumbuh liar dan cat yang sudah mengelupas di sana - sini. Jelas sekali jika rumah tersebut tidak terawat. Bastian menjadi ragu - ragu apakah benar ini alamat rumahnya Mona? Apakah kedua orang tua Mona masih tinggal di rumah tersebut? Sebelum turun dari mobil, Bastian mengembuskan napasnya. Jangan sampai keraguan dihatinya membuat niat baiknya kembali runtuh. Apa pun yang akan ia hadapi, Bastian harus siap.

Bastian turun dari dalam mobil dan menyapa seorang warga yang kebetulan lewat.

"Permisi, Pak. Saya mau bertanya. Apakah keluarga pak Rudi masih tinggal di rumah ini?"

"Masih, Nak. Langsung saja diketok pintunya. Biasanya bu Rudi berada di dalam rumah kok," jawab si bapak dengan ramah.

"Terima kasih, Pak."

Sambil melangkah memasuki halaman rumah, Bastian merasa menyesal. Seharusnya sebelum datang kemari, ia menyempatkan dirinya untuk membelikan buah tangan bukannya datang dengan tangan kosong begini. Kedatangan Lisa sudah merecokinya hingga melupakan apa saja yang harus ia persiapkan selain mental untuk menemui kedua orang tua Mona.

Bastian mengetuk pintu seraya mengucapkan salam. Ia harus mengulangi sampai beberapa kali hingga akhirnya sayup - sayup mendengar balasan salam dari dalam rumah.

Seorang perempuan sepantaran ibunya membukakan pintu. Tubuhnya terlihat kurus dan penampilannya sedikit berantakan. Meskipun sudah tidak muda lagi, sisa - sisa kecantikan si ibu masih terlihat di wajahnya yang mulai menua. Bastian jadi tahu darimana Mona mendapatkan paras cantiknya.

"Maaf, mau mencari siapa?" tanyanya dengan penuh selidik tapi masih terdengar ramah.

Bastian merasa sedikit kebingungan untuk menjawab. "Saya temannya Mona, Bu. Saya ingin bertemu dengan Mona."

Raut wajah si ibu terlihat berubah mendung. Walaupun begitu beliau tetap mempersilakan Bastian untuk masuk dan duduk di kursi ruang tamu.

Ketika masuk ke dalam, Bastian melihat jika dalam rumah tersebut bersih dan rapi meskipun suasana terlihat suram.

Setelah keduanya duduk, si ibu pun mulai mewawancarai Bastian.

"Nama Masnya siapa?"

"Nama saya Bastian, Bu."

"Dulu satu kelas dengan Mona ya?"

"Saya adalah kakak kelasnya Mona."

"Kok kalian bisa saling kenal?"

Bastian bingung hendak menjawab apa, namun ia ingat dengan adiknya Awan, sehingga Bastian pun mengkambinghitamkan Kia adiknya Awan.

"Saya kenal Mona dari adiknya teman saya, Bu. Kebetulan kami bertemu di rumah teman saya itu," dusta Bastian. Untuk saat ini ia tidak bisa jujur menjawab pertanyaan si ibu.

Si ibu hendak kembali bertanya, namun sebuah suara lonceng membuat si ibu berdiri.

"Sebentar ya, Mas. Ibu dipanggil bapak. Kalau tidak keberatan Mas Bastian mau menunggu, kan?"

Bastian mengangguk. Kepalang tanggung jika Bastian langsung pamit pulang. Kalau bisa ia bisa bertemu dengan Mona saat ini juga untuk meminta maaf.

Bastian mengedarkan pandangan ke dinding ruang tamu. Ada sebuah foto keluarga berukuran besar terpasang di dinding. Sepertinya foto itu sudah lama sekali. Karena terlihat Mona yang masih sangat muda berdiri bersama adik laki - lakinya mengapit kedua orangtuanya yang duduk dengan anggun.

Beberapa saat kemudian si ibu kembali. Kali ini penampilan si ibu terlihat lebih rapi dari sebelumnya. Beliau muncul sambil mendorong kursi roda dengan seorang lelaki paruh baya yang duduk di atasnya.

"Itu temannya Mona, Pa." Bu Marini menunjuk tamunya kemudian melanjutkan ucapannya. "Maaf ya Mas Bastian. Bapak terkena stroke sejak delapan tahun yang lalu."

Bastian merasa keheranan karena si ibu bukannya memanggilkan Mona tapi justru membawa pria paruh baya dengan kursi rodanya.

"Bapak terkena stroke sejak mengusir Mona dari rumah. Hingga hari, kami tidak pernah tahu dimana keberadaan Mona."

"Mengapa bapak mengusir Mona, Bu?" Meskipun Bastian sudah tahu jawabannya, namun ia tetap menanyakan langsung pada ibunya Mona.

"Mona hamil, Mas. Dan kami terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Seharusnya kami memberikan dukungan moral pada putri kami yang menjadi korban pemerkosaan laki - laki yang tidak bertanggung jawab itu, bukannya justru mengusirnya."

Bastian merasa tersentil saat mendengarkan pengakuan jujur ibunya Mona. Ia seperti ditampar tangan tak kasat mata. Seandainya ia mencari Mona sejak dulu, mungkin takdir yang harus dialami keluarga Mona tidak akan seburuk ini. Bastian jadi merasa semakin bersalah. Ia pun segera menghambur mendekati ibu Mona dan menangis sambil memeluk kaki perempuan paruh baya tersebut.

"Maafkan saya, Bu. Seharusnya saya datang kemari delapan tahun yang lalu untuk mempertanggung jawabkan perbuatan saya. Sayalah laki - laki yang telah memperkosa Mona."

Bu Marini yang merasa terkejut karena Bastian tiba - tiba bersimpuh di kakinya tidak bisa berkata - kata. Untuk saat ini beliau tidak tahu bagaimana cara meluapkan emosinya. Mau marah pun rasanya percuma. Toh, nasi sudah menjadi bubur. Bahkan keberadaan dan nasib Mona saja tidak ia ketahui hingga sekarang.

"Ampuni saya, Pak, Bu. Saya akan mempertanggung jawabkan perbuatan saya. Saya akan mencari Mona dan menikahinya."

"Pak Rudi yang terkena stroke tidak dapat membendung air matanya. Saat ini ia tidak bisa apa - apa. Memaafkan masa lalu adalah satu - satunya harapannya. Dan memberikan restu pada Bastian untuk mencari Mona adalah jawaban dari doa - doa yang selalu ia panjatkan kepada Tuhan. Pak Rudi ingin bertemu dengan Mona dan cucunya sebelum ia dipanggil oleh Sang Maha Pencipta.

******

Bastian mulai menemukan titik terang dan kini merasa yakin jika anak laki - laki yang berwajah mirip dengannya itu memanglah darah dagingnya. Bastian pasti akan menemukan mona ditempat itu. Jadi ia sudah tahu ke mana tempat berikutnya yang harus dituju. Namun karena hari sudah sore, Bastian memutuskan akan melanjutkan rencananya mencari Mona besok.

Satu beban yang dirasakan Bastian sudah terangkat. Kekhawatirannya akan dicaci maki oleh kedua orang tua Mona sama sekali tidak terbukti. Keduanya justru merasa lega dan memaafkan Bastian yang telah jujur mengakui sebagai pelaku yang telah merusak masa depan Mona. Bagi mereka saat ini, bisa bertemu dengan Mona adalah harapan terbesar bagi pasangan suami istri tersebut.

Bastian pulang sambil membawa ponsel milik Mona yang tertinggal delapan tahun yang lalu. Sayangnya Mona mengunci ponselnya sehingga Bastian terpaksa harus mengambil memory card dan menyidak isi file di dalamnya menggunakan laptop miliknya.

Di dalam galeri tersebut penuh dengan foto - foto Mona, terutama saat sedang tampil mengisi acara perpisahan dengan cover dance bersama teman - temannya.

Tanpa terasa air mata Bastian menetes. Ia benar - benar sangat menyesali perbuatannya. "Ya Tuhan, ternyata semudah ini aku menemukanmu. Karena aku terlalu pengecut, aku telah melewatkan banyak hal bersamamu," gumam Bastian sambil menatap foto wajah Mona yang cantik dan ceria.

"Kali ini aku pasti akan menemukanmu, nona cantik."

Tbc

Sabtu 19 Agustus 2023

M.E.LHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin