Bab 3 : Terusir dari Rumah

311 105 21
                                    

Typo is my pride 😀✌️
Happy reading
.
.
.
.
.
.

Setelah menjalani pemeriksaan, dokter pun memberi tahu Marini tentang kondisi kesehatan Mona.

"Ada kabar baik, Bu. Putri Anda positif hamil." Meskipun diucapkan dengan sopan, namun berita tersebut membuat Marini bagai tersambar petir di siang hari.

"Anda tidak keliru, Pak Dokter? Mana mungkin putri saya hamil? Dia belum menikah dan saat ini masih siswa sekolah."

"Ibu bisa bertanya langsung pada putri ibu. Tapi  ditanya baik - baik ya, Bu. Mengingat kondisi kehamilannya masih berusia cukup rentan."

Melihat raut wajah Mona yang tengah menatapnya, pak Dokter sepertinya paham jika gadis muda yang baru saja ia periksa sedang memiliki masalah yang cukup pelik. Meskipun bukan ranahnya, tapi dokter tersebut berusaha untuk membantu Mona dengan menasehati Marini. Bagaimanapun juga Mona membutuhkan support untuk menjalani masa kehamilannya tersebut, bukan untuk dihakimi.

Mona menatap pak Dokter dengan penuh rasa terima kasih. Ia sedikit tertolong sekarang, tapi entah saat tiba dirumah nanti.

Setelah berpamitan dengan pak Dokter, Mona dan Marini keluar dari klinik tanpa saling bicara. Marini berusaha menahan emosinya. Ia sudah kecolongan. Putri sulungnya hamil di luar nikah. Apa reaksi suaminya nanti? Apa kata tetangga - tetangganya?

Sebenarnya Marini ingin meluapkan emosi saat ini juga. Sebagai seorang ibu ia ingin tahu dengan siapa Mona melakukan hubungan terlarang itu dan siapa bapak dari janin yang saat ini sedang dikandung oleh putrinya.

Sepanjang jalan menuju ke rumah, Mona berharap mereka terjebak kemacetan berjam - jam lamanya. Sehingga ia bisa mengulur waktu untuk mencari solusi masalah yang sedang ia hadapi? Tapi solusi macam apa? Sedangkan otaknya sekarang terasa buntu.

*****

Mona seperti seorang narapidana yang sedang menanti hukuman mati. Saat ini ibunya belum memberitahu pada ayahnya, tapi tunggu saja sampai kabar tentang kehamilannya diketahui oleh sang ayah.

Selesai makan malam, Marini meminta si bungsu Rafa yang masih duduk di bangku sekolah dasar untuk segera masuk ke dalam kamar. Kemudian menggiring suaminya ke ruang keluarga. Tak lupa Marini memberi kode pada Mona supaya mengikuti mereka.

Sebelum berdiri dari duduknya, Mona menghela napas panjang supaya ia lebih siap menghadapi segala kemungkinan buruk yang terjadi.

"Pak, aku mau memberi tahu tentang putri kita," ucap Marini setelah keduanya duduk di sofa.

"Mona duduk!" perintah Marini ketika mendapati putrinya masih berdiri. Melihat pelototan sang ibu, Mona akhirnya duduk dengan takut - takut.

"Tadi ibu membawa Mona periksa ke dokter, kata dokter Mona sudah hamil sekitar tiga belas minggu."

"Apa? Mona hamil?" Suara Rudi menggelegar di ruang tengah. Selain konservatif, pria itu juga temperamen.

Nyali Mona semakin menciut. Sebentar lagi ayahnya pasti akan memukul. Mona memejamkan matanya saat sebuah tamparan keras singgah di pipi tirusnya.

Bukan ini yang Mona harapkan. Ia adalah korban yang membutuhkan perlindungan dan dukungan, bukan justru disalahkan dan dihukum seperti ini.

"Dasar anak tidak tahu di untung!"

"Mona diperkosa, Yah." Adu Mona dengan suara terisak. Suara yang jauh - jauh hari ingin ia ungkapkan pada kedua orangtuanya namun selalu tertahan karena diliputi perasaan takut.

"Wajar saja kamu diperkosa, gayamu yang meniru budaya asing itulah penyebabnya."

Mona tidak bisa membantah karena saat browsing tentang idolanya di internet, banyak trainee maupun idol KPop yang menjadi korban pelecehan seksual. Bahkan ada yang sampai memutuskan untuk bunuh diri. Tapi ini berbeda dengan Mona.

M.E.LWhere stories live. Discover now