Bab 11

258 93 10
                                    

Typo is my pride 😀✌️
Happy reading 🤗
.
.
.
.
.
.

"Mak, apakah bapak kandungku masih hidup?"

Sejak bertemu pria asing yang wajahnya begitu mirip dengannya, Lintang jadi penasaran dengan ayahnya. Karena itu Lintang yang tidur berbaring di samping Mona pun menanyakannya.

Pertanyaan Lintang membuat Mona kembali merasakan dilema. Semakin bertambah usia, putranya itu pasti akan semakin susah untuk dibohongi.

"Mak kan sudah pernah bilang kalau bapakmu sudah mati. Dia tewas tertabrak truk," Mona kembali menanamkan pemahaman itu di kepala putranya. Karena sekarang hanya inilah jawaban terbaik yang bisa ia berikan. Mona berharap Lintang mempercayai dirinya dan tidak akan lagi menanyakan siapa bapaknya. Mona ingin hidup tenang tanpa dibayang - bayangi oleh masa lalu.

"Mak yakin? Kalau bapak sudah mati, terus dimana makamnya. Kenapa Mak nggak pernah mengajakku berziarah ke sana?"

Mona terdiam untuk beberapa saat lamanya, kemudian mengulurkan tangan memeluk Lintang dan menyuruhnya untuk segera tidur. Putranya itu semakin lama semakin pintar saja. Namun bukan ibu namanya kalau tidak bisa menjawab pertanyaan anaknya.

"Kapan - kapan kalau Mak punya banyak uang kita ke sana. Soalnya makamnya jauh." Mona kembali mengarang sebuah kebohongan supaya hati Lintang merasa lega dan tidak lagi menanyakan tentang lelaki yang Mona sendiri tidak kenal.

Mona berpikir ia sudah berhasil membuat Lintang puas dengan jawabannya. Namun ternyata tidak.

"Mak, apakah wajahku mirip dengan bapak?"

"Dengan mata terpejam dan pura - pura sudah mengantuk, Mona pun menjawab dengan asal - asalan.

"Mak sudah lupa..., Wajahmu itu mirip dengan kakaknya kakeknya kakek dari kakekmu."

Lintang tampak berpikir sambil mengulangi ucapan Maknya.

"Kakaknya kakeknya kakek dari kakekku? Mak, apakah aku pernah bertemu dia?"

Mona berpura - pura mendengkur halus supaya Lintang mempercayai ucapannya. Dan tidak lagi merecokinya. Mona tidak bisa mengakui jika Lintang memang mirip dengan bapak kandungnya. Padahal Mona hanya melihat sekilas wajah lelaki bejat itu supaya mudah untuk melupakannya. Tapi sialnya, wajah pria bejat itu justru tercetak secara sempurna di wajah Lintang.

"Aku yang menjadi korban, aku yang menderita, aku yang hamil, aku yang kesakitan saat melahirkan, tapi Lintang justru mewarisi wajahnya," batin Mona kesal

"Mak... Jangan tidur! Jawab dulu pertanyaanku." Lintang menggoyang - goyangkan tubuh ibunya dengan keras supaya bangun.

"Hah, apa...apa...apa?" Mona berlagak seperti orang baru bangun tidur yang nyawanya belum terkumpul.

"Mak, bapakku ganteng tidak? Kalau dibandingkan dengan om Enggar, lebih ganteng yang mana?"

Mona nampak berpikir sambil membayangkan wajah Enggar. Jika dilihat dari wajah bapaknya Lintang tentu saja dia lebih tampan. Itulah yang membuat Mona masih bersedia memaafkan dan menerima kehadiran Lintang. Kalau Enggar, cowok tengil itu terlihat semakin kekar dan berotot.  Lupakan soal wajah, perempuan tetap akan lebih menyukai pria yang berhati baik daripada mementingkan fisik.

Enggar adalah laki - laki yang baik. Karena pria itu telah banyak membantu Mona  menghadapi masa sulit ketika menjalani persalinan meskipun Enggar tahu jika Mona adalah perempuan yang tidak sepantasnya mendapatkan perhatian dari laki - laki yang berhati baik itu.

Mona menangkup wajah Lintang. "Tentu saja lebih ganteng kakaknya kakeknya kakek dari kakek. Sudah cepat tidur, supaya besok tidak bangun kesiangan."

Mona mengecup pipi Lintang kemudian mengajak membaca doa bersama. Ia menunggui pria kecilnya itu hingga terlelap.

M.E.LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang