Chapter 3: The Piece of Truth

3.6K 359 3
                                    

🍀

Arthur menatap bulan terang dari balkon kamarnya. Kebiasaan yang selalu ia lakukan saat pikirannya berkecamuk sejak ia masih menjadi Eric.

Setelah menenangkan Alvian yang menangis, Alvian sekarang tengah tertidur lelap di ranjang Arthur. Arthur memanfaatkan hal tersebut untuk pergi ke balkon sambil menenangkan pikirannya yang berantakan.

Selama pingsan, Arthur menyadari bahwa ia mendapatkan semua kilas balik kenangan yang dialami oleh Arthur asli. Ia hanya dapat menghela napas, menyadari bahwa kehidupan Arthur ternyata tidak sesantai dan seindah yang ia pikirkan. Ia berpikir setidaknya Arthur memiliki anak-anak yang bahkan masih menyayanginya walaupun ia tidak memedulikan mereka.

Setidaknya, Arthur tidak kesepian dan tidak memiliki beban berat sepertinya. Namun ternyata apa yang ia pikirkan semuanya salah. Dibalik wajah datarnya terdapat banyak luka dan lara yang selama ini ditanggung oleh bapak 2 anak tersebut.

Hanya dengan menatap wajah Alvian saja, dada Arthur terasa sesak. Ia membayangkan semua hal yang terjadi dan mulai mengerti mengapa Arthur asli berbuat sedemikian rupa kepada kedua anaknya. Namun, mereka jelas tidak memiliki andil atas luka dan lara yang selama ini ia terima. 

Saat itu, mereka masih terlalu belia untuk menerima kenyataan bahwa ibunya telah meninggalkan mereka. Ia menyadari bahwa sampai kapanpun luka tersebut tidak akan pernah sembuh.

 Ia menyadari bahwa sampai kapanpun luka tersebut tidak akan pernah sembuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🍀🍀🍀

Julian berusia 5 tahun dan Alvian berusia 1 tahun saat istrinya, Siera Smith mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpangi Siera mengalami kecelakaan hingga naas mobil tersebut jatuh ke jurang. Arthur yang saat itu sedang berada dalam pertemuan kemudian bergegas ke rumah sakit setelah dihubungi oleh pihak kepolisian. Sayang saat Arthur sampai disana, Siera telah dinyatakan meninggal.

Masih teringat jelas, bau khas rumah sakit, bunyi orang berlalu lalang dan tangisan keluarga serta kerabat yang berada disana. Arthur meningat jelas tangisan keras anak sulungnya sambil mencoba untuk memeluk ibunya yang sudah mendingin. Tangisan anak bungsunya yang berada digendongan sang nenek seolah-olah mengerti bahwa ia telah ditinggalkan oleh sang terkasih masih menjadi mimpi buruk bahkan setelah waktu berlalu.

Lambat laun Arthur mulai mencurigai adanya kejanggalan dalam kasus kematian sang istri. Sambil mengurus kedua anaknya yang masih belia, diam-diam Arthur mencari bukti-bukti terkait meninggalnya sang istri.

Hari dimana ia mengetahui segala kebenaran yang tersembunyi merupakan hari paling menyakitkan bagi Arthur. Dadanya sesak, hatinya perih, kalau bukan karena kedua putranya dapat Arthur jamin bahwa ia akan mengalami mati rasa. Ia tidak pernah menyangka betapa teganya mereka melakukan ini kepadanya.

Arthur bertanya-tanya apa sebenarnya salah dirinya. Ia memberikan segala hal yang ia miliki. Namun Arthur tidak bisa berbuat apa-apa, yang bisa ia lakukan adalah dengan menutupi segala hal yang terjadi demi menjaga dan mempertahankan keluarga kecilnya.

Arthur hanya diam bahkan setelah semua orang beranggapan bahwa ia merupakan alasan dibalik kematian sang istri. Arthur hanya diam bahkan saat orang-orang mencerca dirinya karena tidak ingin proses penyelidikan kasus sang istri terus berlanjut. Arthur hanya diam bahkan saat segala macam pembalasan dendam dan cacian dilayangkan padanya.

Bagaimanapun, Arthur memiliki janji yang masih harus ia tepati.

Bagaimanapun, Arthur memiliki janji yang masih harus ia tepati

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🍀

Sebuah mobil berhenti di depan gedung putih bertuliskan 'Rumah Sakit Jiwa Tirtabrata'. Seorang pria paruh baya berjalan ke arah satu ruangan yang telah ia hapal di luar kepala. Seorang perawat yang mengenalnya langsung menyapanya. 

"Bagaimana keadaannya?" ucap pria tersebut. Sang perawat membalas "Akhir-akhir ini keadaannya cukup stabil, selain beberapa kali berteriak di tengah malam."

Arthur yang merupakan pria paruh baya tersebut hanya mampu memandangnya dari jauh, tersirat kesedihan dan luka pada matanya. "Tuan tidak ingin kesana bertemu dengannya?" tanya sang perawat. Arthur hanya menggelengkan kepala sambil menyerahkan barang yang ia bawa kepada sang perawat "Saya hanya ingin menitipkan ini." lanjutnya.

"Sekitar satu minggu yang lalu tuan Dirgantara mampir dan menanyakan apakah tuan pernah datang kesini. Saya hanya menjawab tidak, sesuai dengan instruksi tuan sebelumnya." Ucap sang perawat lagi. Terlintas sedikit perasaan terkejut namun Arthur kembali menormalkan raut wajahnya kemudian mengangguk dan berpamitan kepada sang perawat.

Perawat menatap punggung Arthur dengan kesedihan. Ia merupakan salah satu orang yang mengetahui sebagian cerita yang Arthur alami. Bahkan setelah bertahun-tahun berlalu, punggung tegap tersebut masih menampilkan banyak duka dan luka.

Arthur menuruni tangga satu persatu dan menuju ke ruang makan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Arthur menuruni tangga satu persatu dan menuju ke ruang makan. "Selamat pagi, yah." sambut Alvian dengan senyum cerahnya. "Selamat pagi, sayang." balas Arthur sambil mengelus rambut sang anak. Alvian yang mendapat balasan dari sang ayah langsung tersenyum semakin cerah.

Arthur yang melihat itu merasa sangat senang. Dalam hati ia berjanji untuk terus berusaha menjaga senyum manis itu. Ia menyadari bahwa kehidupan ini merupakan berkah karena ia dapat dipertemukan oleh sang anak.

Walaupun dikehidupan sebelumnya, Arthur tidak memiliki pengalaman berhubungan dengan anak-anak. Namun, Arthur merasa sangat bersyukur dengan kesempatan yang telah diberikan kepadanya.

Mulai sekarang, seperti keinginannya sebelumnya ia akan hidup sesuai dengan keinginannya. Karena ia tidak lagi sendirian.

'Arthur, beristirahatlah dengan tenang. Akan kujaga mereka dengan segenap jiwa dan ragaku.'

~To Be Continued~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~To Be Continued~

the heart of a fatherWhere stories live. Discover now