Bab 6 : Enggar

275 81 5
                                    

Typo is my pride 😀
Happy reading 🤗
.
.
.
.
.
.
.

"Eh ada bidadari turun dari surga," ucap Enggar spontan. Bagi remaja tanggung yang sekolah di jurusan teknik mesin yang mayoritas siswanya adalah pria, matanya sangat membutuhkan asupan vitamin A yaitu wanita. Maka dengan sangat memalukan bin katrok, Enggar langsung terpesona dengan gadis cantik dihadapannya.

Pak Kamidi menyentil dahi Enggar. "Kamu jangan kurang ajar dengan keponakanku."

"Jadi itu keponakannya Bapak? Cantik sekali."

"Iya. Karena suatu hal, sekarang ia tinggal bersama kami."

"Ow..." Kepala Enggar mengangguk - angguk.

"Kamu ngapain kesini, Nak?"

"Saya ingin jalan - jalan sekalian mengantar bekal Bapak yang tadi ketinggalan di rumah." Mona meletakkan tas berisi bekal di atas bangku panjang.

"Halo, namaku Enggar." Dengan lagak sok akrab, Enggar mengulurkan tangan untuk mengajak berkenalan.

Mona beringsut sambil menunjukkan raut wajah jijik. Semenjak dirinya menjadi korban pemerkosaan, Mona selalu merasa takut jika ada lawan jenis yang sengaja mendekatinya. Tadi disepanjang perjalanan saja, Mona selalu menunduk dan berjalan cepat - cepat jika berpapasan dengan lawan jenis.

Enggar masih mengulurkan tangan menunggu Mona membalas salam perkenalan darinya. Melihat situasi yang ada, Pak Kamidi pun mencoba mengurai kecanggungan yang ada di antara dua remaja tanggung tersebut.

"Kalau bukan muhrim tidak boleh bersentuhan apalagi bersalaman," ucap pak Kamidi disertai kekehannya.

Enggar pun menarik tangan dan kemudian menggaruk leher untuk menyembunyikan rasa malunya. Keponakannya pak Kamidi jual mahal amat.

Enggar kembali melanjutkan mengutak - atik mesin motor. Meskipun jurusannya adalah teknik mesin, namun ia pun sangat tertarik dengan teknik otomotif. Sayangnya Enggar tidak bisa mengambil kedua jurusan tersebut sekaligus, sehingga untuk kesenangan yang satu ini hanya bisa ia lakukan di bengkel pak Kamidi. Sesekali Enggar mencuri - curi pandang ke arah gadis cantik tersebut. Meskipun tubuhnya dibalut gaun model lama, namun tidak mengurangi pesonanya.

Mona duduk dan menatap jalanan di depannya. Karena bengkel pak Kamidi terletak di pinggiran desa, jadi tidak terlalu banyak kendaraan yang melintas. Hanya saat orang - orang memulai aktivitas dan pulang kembali ke rumah, jalanan itu ramai.

Tak berapa lama, datang seorang pria yang menuntun sepeda motornya.

"Motornya kenapa Pak Jupri," sapa pak Kamidi pada orang tersebut.

"Bannya bocor, Pak."

Pak Kamidi segera membantu pak Jupri dengan mengambil alih sepeda motornya. Rezekinya bapak datang.

Dengan cekatan pak Kamidi menangani sepeda motor tersebut. Mona memperhatikan ayah angkatnya tersebut bekerja. Pertama - tama pak Kamidi meletakkan motor di tempat yang nyaman. Kemudian mengambil beberapa peralatan perbengkelan yang Mona tidak tahu apa saja namanya. Mona hanya tahu ada ember yang berisi air. Karena sebelumnya tidak pernah ke bengkel, Mona jadi khusuk memperhatikan proses menambal ban yang dilakukan oleh pak Kamidi.

Hati Mona tersentil melihat uang yang diterima pak Kamidi hanya sepuluh ribu rupiah per satu motor yang ditambal. Kira - kira berapa banyak klien yang harus didapatkan. Apalagi saat ini beliau menanggung kehidupan Mona yang sedang hamil. Tanpa sadar Mona menitikkan air matanya.

Enggar yang sedari tadi rajin mencuri - curi pandang jadi bengong sendiri ketika melihat Mona menitikkan air mata. Kenapa tiba - tiba gadis itu menangis, ya?

M.E.LKde žijí příběhy. Začni objevovat