"Kamu mau makan apa?" tanya Devan semangat. Mendengar Runa ingin makan, tentu saja membuatnya senang. Beberapa hari terakhir ia cukup khawatir dengan kondisi kesehatan Runa. Seharusnya dua hari lalu ia membawa Runa ke rumah sakit untuk periksa, tapi ternyata ia tidak bisa karena ada beberapa pekerjaan penting yang harus segera ia selesaikan. Runa juga meyakinkan dirinya kalau kondisinya tidak perlu sampai dibawa ke rumah sakit.

"Aku mau makan gurame sama cumi."

"Oke," sahut Devan. Kemudian ia mengangkat tangannya, memanggil pelayan yang sedang berdiri di dekat meja kasir. Begitu pelayan berjalan mendekat, ia mulai menyebutkan pesanannya.

"Aku mau tambah minum lagi, Mas," ucap Runa saat sadar minuman yang tadi ia pesan sudah tersisa sedikit.

"Mau minum apa?"

"Lemon tea."

Setelah pelayan menulis dan membacakan ulang semua pesanan mereka, pelayan pergi meninggalkan meja mereka.

"Habis ini kita harus ke rumah sakit. Aku nggak mau ambil resiko kamu muntah lagi kayak kemarin malem."

Runa cemberut. "Iya deh," sahutnya pasrah.

***

Semenjak pulang dari rumah sakit, Devan mendapati Runa tidak berhenti menangis. Terlebih saat Runa mengetahui apa penyebab selalu muntah setiap malam. Dokter mengatakan Runa sedang mengandung. Dan usia kandungannya sudah menginjak bulan kedua.

Di satu sisi Devan kaget, dan di sisi lain ia juga tidak bisa menutupi kebahagiaannya. Begitu melihat Runa menangis, ia malah menjadi kebingungan. Ia tidak tahu alasan Runa yang tiba-tiba menangis tanpa henti. Entah karena Runa merasa bahagia seperti dirinya, atau Runa tidak menginginkan kehamilan ini.

Devan mengusap punggung Runa secara teratur. Ia berusaha menenangkan Runa yang masih nangis sesenggukan di pelukannya.

"Kenapa nggak berhenti nangis?" tanya Devan berbisik pelan.

Runa tidak menjawab pertanyaan Devan. Yang ia lakukan hanya mengeratkan pelukannya di pinggang Devan.

"Kamu nggak senang karena hamil?" tanya Devan dengan suara pelan.

Runa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Terus kenapa?" tanya Devan kebingungungan. "Nanti kamu pusing kalo kebanyakan nangis. Udah ya, jangan nangis terus," lanjutnya membujuk Runa.

"Aku cuma bingung," ucap Runa disela-sela tangisnya. Ia membersit hidungnya yang penuh dengan ingus.

"Bingung kenapa?"

"Aku hamil."

Devan mengerutkan keningnya dalam. Merasa heran dengan jawaban yang keluar dari mulut Runa. "Kamu bingung kenapa bisa hamil?"

Runa melirik Devan kesal. Tangannya langsung bergerak memukul Devan dengan keras. "Aku nggak sebodoh itu!"

"Terus kenapa kamu bingung?"

"Aku...." Runa menarik napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya. "Aku bukannya nggak senang karena hamil. Tapi...."

"Tapi apa?" potong Devan cepat.

"Aku masih kuliah, Mas. Aku masih semester empat. Kadang kelasku sering di lantai atas. Aku sering naik turun tangga setiap hari karena nggak setiap gedung ada lift-nya."

Devan langsung paham dengan kegundahan Runa. Ia bahkan lupa kalau istrinya masih harus menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Dan ia tahu betapa beratnya tugas-tugas yang didapat selama kuliah. Pasti Runa menjadi terbebani mengingat kondisi Runa yang sedang berbadan dua.

Conquered Mr. Gay [Completed]Where stories live. Discover now