SIP : Bab 21.

Mulai dari awal
                                    

Melihat Edgar mengambil langkah mundur, kepalan tangan Fale di sisi tubuh mulai mengerat. Tatapannya terpaku mendengar decihan sinis Edgar disertai seringai tipis yang muncul skeptis.

"Sekali pun ada masalah sama itu, gue nggak peduli."

Jeda yang disambut keheningan menanggapi ungkapan penuh rasa percaya diri itu.

Fale berhasil menyugesti diri agar tak memegang dadanya yang terasa hangat karena ucapan Edgar. Ia malah bersyukur setelah kalimat menggelitik hati itu usai, kakinya masih bisa diajak bergerak untuk melenggang pergi meninggalkan Edgar yang tak lagi mengatakan apa-apa. Namun, tepat saat tangan Fale meraih pintu kemudi, Edgar kembali melempar sebaris kalimat yang membuat genggamannya mengerat dan hatinya kian menghangat.

"Gue nggak bisa mundur kalau udah maju."

***

Bukannya sejak awal Fale tahu Edgar bukan pria lugu yang penurut. Jadi, harusnya pernyataan semalam tak membuatnya terkurung dalam lingkup kebingungan. Fale ingin mengabaikan ucapan Edgar, tapi tempurung kepalanya terus mengolah kalimat penuh percaya diri disertai gaya pongah Edgar seperti biasa.

Sekarang jangankan membayangkan bertemu pria itu, bahkan menapakkan kaki di balkon saja Fale tak berani. Ia takut. Takut jika tak sengaja bertemu Edgar di sana, lalu kembali mendengar pernyataan yang seperti lelehan es krim dari cone dalam genggaman.

Begitu menggoda untuk ia jilat dan rasakan.

Mengembuskan napas resah karena tak berhasil mengalihkan pikiran meski sudah membuka novel favorit, Fale menyambar ponsel di atas meja. Melihat serentetan pesan dari Mira dan Zola, juga dari Arif yang mengajaknya bertemu. Melihat jam yang tertera di atas layar ponsel, Fale kembali mendesah pasrah.

"Kenapa jadi gelisah begini, sih!" monolognya sambil menumpu kening pada buku tebal yang ia letakkan di atas lutut. "Dia cuma bercanda, Fal! Jadi nggak usah takut apalagi baper!"

Puas meracau menyalurkan kegelisahan hati, Fale beranjak dari sofa menuju kamar. Mulai berpakaian santai untuk bertemu teman-temannya. Ia pikir cara itu lebih ampuh mengalihkan perhatian ketimbang membaca novel romansa yang setiap adegan manis dalam paragraf selalu membuat ia membayangkan Edgar sebagai tokohnya.

Otak Fale sudah kacau!

Ia yakin, mungkin ini hanya efek kejadian di Paris dan akan hilang untuk beberapa hari ke depan. Padahal jika diingat-ingat kejadian malam panas itu sudah berlalu tujuh bulan yang lalu, tapi kenapa Fale masih menyangkut pautkan itu?

Keluar dengan cardigan oversize berwarna coksu yang memperlihatkan siluet tank top hitam sebagai dalaman, Fale memadukan tampilan santai itu dengan celana jin hitam yang begitu pas memeluk kaki kecilnya. Ia keluar dari apartemen sambil berdoa agar tak mendapat kebetulan bertemu Edgar di mana pun. Kemudian, mendesah lega saat merasa doanya kali ini dikabulkan.

Berjalan cepat menuju elevator, Fale merasa bodoh kenapa ia merasa seperti orang yang memiliki hutang dan takut bertemu si kreditur di jalan.

Fale kembali memeriksa ponsel, mengirim kabar pada para sahabatnya kalau ia akan segera bergabung hingga keadaan itu mengantarkannya pada lantai dasar yang mempertontonkan basement apartemen.

Melangkah santai menuju parkiran, kaki Fale nyaris mundur melihat Edgar yang mengobrol santai di pos satpam. Pria itu sedang tertawa kecil sambil mengobrol dengan dua pria yang salah satunya jadi penghuni unit dalam gedung ini. Jika terus menghindar Fale makin merasa bodoh. Jadi, ia teruskan saja karena ternyata keberadaannya sudah tertangkap oleh salah satu orang di sana.

Dan benar saja Edgar langsung menatap ke arahnya.

Tak berniat melihat ke arah kumpulan pria itu, Fale mencoba berjalan santai menuju parkiran mobil. Menarik napas pelan sambil mengatur langkah agar tak terlihat buru-buru. Sepertinya Fale memang juara untuk terlihat tenang karena ia berhasil masuk mobil tanpa menambahkan drama berlari sambil menutupi wajah.

Secret In Paris ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang