Lima

6K 1.3K 216
                                    

Ini bonus update-an  karena respons pembacanya lumayan bagus. Komennya seru dan lucu-lucu. Selamat membaca dan menghujat Rakha ya. 

**

"KAMU mau bilang apa lagi sekarang?" Pak Jenderal menatap bocah sinting di sebelahnya tajam. "Kamu pikir Kakek nggak bisa menemukan pacarmu? Kakek bisa menemukan orang yang bersembunyi di lubang semut sekalipun, apalagi kalau cuma pacar kamu."

Bola mataku nyaris keluar dari rongganya. Sejak kapan aku pacaran sama bocah sinting itu? Aku hanya pernah pacaran waktu SMP, saat terkena sindrom cinta monyet. Setelah fase itu selesai, aku memutuskan bahwa hubunganku dengan perempuan hanya bersifat fisik saja, tidak lagi melibatkan perasaan. Keputusan itu sudah final, tidak akan berubah sampai aku mati. Aku tidak akan pacaran lagi, tidak dengan perempuan secantik bidadari yang tubuhnya mirip gitar Spanyol, apalagi sama bocah sinting yang dadanya lebih rata daripada tripleks. Tidak ada yang bisa dijadikan pegangan di sana. Pentilnya mungkin harus dilihat dengan bantuan mikroskop elektron. Sial sekali nasib orang yang menjadi pacarnya. Satu hal yang pasti, makhluk sial itu bukan diriku.

"Dia bukan pacarku!" Si bocah menatapku garang seolah menyalahkan keberadaanku di tempat ini. Dia saja kesal, apalagi aku yang diseret paksa ke sini padahal urusannya bukan investasi. "Aku nggak kenal dia!" geram si bocah segalak herder.

Si Kakek mendadak kehilangan ketegasan. Dia menghela napas panjang dan duduk di sofa di depanku. Sekarang dia tampak setua umurnya. Dia terlihat seperti superman yang dihadapkan dengan kryptonite. Si bocah sinting adalah kryptonite yang terlalu kuat untuk dikalahkannya.

"Kamu sendiri yang bilang kalau kamu bersama pacarmu di Bangkok. Izhar dan Hassan juga bilang kamu menginap bersama seorang laki-laki di sana. Bukan hanya bilang, tapi mereka juga memberikan Kakek foto laki-laki itu. Sekarang kamu mau bilang kalau dia bukan pacarmu?" Pak Jenderal terdengar kelelahan. "Kakek nggak suka dengar kamu menginap bersama pacarmu di hotel, karena Kakek tahu laki-laki dan perempuan yang tinggal di kamar yang sama bukan karena mereka mau berdoa bersama. Tapi meskipun marah dan kecewa dengan pilihan-pilihan hidup yang kamu buat, Kakek masih mencoba maklum kalau kamu melakukannya dengan pacar kamu. Tapi kalau kamu sekarang nggak mau mengakui dia sebagai pacar kamu karena nggak mau terikat komitmen, Kakek nggak tahu harus bilang apalagi. Kamu masih terlalu muda untuk kehidupan bebas, Sayang. Dan kehidupan bebas yang berganti pasangan segampang berganti baju itu sebenarnya nggak bisa dibenarkan. Lihat dari segi mana pun, nggak ada positifnya."

Wejangan itu tidak ditujukan untukku, tapi aku tetap merasa tersentil. Si bocah sinting yang dinasihati hanya melengos dan bersedekap.

"Kakek sudah gagal mendidik dan membesarkanmu. Papa-Mama kamu pasti sedih karena anak yang mereka titipkan pada Kakek nggak bisa Kakek urus dengan baik. Kakek nggak merasa nggak berguna."

"Kakek nggak gagal mendidik aku," si bocah keras kepala itu sedikit melunak. "Aku tahu kok batas baik dan buruk. Aku hanya nggak suka semua peraturan yang Kakek tetapkan untuk aku. Terlalu banyak peraturan. Aku nggak suka diikutin sama Pak Izhar dan Pak Hassan ke mana-mana. Teman-temanku nggak ada yang dikawal-kawal kayak aku."

"Teman-temanmu bukan cucu kakek," bantah Pak Jenderal cepat. "Orangtua mereka masih hidup sehingga bisa mengawasi dan ngasih nasihat. Kakek nggak punya cukup waktu untuk mengikuti semua tahap perkembangan kamu, karena itu Kakek harus dibantu orang lain."

"Sekarang aku sudah besar, Kek. Aku sudah bisa mengurus diri sendiri."

"Bisa mengurus diri sendiri itu tidak sama dengan bisa bertanggung jawab untuk semua konsekuensi perbuatan yang kamu lakukan, Sayang. Orang yang bertanggung jawab itu tahu skala prioritas hidup mereka. Mereka tidak meninggalkan kuliah seenaknya hanya untuk mengejar-ngejar artis Korea dan berhalusinasi menjadikan dia sebagai suami. Yang kamu lakukan dengan pergi dan sekamar sama pacar kamu di luar negeri itu juga bukan tindakan bertanggung jawab. Bagaimana kalau kamu hamil?"

Karma RakhaWhere stories live. Discover now