Arrgghh! Danisha mulai menyelesali keputusan nya membawa Takshaka. Harus nya dia lebih cermat lagi untuk mencari solusi agar tidak terjebak dalam situasi ini. Ah! Apa Danisha kembalikan saja Takshaka ke jalan, biarkan pemuda itu sesekali merasakan dingin nya dunia.
Tapi, tapi lihat lah bocah tengik itu. Danisha bahkan belum mempersilahkan dia utuk masuk dan hanya membuka setengah dari daun pintunya namun Takshaka sudah lebih dulu menerobos masuk dan melemparkan diri ke atas sofa dan menyalakan tv.
Bocah nggak tau diri!
"Sofanya basah, bodoh. Masuk kekamar mandi! bersihin diri lo. Setelah itu baru obatin luka lo." Terang Danisha bekecak pinggang didepan tv.
Takshaka melengos, hendak membantah tapi dia memang sedang dalam keadaan kotor. Tapi karena tidak ingin terlihat menuruti Danisha, dia kembali mencari gara-gara.
"Buatin gue makan. Gue lapar." Suruhnya.
Danisha menggangguk, "Tentu. Gue habis mungut kucing jalanan yang baru kecebur di got, tentu gue kasih makan. Pasti dia lapar."
Takshaka mendelik, sedangkan Danisha betulan pergi kearah dapur.
Bermenit-menit berlalu dengan kesibukan berbeda, Danisha yang mendumal sembari memasak nasik goreng. Takshaka yang mendumal sembari meringis ketika tidak sengaja lukanya terkena sabun dan air.
Karena mata Takshaka cukup perih tangannya hanya meraba shampo, lalu menuangnya.
"Ck, kenapa nggak ada busanya sih." Kesalnya ketika sampo yang digosokkan ke kepalanya tidak mengeluarkan banyak busa. Alhasil Takshaka kembali menuang sampo lebih banyak lagi, bodo amat jika nanti cewek gila itu ngamuk pikir Takshaka.
"Siapa suruh beli shampo aneh begini, mana baunya kayak kembang kuburan." Celanya sambil terus menggosok rambut.
Satu kali keramas Takshaka merasa kepalanya belum bersih, sehinggq dituangnya lagi shampo itu dan berkeramas sekali lagi.
Takshaka yang sudah menyelesaikan mandinya mendadak tertegun ketika ingat bahwa dia tidak punya pakaian. Namun ketika mengintip dari balik pintu kamar mandi ternyata Danisha sudah menyiapkan kaos dan juga celana training didepan pintu. Kurang dalaman saja, tapi sepertinya Takshaka tak punya niat untuk membesarkan itu. Keluar dari kamar Takshaka berjalan menuju dapur, ternyata disana juga sudah tersedia sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi yang terbelah. Takshaka menatap Danisha sangsi.
"Apa?" Tanya Danisha yang sudah menyelesaikan makannya.
"Lo ambil telurnya." Tuduhnya.
"Telur gue." Sahut Danisha santai. Takshaka melirik dua cangkang telur yang belum dibuang Danisha.
"Lo makan satu setengah telur?" Tanyanya keki.
"Telur gue. Bersyukur." Balas Danisha lagi sambil menunjuk telur setengah itu. Dia menegaskan lewat tatapannya bahwa apapun yang dipermasalahkan Takshaka bukan salah nya. Telur itu memang punya Danisha jadi terserah dia, Takshaka harus bersyukur masih diberi setengah oleh Danisha.
"Rakus."
Danisha hanya menggeleng. Berlalu untuk menaruh piring kotor diwastafel.
"Habis makan cuci." Perintahnya. Saat melewati Takshaka tiba-tiba Danisha mencium aroma yang tidak asing. Danisha berdiam sejenak disamping Takshaka. Dia kembali mengendus-ngendus bau yang ternyata bersumber dari Takshaka. Takshaka yang melihat tingkah Danisha lantas panik.
"Lo, lo ngapain?!" Paniknya berdiri meninggalkan meja, "jaga nafsu lo!"
"Heh!" Danisha melotot, tersinggung dengan reaksi Takshaka, "Sini lo!"
"Nggak! Gue nyesel kesini kalo lo cuma mau melecehkan gue." Teriaknya dramatis.
Danisha menganga, "Gue cuma mau mastiin sesuatu, kesini."
"Nggak! Jauh-jauh." Danisha kesal, ditariknya kerah baju Takshaka membuat pemuda itu kembali duduk ditempatnya. Danisha kembali membaui kepala Taksha.
"Takshaka, lo--tolol!" Ucap Danisha ketika dia berhasil mengkonfirmasi bau yang berasal dari rambut Takshaka. Tapi untuk memvalidasi hal tersebut Danisha kemudian pergi ke kamar mandi.
Nggak mungkin kan Takshaka sedungu itu. Harapnya.
Namun saat sampai dikamar mandi dan melihat isi botol itu ternyata tinggal setengah, bukan setengah tapi tinggal sedikit padahal Danisha baru membelinya--dia berteriak frustasi.
"Takshaka tolol, bodoh!"
"Apa hah?! Lo mau melecehkan gue lagi." Takshaka berdiri defensif.
"Lo nggak bisa baca?!" Botol bewarna coklat dengan gambar daun sirih ditengah itu Danisha acungkan didepan wajah Takshaka, "baca, tolol."
"Berhenti bilang gue tolol, dan gue bisa baca. Apa-apaan lo ngatain gue begitu." Takshaka tak kalah sebal.
"Kalo lo bisa baca terus kenapa lo nggak baca kalau ini, s-a-b-u-n-k-e-w-a-n-i-t-a-a-n."
Takshaka kaget tentu saja, direbutnya sabun yang semulanya dikira shampo itu, dan...ternyata BENAR! Itu sabun wanita! Pantas saja tidak ada busanya.
"Kenapa, kenapa gue pakek itu?" Ratapnya.
Danisha mendelik, "Kenapa tanya gue, lo yang mandi! Dan lo pakeknya dikepala, astaga. Lo kira itu shampo?"
Takshaka terdiam, seakan mengiyakan dan masih syok.
"Lo beneran ngira itu shampo??!"
Hahaha, si tengik ini ternyata dia emang sebodoh itu.
Entah Danisha harus tertawa karna ketololan Takshaka atau harus bersedih karena sabunnya tinggal setengah.
"Gue nggak liat." Belanya.
"Mata lo picek?"
"Mata gue perih, susah liat karena busa sabun."
"Nggak ada air buat bilas?"
Takshaka kicep. Dia tampak merenung. Bahkan terlihat takut untuk menyentuh rambutnya sendiri.
"Terus, ra-rambut gue gimana?" Tanyanya pasrah.
Tawa Danisha langsung keluar. Hari ini rupanya hari tersial Takshaka.
"Lo baca kegunaanya. Siapa tau rambuh lo tumbuh su-bur dan se-hat." Olok Danisha.
Takshaka hanya pasrah. Akhirnya malam itu dia kembali mandi dan berkeramas dengan shampo yang ternyata belum Danisha keluarkan dari kantong belanjaan. Ke-esokkan paginya tubuh Takshaka mengkisut. Maksud Danisha, meringkuk dan menggigil karena ternyata Takshaka terkena demam akibat terlalu lama terkena air.
****
TBC
NEXT?
ESTÁS LEYENDO
The Plot Twist
Chick-LitPlot Twist ; an unexpected shit Danisha ; the plot twist itself _________________________________________________ Danisha Mahiswa, Bussines Woman yang memiliki zero experience dalam hal percintaan karena terhalang prinsip 'money comes first, men com...
Part 26
Comenzar desde el principio
