Kementerian III

178 33 6
                                    

Selamat membaca~

——————————

"Hasil Tes Kesiapan Pernikahan gelombang satu diumumkan hari ini. Terdapat setidaknya lima puluh lima persen masyarakat muda yang melakukan tes di gelombang pertama dinyatakan siap menikah."

Suara penyiar berita di televisi menggema di seisi ruangan, membuat James dan Carl yang menyaksikan siaran itu berdecak kagum. "Aku tidak menyangka jika cukup banyak para pemuda yang enggan menikah ternyata sudah siap menikah," komentar James, ia kemudian menengok ke belakang, tepat di mana kubikel Anne berada. "Aku penasaran seberapa akurat tes itu."

"Tentu saja sangat akurat," sahut Carl. "Pemerintah memiliki peneliti terbaik mereka, belum lagi mereka juga menggandeng peneliti terbaik yang kita punya. Bukankah Professor Romanoff, ahli statistika dan juga professor statistik universitas kita ikut dilibatkan?"

James kembali berdecak kagum. "Aku tidak akan menyangkal kemampuan Professor Romanoff," Carl mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. "Sekarang aku berani berkata jika tes ini sangat akurat," James kemudian menengok untuk melihat Flo yang nampak sibuk dengan komputernya. "Tapi apa yang membuatmu dinyatakan tidak siap menikah, Florence? Kau nampak mengerjakan tes kesiapan pernikahan itu dengan serius."

Flo memutar mata jengah. "Tidak semua hal yang dikerjakan sungguh-sungguh bisa mendapat hasil yang maksimal," jawab Flo. "Lagipula itu adalah psikotes, tidak ada jawaban benar atau salah. Jadi, belum tentu aku mengerjakan dengan serius akan mendapatkan hasil siap menikah. Bukankah kau juga seorang psikolog? Untuk apa aku menjelaskan hal ini?"

James menghela napas pelan, namun tidak membantah. "Bagaimana denganmu, Anne? Apa kau akan melanjutkan ke tahap selanjutnya?"

"Tentu saja dia tidak melanjutkan ke tahap selanjutnya," Flo menjawab—seolah sedang mewakili Anne. "Orang gila mana yang mau menjadikan pemerintah sebagai panduan mereka dalam mencari pasangan?"

"Sejujurnya mereka tidak seburuk itu, Florence," ujar Carl. "Aku akui presiden kita yang sekarang tidak memiliki begitu banyak celah, hanya ada beberapa kebijakan yang aneh, namun bukan berarti dia buruk."

Flo menatap Carl galak. "Kau kini seorang anggota partai?"

"Berbicara fakta bukan berarti membuat aku menjadi bagian dari mereka," jawab Carl santai. "Lagipula apa masalahmu, Florence? Bukankah James bertanya kepada Anne? Kenapa kau menjawab seolah kau mewakili Anne?"

"Karena aku tahu Anne tidak akan melanjutkan program gila ini," jawab Flo dengan galak, ia menatap Anne yang masih sibuk dengan layar komputernya. "Bukan begitu, Anne?"

Anne menghela napas pelan. "Aku tidak tahu," jawab Anne. "Tapi sejujurnya aku lebih berat untuk tidak melanjutkan ke tahap selanjutnya. Jadi, ya, aku tidak akan menikah dalam waktu dekat dan kalian bisa kembali bekerja."

"Kau melewatkan kesempatam baik," komentar Carl. "Karena bisa saja kau mendapatkan tangkapan yang besar."

Anne memutar mata jengah. "Aku tidak sedang memancing, Carl."

"Oh, lucu sekali," komentar Carl sinis. "Tapi, serius, Anne. Kau bisa mendapatkan top tier pria yang hidup di negara ini jika kau melanjutkan ke tahap selanjutnya."

"Kau terdengar seperti promotor program pernikahan paksa ini, Carl." sahut Flo.

"Astaga, mari hentikan omong kosong ini dan kembali bekerja," ujar James yang sudah jengah dengan perdebatan mereka. "Membicarakan masalah ini tidak membuat kita kaya."

Anne tersenyum. "Aku setuju."

Flo dan Carl sama-sama mendengus kesal sebelum kembali ke kubikel mereka, sementara Anne kembali bekerja. Anne memang sudah memutuskan untuk tidak pergi ke tahap selanjutnya meski ia dinyatakan siap menikah. Anne tidak mau 'dijodohkan' pemerintah meski ia sendiri merasa lelah dengan pencarian pasangan yang sudah ia lakukan sejak ia berusia dua puluh lima, namun tidak, Anne tidak mau menyerahkan pilihan hidupnya di tangan pemerintah.

The Minister and Iजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें