Prolog

87.4K 4.4K 129
                                    

"Menurut hasil CT Scan whole abdomen, ginjal sebelah kiri Pak Danang ini bengkak." Dokter laki-laki sudah cukup berumur menunjukkan hasil CT Scan. "Selain bengkak, di ginjal Pak Danang yang sebelah kiri ini ada banyak sekali batunya," tambahnya.

"Tapi saya nggak ngerasain apa-apa, Dok. Bahkan saya nggak pernah ngerasa sakit di perut sama sekali."

"Saat kencing apa pernah merasa sakit, Pak?"

Laki-laki berusia 55 tahun itu sontak menggelengkan kepala saat mendengar pertanyaan dari Dokter dengan name tag Basuki di jasnya. Dokter Basuki merupakan seorang dokter spesialis urologi di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya.

"Kalau dari hasilnya, Pak Danang ini sudah masuk di-grade empat. Itu artinya tingkatan paling tinggi."

"Terus, apa tindakan yang harus diambil, Dok?" tanya seorang perempuan yang dari tadi diam saja. Bukan karena ia tidak peduli dengan kondisi yang baru saja disampaikan oleh sang dokter. Perempuan itu lebih dulu mencerna semua yang kenyataan yang dikatakan oleh dokter di hadapannya. Kenyataan yang terasa cukup pahit saat harus ia dengar secara langsung. Apalagi ini menyangkut kondisi kesehatan Papanya, satu-satunya orang tua yang tersisa dalam hidupnya.

"Lebih baik emang harus dioperasi," ucap Dokter Basuki dengan lugas. "Dari hasilnya, ginjal Pak Danang yang sebelah kanan baik-baik saja."

"Apa nggak berat hidup hanya dengan satu ginjal saja, Dok?"

Dokter Basuki mengulum senyum, mengerti kekhawatiran yang dirasakan oleh pasiennya.

"Apalagi usia Papa saya udah nggak muda lagi. Papa juga ada penyakit hipertensi dan diabetes. Saya khawatir kalau Papa harus menjalani operasi pengangkatan ginjal," ucap perempuan berambut hitam menambahkan pertanyaan Papanya. Perempuan itu adalah Runa. Anak perempuan yang sudah kehilangan Mama dan Kakaknya saat ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Kini tersisa Papa yang sangat berarti dalam hidupnya. Ia tidak mau hal buruk terjadi pada Papanya. Hidupnya pasti hancur saat ia melihat Papanya harus sakit.

Dokter Basuki menjelaskan semua tindakan terbaik yang bisa diambil untuk saat ini. Runa dan Papanya mendengarkan semua penjelasan dengan seksama tanpa menyela sedikitpun. Saat selesai mendengar penjelasan dari Dokter Basuki, barulah Runa melontarkan semua pertanyaan yang sudah bersarang di kepalanya. Banyak hal yang ia tanyakan pada Dokter Basuki terkait operasi pengangkatan ginjal ini.

Saat keluar dari ruang praktik, Dokter Basuki tidak langsung menjadwalkan tindakan operasi pengangkatan ginjal untuk pasiennya. Beliau meminta agar pasiennya memikirkan baik-baik keputusan yang akan diambil sebelum menjelankan operasi besar nantinya.

"Papa masih ragu kalo harus operasi."

Runa yang sedang dibalik kemudi sontak menoleh sekilas ke Papanya. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil, perjalanan kembali ke rumah. "Dokter bilang kan nggak akan ada masalah, Pa. Sebelum operasi, Papa juga akan dites dulu."

"Papa takut kalo nanti nggak bangun lagi selesai dioperasi."

"Pa, jangan berpikiran jelek."

"Kemungkinan itu pasti ada, sayang. Papa nggak mau ninggalin kamu sendirian."

Seketika Runa terdiam. Meski pandangannya fokus pada jalanan di depannya, tapi pikirannya melayang jauh entah kemana.

"Papa nggak mau ninggalin kamu sendirian," ulang Papa lagi.

Runa menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. "Papa nggak akan ninggalin aku. Operasi Papa akan berhasil, dan Papa pasti akan sembuh," ucapnya berusaha berpikir positif. "Papa harus dioperasi dan menjalani semua apa kata dokter," tambahnya.

"Akan Papa pikirin lagi."

Runa menghela napas panjang. Ia tidak bisa memaksa Papanya untuk bisa langsung setuju begitu saja. Apalagi ini bukan merupakan operasi kecil. Dan sepengetahuan Runa, Papanya belum pernah menjalani operasi apapun dalam hidupnya. Pasti ada kekhawatiran tersendiri dalam diri Papanya.

***

Dua hari telah berlalu. Tidak ada omongan apapun membahas soal operasi. Papa juga masih rutin minum obat yang diberikan oleh dokter spesialis penyakit dalam. Sebelum dirujuk ke dokter spesialis urologi, Papa memang rutin berobat ke dokter penyakit dalam. Saat hasil kreatinin Papa cukup tinggi, barulah saat itu Papa dirujuk untuk menemui dokter spesialis urologi.

Selesai makan malam bersama dengan Papanya, Runa membantu Mbok Darmi membereskan piring kotor untuk dibawa ke bak cuci piring. Mbok Darmi adalah asisten rumah tangga yang sudah ikut keluarganya sejak kecil. Bahkan bisa dibilang masih ada hubungan keluarga antara Papanya dengan Mbok Darmi, meski hubungan keluarga yang sangat jauh.

"Runa," panggil Papa saat melihat anaknya hendak menaiki anak tangga.

Runa menoleh. Lalu ia menghampiri dan ikut duduk di sebelah Papanya. Kondisi TV menyala, tapi dengan suara rendah. "Ada apa, Pa?"

"Papa udah pikirin semuanya."

"Pikirin apa? Soal operasi?" tanya Runa langsung.

Papa mengangguk samar.

"Papa mau kan dioperasi?" tanya Runa penuh harap.

Papa diam sebentar. "Papa Mau dioperasi." Jedak sejenak, sebelum akhirnya Papa kembali melanjutkan. "Tapi sebelum operasi, Papa mau lihat kamu menikah sama laki-laki pilihan Papa."

Mata Runa terbelalak dengan lebar. "Nikah? Aku nikah?" tanyanya tak percaya. "Aku baru masuk kuliah, Pa. Masa udah disuruh nikah?"

"Kalo nanti operasi Papa gagal, biar kamu nggak sendirian," sahut Papa dengan wajah sendu. 

Runa mengusap wajahnya frustrasi. "Pa, aku lagi nggak punya pacar. Papa tau sendiri kan setahun yang lalu aku baru putus dari Egar."

"Kamu nikah bukan sama Egar," sela Papa. "Kamu nanti nikah sama anak teman Papa, namanya Devan."

"Aku kan nggak kenal, Pa."

"Nggak papa. Orang jaman dulu juga banyak yang nikah tanpa saling kenal, tapi pernikahannya bisa awet."

"Aku beneran harus nikah?" tanya Runa lagi.

Papa mengangguk tegas. "Papa udah kenal baik dengan keluarga Devan. Ayah Devan itu teman baik Papa sejak SMP. Jadi, Papa yakin Devan laki-laki yang terbaik buat kamu."

Runa nampak berpikir sejenak, tidak langsung setuju dengan permintaan Papanya. Baru beberapa bulan yang lalu ia berhasil masuk ke universitas yang menjadi impiannya sejak lama. Bahkan ia sudah membayangkan bisa merasakan romansa di bangku perkuliahan. Begitu mendengar kata menikah, jujur saja ia sangat bingung. Rasanya ia belum siap untuk menjalani pernikahan di usianya yang saat ini.

"Gimana, sayang?" tanya Papa dengan lembut.

Runa menarik napas panjang, lalu menghembuskannya keras. Tatapan matanya tidak lepas dari Papa sedikitpun. "Kalo aku nikah, Papa beneran mau dioperasi kan?"

Dengan cepat Papa menganggukkan kepalanya.

"Oke, aku mau nikah," ucap Runa akhirnya. "Asal Papa harus mau dioperasi dan menjalani perawatan sampe sembuh," lanjutnya.

Papa menyunggingkan senyum senang. "Iya."

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Alohaaaa... ini ada cerita baru sebelum cerita Knock, Knock! selesai. Semoga sesuai ya sama selera bacaan kalian.

Seperti biasa. Jangan terlalu berharap konflik yang menguras pikiran dan perasaan. Kalo tau-tau mereka udah bucin, yaudah nikmatin aja. Wkwkwk...

Oh ya, untuk masalah operasi pengangkatan ginjal ini berdasarkan pengalaman bapakku sendiri ya. Kebetulan tahun lalu bapakku habis operasi pengangkatan satu ginjal. Kalau misal nanti kalian merasa ada kesalahan penjelasan dari aku, bisa tolong dikoreksi aja😊🥰

Conquered Mr. Gay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang