Bab 3

32.5K 3.2K 87
                                    

Devan bingung hadiah apa yang harus dibeli untuk seorang perempuan berusia sembilan belas tahun. Sudah lama ia tidak memberikan hadiah untuk seorang perempuan. Satu-satunya perempuan yang masih rutin ia kasih hadiah setiap tahun adalah Almira. Hadiah yang ia berikan bukan berupa barang, melainkan transferan uang. Ia membiarkan Almira memilih barang yang inginkan dengan uang yang ia berikan. Dan itu selalu rutin ia berikan setiap tahun. Untung saja Almira tidak pernah protes dengannya.

Saat Devan berniat memberi sejumlah uang pada Runa sebagai hadiah, justru Ayahnya menolak ide itu mentah-mentah. Ayahnya menentang dan mengatakan kalau ia harus memberikan suatu barang untuk Runa di hari ulang tahun perempuan itu.

Setelah berpikir lama, akhirnya pilihan Devan jatuh pada ipad. Tidak peduli Runa suka atau tidak, yang penting ia sudah membelikan hadiah untuk perempuan itu. Ia membelikan ipad seri terbaru lengkap dengan apple pencil-nya.

Saat ini Devan sudah berada di dalam mobil yang terparkir di parkiran kampus Runa. Ayahnya sudah mengirimkan nomor Runa bersama dengan jadwal kuliah perempuan itu. Setelah mendapat nomor Runa, ia langsung mengirim pesan pada Runa untuk mengabari keberadaanya. Satu menit, lima menit, bahkan sampai sepuluh menit tidak kunjung ada balasan dari Runa. Baru saja Devan ingin menelepon Runa, sampai akhirnya matanya menangkap sosok perempuan dengan kemeja biru dan memegang buku di tangan kiri. Devan langsung keluar dari mobil agar perempuan itu tahu akan keberadaanya.

"Maaf ya, Mas. Aku agak lama keluarnya. Tadi dosennya masih jelasin soal tugas dulu sebelum kelas selesai."

Wajah Devan sudah tertekuk karena kesal. "Paling gak balas chat-ku," sahutnya sinis.

Runa yang mendengar nada sinis dari Devan, langsung menunduk merasa bersalah. "Iya, maaf. Soalnya tadi aku balasnya di dalam hati."

"Udah, masuk!" Devan langsung berjalan masuk ke balik kemudi tanpa membukakan pintu terlebih dahulu untuk Runa.

Runa diam sejenak nampak ragu. Setelah itu barulah ia membuka pintu penumpang di sebelah Devan. Ia masuk dan langsung mengenakan sabuk pengamannya. "Makasih udah dijemput. Maaf kalo ngerepotin."

Devan diam, tidak menanggapi ucapan Runa. Ia memilih menyalakan mesin mobil dan mengemudikan mobilnya keluar dari area kampus Runa.

Setelah beberapa menit mobil berjalan, Runa sadar kalau arah yang diambil Devan tidak menuju ke rumahnya. Bahkan dibilang mobil yang dikemudikan Devan semakin menjauh dari rumahnya. Runa ingin bertanya, tapi ia terlalu takut. Apalagi saat melihat betapa kerasnya wajah Devan setiap berbicara padanya. Akhirnya ia memilih diam, pasrah dengan tujuan yang diinginkan oleh Devan.

Sampai akhirnya mobil yang dikemudikan Devan berhenti di salah satu restoran. Devan keluar lebih dulu dan tak lama diikuti oleh Runa tanpa banyak bicara. Begitu masuk ke restoran, pelayan menanyakan jumlah tamu yang datang dan langsung mengantarkan mereka ke meja yang tersedia.

"Ngapain ke sini, Mas?" tanya Runa begitu saat sudah duduk di kursinya. Devan duduk di depannya sibuk dengan buku menu di tangan.

Devan mengangkat pandangan dari buku menu. Matanya bersitatap langsung dengan mata Runa. "Makan. Kamu nggak tau kalo restoran tempat makan?"

Lagi-lagi nada sinis keluar dari mulut Devan. Yang dilakukan Runa adalah menelan ludahnya susah payah dan langsung pura-pura menunduk membaca buku menu di hadapannya.

Devan menyebutkan pesanannya kepada pelayan sembari menyerahkan buku menunya. "Kamu pesan apa?" tanyanya menatap Runa yang masih saja menunduk.

Ragu-ragu Runa memberanikan diri untuk menatap Devan. "Samain aja sama Mas Devan," jawabnya pelan.

Conquered Mr. Gay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang