14. Siapa Cael?

28 11 5
                                    

Apa ku bilang, semua terlalu lancar untukku sampai-sampai terasa mengganjal.

Mendapati bahwa aku punya kemampuan membuat iblis jadi kebal terhadap matahari, otomatis membuatku jadi 'orang yang paling di inginkan' oleh Sang Villain; Kibutsuji Muzan.

Yah, aku emang udah bertekad akan menghadapinya suatu saat nanti demi mewujudkan dunia yang aman dan damai, tapi....

GAK HARUS JADI INCARANNYA JUGA KALEEEE!!!!

Aku aja bahkan belum tahu cara menggunakan kemampuan Callipa dengan benar sampai sekarang. Kalau suatu hari Muzan datang, apa aku bisa mengandalkan insting 'alam bawah sadar'ku lagi? Kemampuan yang tak bisa ku kontrol sendiri, bisa-bisa jadi boomerang untukku. Dalam kondisi seperti itu, aku tak mampu membedakan mana kawan dan mana lawan. Kesadaranku sangat rentan hingga cukup untuk di salahgunakan oleh yang lebih kuat. Kalau sudah begitu, aku tak punya pilihan selain melukai orang yang tak berdosa lagi.

"Hhaaah...!! Belum apa-apa, aku sudah frustasi duluan." aku bergumam pelan pada diriku sendiri.

"Kau sudah seperti sedang memikul beban dunia."

"Yah, itu memang benar---huh?!"

Alamak!
Aku lupa kalau ada Mui. Sekarang, kan, kami sedang menuju ke mansionnya. Aku sontak berhenti berjalan dan mendangakkan kepalaku untuk bertemu pandang dengan Mui di hadapanku.

Entah sejak kapan dia berpindah ke depanku.

"O-oh, ada apa, Mui?"

Iya, kenapa menatapku dengan sinis begitu?

"Berpikir untuk membiarkanmu tinggal di mansionku, seperti sedang membawa masuk seekor anjing gila. Kapanpun aku harus siap dengan segala kekacauan yang membuatku repot untuk membersihkan bekas kekacauan itu. Begitulah yang sedang ku pikirkan."

"Heeeh?! A-a-anjing..... gila?!"

"Sudahlah." dia lanjut melengos pergi begitu saja setelah sukses membuatku speechless.

Astaga!
Yang kacau itu bukan aku, tapi kepribadianmu, tahu! Untung sayang, jadi ku maafkan. Kembali ke pasal 1 seorang fangirl.

"Omong-omong...." Mui berhenti dan kembali berbalik ke arahku setelah berjalan beberapa langkah.

Oke, dia pasti akan menghinaku lagi, jadi persiapkanlah hatimu, wahai fangirl!

"Siapa Cael?"

Huh?!

"Kenapa kau bertanya soal itu? Tidak, bagaimana kau bisa tahu nama Cael?"

"Kau yang menyebutkannya, saat dalam kekacauan."

Aku melakukan itu? Tapi kenapa tiba-tiba aku menyebut nama Cael?

"Kau memanggilku.... Cael."

"HEEHHH?!! I-ITU GAK MUNGKIN! AKU MANA MUNGKIN MEMANGGIL ORANG LAIN 'CAEL' SELAIN---"

Oh, aku nyaris keceplosan!

"Selain?" Mui menelengkan kepalanya ke satu sisi.

"Bu-bukan apa-apa. Mui, kok, jadi kepo gini, sih! Kayak bukan Mui banget, haha!" aku menggunakan jurus pamungkas yang di ajarkan turun temurun dari setiap generasi muda di dunia asalku, yaitu jurus ngeles.

"Yah, itu memang bukan urusanku, tapi...."

"Tapi?"

"Bukan apa-apa."

Eeehhh?! Sekarang dia malah membalasku.

MUIIIIIIII!!!!!
Ya ampun, sekali lagi ingat pasal 1 seorang fangirl!

Yah, begitulah perjalanan kami di lanjutkan. Atau lebih tepatnya, perang dingin ini berlanjut selama sisa perjalanan.

Benar-benar tak ada percakapan. Bahkan aku serasa udah beneran jadi anjing gila yang mengikutinya aja dari belakang.

Tapi melihat punggung kecil itu dengan leluasa begini, aku jadi bisa lebih banyak berpikir tentangnya. Backstory-nya yang kelam hingga bisa memicu trauma yang membuatnya melupakan seluruh kisahnya itu. Andai aku datang ke dunia ini lebih cepat, mungkin aku bisa menyelamatkan masa kecilnya. Di umur Mui yang sekarang, daripada memegang pedang, bukankah akan lebih baik jika dia memegang masa depan yang lebih cerah bersama keluarganya?

