Kementerian II

209 40 20
                                    

Selamat membaca~

————————————

"Aku pasti sudah gila."

Anne yang duduk di samping Flo hanya melirik wanita yang sejak mereka duduk di ruang tunggu rumah sakit sudah menggerutu panjang. "Kau sudah mengatakan itu hampir lima puluh kali sejak lima belas menit yang lalu." komentar Anne.

"Karena aku pasti sudah benar-benar gila, Anne," jawab Flo frustrasi. "Apa kau lihat aku? Aku duduk di sini, menunggu antrean bersama anak-anak muda yang lain untuk diperiksa apakah aku organ reproduksiku siap untuk hamil dan melahirkan anak agar tahu aku siap menikah atau tidak," cecar Flo. "Kau tahu itu adalah hal gila karena seharusnya hanya aku yang berhak menentukan hal-hal itu."

"Tapi kau menyelesaikan survey kesiapan pernikahan dengan sangat serius kemarin." sahut Anne mengingat Flo yang memang mengerjakan Tes Kesiapan Pernikahan yang diselanggarakan secara daring dengan serius kemarin.

"Bukankah kita tidak boleh memalsukan sebuah tes?" tanya Flo. "Kita didoktrin seperti itu, Professor Hausmann."

Anne tertawa kecil. "Maka bersiaplah untuk menikah dengan orang pilihan pemerintah."

"Tidak semua hal yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan mendapatkan hasil yang maksimal," ujar Flo. "Kau sudah cukup dewasa untuk memahami hal itu, bukan?"

Anne mengangguk dengan senyum geli. Saat ini mereka memang sedang berada di rumah sakit pusat untuk memeriksa kondisi kesahatan mereka yang menjadi salah satu tes kesiapan pernikahan. Sama dengan Flo, sebenarnya Anne sendiri merasa keberatan dengan peraturan konyol yang dibuat pemerintah ini. Lagi pula memangnya tidak ad acara lain untuk mengatasi depopulasi? Memang minat menikah generasi muda di negaranya sangat rendah, namun menurut Anne cara-cara seperti ini sungguh tidak manusiawi.

Anne yang semula menatap orang-orang yang berlalu-lalang, kini menatap Flo yang baru saja menyikut dirinya. "Apa masalahmu, Florence?"

"Menteri Pemuda kita," jawab Flo yang membuat Anne mengikuti pandangan matanya. "Marshall Rowwen."

Anne menatap Flo yang matanya berbinar—kagum. "Dia juga mengikuti program ini?"

"Dia masih bujangan dan saat ini belum terdeteksi dekat dengan wanita mana pun, lagipula sebagai warga negara yang baik, tentu saja dia ikut, terlebih dia seorang menteri." Flo menatap Anne dengan pandangan skeptis. "Kau mengenal Menteri Pemuda kita, bukan?"

Anne mengangguk tidak yakin. "Dia sering muncul di televisi dan koran-koran, tentu saja aku tahu," jawab Anne. "Tapi, untuk apa dia mengikuti program ini?"

"Tentu saja untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara, sama seperti kita saat ini," Anne mengernyitkan keningnya. "Lagi pula memangnya ada yang mau di penjara hanya karena tidak mau mengikuti tes kesiapan pernikahan ini?"

"Maksudku bukankah dia dari keluarga terpandang?" Flo membenarkan. "Dia juga memiliki latar belakang pendidikan yang bagus dan karir yang menjanjikan. Mengapa dia mau menjalani program busuk seperti ini yang membuatnya bisa saja mendapatkan pasangan yang tidak sepadan?"

"Bukankah pemerintah sudah menjanjikan akan memilihkan pasangan yang terbaik untuk para pemuda? Yang sesuai kriteria kita?"

Anne mengernyitkan keningnya. "Lima menit yang lalu kau memaki-maki pemerintah karena memaksamu duduk di bangku ini dan ikut mengantre dengan yang lain untuk melakukan pemeriksaan kesehatan namun apa yang baru saja aku dengar sangat berbanding," Anne menatap Flo penuh selidik. "Sebenarnya kau merasa senang karena pemerintah mengadakan program ini, bukan?"

The Minister and IWhere stories live. Discover now