Makhluk Seberang Zaman 15 (TAMAT)

49 14 0
                                    

Seorang sopir bajaj melarikan diri dengan ketakutan. Begitu ketakutannya sampai ia lompat keluar dari bajajnya dan berlari panik tanpa membawa bajajnya.

"Bang, ada apa di sana?!" Seru Niko bertanya kepada sopir bajaj itu.

"Ada hantu! Ada hantu mengamuk di sana! Cepat lariiii...!"

"Hantu apaan, Bang?"

"Hantu raksasa...! Dia menuju kemariiii...!" seru sopir bajaj sambil berlari semakin cepat lagi.

Kumala Dewi berkelebat lebih dulu ke arah bangunan gedung sekolah yang runtuh itu. Niko dan Johan menyusulnya. Mereka tercengang tegang setelah mengetahui sosok hantu raksasa yang dimaksud sopir bajaj itu adalah manusia berlumut yang tingginya mencapai 6 meter lebih.

Manusia berlumut hijau kehitam-hitaman itu mempunyai
wajah yang sangat menyeramkan dengan rambut mirip akar pepohonan. Di tangannya tergenggam tongkat runcing dari bahan logam kuning, sepertinya emas murni, berbentuk menyerupai anak panah. Panjang tongkat itu sekitar dua
meter.

Dengan seenaknya raksasa berlumut itu menerjang rumah dan apa saja yang ada di sekelilingnya. Seolah-olah ia ingin membersihkan tempat itu hingga rata dengan tanah. Jeritan
korban pun terdengar saling bersahutan. Tangis anak kecil yang sangat ketakutan begitu mengiris hati Kumala Dewi, hingga anak dewa itu menjadi marah dan tak mau kompromi lagi.

Wuiiiizzzz...!

Cahaya hijau berbentuk seperti spiral keluar dari tangan Dewi Ular. Cahaya hijau itu menghantam dada si raksasa
berlumut.

Duaaaarrr...!

Dada raksasa berlumut terkena telak sinar hijau spiral. Akibatnya, ia tumbang kebelakang dengan
mengeluarkan seruan seperti suara manusia biasa yang menggema besar.

"Aaaaarrrkk...!!"

Bluuumtn...!!!

Bumi bergetar karena tumbangnya raksasa itu. Tapi agaknya kekuatan si raksasa hijau masih ada. Ia bisa cepat
bangkit tanpa harus menggeliat.

Wuuuut..!

Tahu-tahu sudah berdiri tegak dan mengarahkan tongkat emasnya yang runcing kepada Kumala.

"Dewi, awaaaaassss...!!" seru Niko dengan cemas sekali.

Johan lari menjauh dengan tunggang-langgang, karena takut
menjadi sasaran tongkat runcing itu. Tapi Niko masih ragu-ragu untuk melarikan diri karena ia tak ingin meninggalkan Kumala sendirian.

"Mundur, Dewiii...! Munduuuurrr...!!"

Slaaab...!!!

Tongkat runcing itu mengeluarkan sinar biru lurus seperti laser. Arahnya Jelas ke tubuh Dewi Ular. Tapi dengan cepat Dewi Ular mengeluarkan cahaya hijau lurus juga dari kedua
jari yang ditudingkan ke depan. Kedua cahaya itu bertabrakan dan menimbulkan dentuman dahsyat sebanyak lima kali berturut-turut.

Blaaam, blaaam, blaaam, blaaam, ble-gaaarrr...!

Setiap jengkal tanah yang ada di situ mengalami getaran kuat, seperti mau retak. Orang-orang semakin ketakutan. Mereka lari sambil memandang ke bawah, takut sewaktu-waktu tanah yang mereka pijak terbelah lebar dan mereka
masuk ke dalam belahan tersebut Namun ternyata getaran tanah segera terhenti, keretakan tak terjadi.

Yang mereka lihat kini adalah proses mengecilnya si raksasa berlumut hijau itu.

Deb, deb, deb, deb, deb...!

Makin lama semakin kecil, hingga mencapai seukuran anak seusia 8 tahun. Rupanya benturan kedua sinar tadi bukan hanya melumpuhkan kekuatan saja, melainkan juga dapat mengubah si raksasa menjadi manusia kerdil yang kehilangan energi akibat luka dalam. Manusia kerdil itu terpuruk di bawah pohon
yang belum sempat tumbang. Ia tersengal-sengal sekarat dengan matanya yang mulai sayu.

"Mengapa kau muncul dan mengamuk di sini?" tanya
Kumala dengan napas sedikit memburu karena kemarahannya
tadi.

Kini kemarahan itu sedang diredakan.
Manusia kerdil itu bisa bicara seperti manusia biasa. Suaranya kecil bagaikan suara seorang bocah. Ia masih memegang tongkat emas yang tidak ikut mengecil dan masih
dalam keadaan utuh.

"Aku, ingin, mencari tempat yang aman. Maka...kurobek selaput zaman, dengan kunci ini. Tapi," ia mengangkat tongkat emas dan memperhatikannya dengan
sedih.

Belum sempat ia melanjutkan ucapannya, Kumala sudah lebih dulu bersuara. "Berikan kunci selaput zaman itu padaku!"

Manusia kerdil yang semakin kritis itu menyerahkan benda tersebut dengan tangan lemah sekali. Kumala menerimanya dengan hati iba. Lalu memperhatikan benda itu, sementara
telinganya mendengar kata-kata terakhir manusia kerdil.

"Tancapkan ke bumi hingga terbenam maka semua tempat akan tertutup, perang tidak akan melanda zaman
ini...." Sampai di situ si manusia kerdil tidak berbicara lagi. Mulutnya ternganga, matanya mendelik, namun sudah tak bernyawa. Kumala paham maksud ucapan terakhir tadi.

Dengan menancapkan kunci selaput zaman itu ke bumi, maka seluruh lubang dimensi akan tertutup. Tanpa menunggu lama-lama lagi, Kumala Menancapkan tongkat emas itu ke tanah dengan kekuatan maha saktinya.

Jeb...!

Tongkat terbenam separuh bagian. Lalu ujung atasnya dihantam dengan pukulan telapak tangan berkekuatan tenaga gaib tinggi.

Jluuubbs...!

Terbenam seluruh tongkat itu, nyaris tidak terlihat lagi bekasnya. Bumi bergetar. Guncangan itu membuat beberapa pohon mengalami kerusakan, namun tak sampai tumbang. Kilatan cahaya petir keluar dari dalam tanah, di mana-mana terjadi hal demikian. Tapi tidak disertai suara guntur yang menggelegar.

Hanya semacam kilatan arus listrik yang tidak membakar atau merusak apa pun yang dikenai-nya. Getaran dan lompatan cahaya petir itu terhenti setelah memakan waktu setengah menit kurang. Pada saat itulah, seluruh lubang dimensi zaman tertutup. Penyimpangan bias waktu pun tersumbat rapat dan aman. Tak ada lagi makhluk masa depan yang bisa menerobos ke zaman sekarang, juga tak ada manusia zaman sekarang yang bisa menerobos ke zaman akan datang.

Peperangan antar rumpun tetap terjadi di seberang zaman, namun tidak melibatkan manusia yang hidup di zaman sekarang. Hanya saja, Dewi Ular, Niko dan Johan terperangah
kaget saat mereka kembali ke rumah Johan, karena di teras rumah Johan tampak seorang wanita cantik berambut pendek menangis di atas kursi teras. Perempuan itu buru-buru
dihampiri Johan dengan wajah tegang.

"Countruuuu...!"

Wanita itu akhirnya memeluk Johan. Rupanya ia tadi telah meninggalkan zamannya untuk menemui Johan kembali. Tapi di luar dugaan, lubang dimensi telah tertutup dan Countru
terlambat masuk ke alam dimensinya. Maka kini Countru hanya bisa menangis karena ia terpisah dari keluarganya.

"Kumala bagaimana dengan Countru?Dia tertinggal di zaman kita!"

"Tak mungkin ku cabut kembali kunci selaput zaman itu."

Countru pun akhirnya berkata, "Mungkin memang sudah begini ketentuan hidupku. Biarlah aku hidup bersamamu, Jo. Asal kau sayang padaku, seperti keluargaku yang menyayangiku, seperti Jones yang mencintaiku...."

"Countru...!" desah Johan, lalu ia memeluknya semakin erat.

Dewi Ular dan Niko buang muka sambil menghempaskan
napas lega.







SELESAI

47. Makhluk Seberang Zaman✓Where stories live. Discover now