Yah, sudah terlambat untuk menyayangkan hal itu. Mui sudah sampai sejauh ini melampiaskan amarah dalam dirinya meski tanpa memori tentang keluarganya. Jadi yang bisa ku lakukan sekarang adalah membuat masa depan cerah yang baru untuknya meski tanpa mereka.

"Aku akan melindungi Mui!" tekadku.

Sepertinya yang ku ucapkan tadi langsung sampai padanya karena tiba-tiba dia berhenti. Aku pun ikut berhenti. Ku pikir dia tak akan mendengarnya karena jarak kami cukup jauh.

"Kau itu...." dia tak berbalik, hanya menoleh dan melihatku dari sudut matanya. "Suka sekali melindungi orang, yah? Apa itu semacam hobby? Atau permainan 'mengambil hati orang'?"

Hhaahh... lagi-lagi kena cibiran pedasnya! Tahan, Calli, tahan! Ingat, pasal 1, pasal 1!

"Mui boleh anggap begitu, atau yang mana aja, terserah! Lagipula, aku udah terlanjur punya julukan norak seperti 'Dewi Penyelamat', jadi sekalian aja ku manfaatkan. Sebagai Dewi Penyelamat, bukankah memang sudah tugasku untuk melindungi orang-orang?"

Hm?
Mui tak bereaksi. Tapi ia juga tak bergerak. Hanya ada hening sampai beberapa waktu ke depan. Saking heningnya, bahkan suara gesekan ranting pohon yang bergoyang tertiup angin pun bisa terdengar.

Apa yang dia pikirkan? Setidaknya katakan sesuatu yang pedas atau katai saja aku gila seperti biasa. Aku tak suka keheningan yang suram ini.

"M-Mui....?"

Akhirnya ku putuskan bersuara lebih dulu.

"Kau...."

"Ya?"

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

"Huh? Apa.... maksudmu?"

Mui akhirnya berbalik menghadapku, "aku selalu ingin mengatakan ini tapi ku tahan karena aku juga tak yakin. Tentang Cael yang kau sebut sebelumnya, aku merasa tak asing dengan nama itu. Lalu yang kau katakan barusan juga, aku seperti pernah mendengarnya di suatu tempat. Semakin aku mencoba mengingatnya, aku merasa ada yang sakit di dadaku. Lalu sesuatu muncul di kepalaku, seperti sebuah potongan ingatan yang tak jelas darimana asalnya. Aku bahkan tak yakin apa itu ingatanku atau bukan."

"Ingatan seperti apa?"

"Siluet seorang wanita dengan pakaian yang aneh namun terlihat elegan dan berwibawa."

Deg!
Seketika jantungku bereaksi tak wajar begitu mendengar deskripsi Callipa yang keluar dari mulut Mui. Tidak, sebenarnya bagaimana dia bisa memiliki ingatan itu?

"Dia berdiri di suatu halaman luas dengan reruntuhan bangunan di sekitarnya. Meski begitu, auranya terasa mencekam tapi juga menyedihkan. Apa kau tahu sesuatu soal itu?"

Benar. Itu jelas-jelas adalah kejadian yang ku lihat dalam mimpiku yang pertama tentang Callipa.

Apa ini?
Kenapa Mui....?

"Mui, bagaimana kau bisa menenangkanku sebelumnya?"

"Entahlah. Tubuhku bergerak begitu saja. Aku bahkan berpikir untuk mengeluarkan pedangku, tapi... yang keluar dariku hanya kalimat yang seperti bukan di katakan olehku. Saat itulah kau memanggilku 'Cael'."

Apa aku yang salah, yah?
Selama ini aku mengira Cael adalah Tanjiro sebagaimana dia adalah tokoh utama yang akan jadi penyelamat dunia ini. Tapi Tanjiro juga pernah secara tak sadar memanggilku 'Callipa', kan? Sedangkan yang tahu bahwa aku adalah Callipa, hanyalah orang yang jiwanya bereinkarnasi dari kehidupan Callipa.

Tapi baik Tanjiro dan Mui, sama-sama menunjukkan tanda bahwa mereka adalah Cael.

Jadi,

"Jadi---"

siapa Cael sebenarnya?

"siapa kau sebenarnya?"

Begitulah, pertanyaan Mui terdengar beriringan dengan pertanyaan dalam benakku. Yang sama-sama sedang mencari kebenarannya.

When The Sun Goes Down (DEMON SLAYER FANFIC)Where stories live. Discover now