Part 8 - Dendam Tak Terbalaskan

272 18 0
                                    

Dyar dyar..

Suara seorang wanita tua menendang nendang pintu kamar tamu rumah kami, dan menyebut nama orang tua bapak, Mbah Darso yang sudah meninggal 1 tahun lalu.

"Darso asu ndang metu, Darso asu ndang metu." teriak wanita tadi marah marah dengan bahasa jawa

Dyar dyar...

Wanita tadi masih mencoba menendang lewat pintu belakang, usianya kira kira 71 tahun, namanya mbah Parmi

"Darso koe delik ning ndi? Darso koe delik ngendi? Tak bakar sirahmu." kata mbah Parmi.

Mbak Triman dan Pak Triman yang kebetulan menjadi pembantu rumah tangga di tempat kami segera bergegas menutup jendela dan pintu pintu rumah kami, saya yang ketakutan berada di belakang mbak Triman di kamar tamu, sementara mas Eka menemani pak Triman di rumah belakang, memastikan bagian belakang terkunci.

"Darso Darso.. Utang Nyawa Dibales Nyawa koe kudu mati." teriak keras mbah Parmi yang kembali mencoba masuk dari jendela kamar tamu.

Mbak Triman pun kaget menengok jendela kamar tamu sisi selatan, lupa dikunci dan agak terbuka.

Saat mbak Triman hendak mengunci, mbah Parmin berhasil meloncat dan masuk kamar tamu kami.

"Astagfirulloh Aladzim." teriak mbak Triman kaget melihat mbab Parmin masuk lewat jendela

"Mbak aku takut mbak aku takut." kataku waktu itu

Mbah Parmin pun menghampiri kami dengan wajah melotot, dan sangat marah, tampak ingin membunuh seseorang dengan wajah penuh dendam.

"Darso ndi?" Darso ndi?" tanya mbah Parmin ke mbak Triman sambil mengeluarkan keris.

"Mbah Darso wis meninggal tahun lalu, balik.o omahmu, ojo ganggu neh." jawab mbak Triman saat itu.

Tak terima mbah Darso sudah meninggal, mbah Parmin mengambil vas bunga di kamar tamu kami dan membantingnya di lantai kamar tamu.

"Asuuuuuuuuu Darso koe kok wis mati, kudune aku sing mati ne koeeeee." teriak mbah Parmin marah seperti orang gila

"Pak Triman, Pak Triman cepet reneo to Pak." teriak mbak Triman ketakutan, memanggil suaminya pak Triman.

Pak Triman yang mendengar suara tadi, bergegas berlari bersama mas Eka menuju kamar tamu.

Mbah Parmin yang marah tak karuan, tiba tiba memegang leher saya dengan mata penuh dendam.

"Nyowo dituker nyowo, bojoku wis mati mergo darso, anak putune kudu mati pisan." teriak mbah Parmin ke mbak Triman, sambil memegang keris di tangan kanan nya, dan leher saya di tangan kiri nya.

Mbak Triman pun ketakutan saat itu, Pak Triman yang muncul dari kamar belakang, membawahi besi linggis. Tanpa segan segan linggis tadi dipukulkannya keris lengan tangan kanan mbah Parmin.

"Ndlogok koe Min, ojo ganggu dek Anan." pisuh pak Triman

"Asuuu loro tanganku, tak bakar sirahmu Man." ancam mbah Parmin yang kesakitan tangan kanannya dipukul linggis pak Triman

"Coba bakaren? Ga bakal isoh." jawab pak Triman sambil memberi bogem mentah ke mbah Parmin

Mbah Parmin pun jatuh, kerisnya terlempar. Mas Eka segera mengambil dan mengamankan keris tadi, sementara mbak Triman bergegas memeluk saya yang ketakutan beberapa menit dicekik mbah Parmin dengan tangan kirinya.

Pak Triman pun bergegas menarik badan mbah Parmin dan melempar badannya keluar rumah kami.

"Pergi sana, neg ora nasibmu bakal ngene iki." gertak pak Triman ke Mbah Parmin sambil menancapkan keris mbah Parmin kedalam perkusi pintu kamar tamu.

Mbah Parmin yang ketakutan melihat pak Triman menggertak dengan menancapkan keris ke pintu, lari kencang ke luar rumah, dan pergi entah kemana.

"Mbak aku takut." saya menangis mengingat kejadian tadi.

"Gapapa dek, orangnya sudah pergi." kata mbak Triman

Beberapa saat kemudian ada seorang bapak bapak tua, jenggotnya panjang, kelihatan islamis bernama mbah Tarjo datang ke rumah kami, usia nya kira kira 65 tahun.

"Assalamu'alaikum" kata mbah Tarjo

"Waalaikumsallam." jawab Pak Trimam

"Kulo Mbah Tarjo mas adik.nya mbah Parmin yang barusan ngamuk ngamuk disini." perkenalan mbah Tarjo ke kami

"Ada apa nggih mbah?" tanya pak Triman ke mbah Tarjo

Kemudian mbah Tarjo pun menjelaskan ke kami, bahwa mbah Parmin ditinggal meninggal suaminya karena ajaran kejawen dari mbah Darso

"Dulu suaminya mbah Parmin, itu jilat kakinya mbah Darso kakung mbak mas, saat pulang badannya kejang, kemudian meninggal, itu yang membuah mbah Parmin shok tidak bisa menerima sampai sekarang." kata mbah Tarjo kepada kami.

"Loh, buat apa itu mbah Tarjo?" tanya mbak Triman ke mbah Tarjo

"Ilmu kesaktian mbak, tolak segala bala katanya dulu, supaya terbebas dari santet dan segala ilmu hitam." jawab mbah Tarjo

"Ngapunten nggih mbah Parmin kakung saat itu sedang dalam masalah apa nggih?" tanya pak Triman

"Beberapa orang dalam keraton tidak suka dengan mbah Parmin kakung, banyak percobaan kejawen ilmu hitam yang diarahkan kepada mbah Parmin kakung." jawab mbah Tarjo kembali

Mbak Triman dan Pak Triman yang penasaran bertanya kembali beberapa hal.

"Terus menjilat kaki mbah kung darso karena paksaan atau bagaimana?" tanya mbak Triman

"Sama sekali tidak mbak, atas dasar kemauan mbah Parmin sendiri, karena mengetahui mbah Darso tidak ada niatan buruk ke yang lain, tapi keilmuaan mbah Parmin saat itu tidak kuat, sehingga badannya tak mampu menahan ilmu itu." jawab mbah Tarjo

Mbah Tarjo pun bercerita dia dulu sempat menjadi murid mbah Darso kakung juga, tapi saat itu dia sudah bertobat, serta shalat rutin di masjid.

Terakhir mbah Tarjo bercerita tentang mbah Darso kakung.

"Beliau pendiam, orangnya baik, tapi saya tidak paham dengan ilmu kejawen yang beliau pelajari. Banyak orang dalam keraton yang bercerita, akan banyak bahaya menimpa anak keturunan beliau karena ilmu ilmu tadi." tutup mbah Tarjo

Rumah Keraton Mataram [ TAMAT ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora