Ch. 01 : Siapapun Tolong Aku!

519 46 4
                                    

"Kita putus saja, Xinyi."

Deg.

Aku terdiam mematung saat mendengar perkataan terkutuk tersebut terlontar keluar dari mulut pacarku dengan begitu santai.

"Kenapa?"

Pria bertubuh jangkung itu menatapku dari atas hingga bawah membuatku semakin bingung.

"Kau tidak melihat pakaianmu sekarang?" tanyanya yang terdengar aneh di telingaku.

Pandanganku menyoroti tubuhku sendiri dari atas hingga bawah. Adakah yang aneh? Pakaianku rapi, meski hanya mengenakan kaos polos dan celana santai yang sedikit longgar.

Pria itu mendecih pelan sebelum akhirnya menjelaskan apa yang dimaksud dengan perkataannya sebelumnya. "Kau lihat sekelilingmu." Aku menuruti perkataannya. "Para gadis mengenakan pakaian yang rapi dan enak dilihat saat sedang keluar rumah. Lalu mereka tidak memakai celana kelonggaran sepertimu. Mereka mengenakan rok mini. Sedangkan kau, Xinyi?" tanyanya terdengar seakan tidak suka.

"Ini nyaman," balasku sedikit pelan.

"Sudahlah. Aku tidak ingin membahasnya lagi. Pokoknya hubungan kita berakhir disini." Seolah baru saja melepaskan beban begitu berat di pundaknya, pria yang sudah menjalin hubungan selama tiga tahun belakangan denganku itu menghela nafas keras sembari mengacak rambutnya dengan asal.

Pria itu meninggalkanku seorang diri, menyebrang ke sisi trotoar lain dengan berjalan kaki.

Aku memperhatikannya sembari berharap setidaknya ia melirikku sekali lagi saja. Tetapi harapan kecilku ini pupus saat melihatnya malah mendekati seorang gadis fashionable dengan rok mini yang mantan pacarku ucapkan sebelumnya.

Terlihat bibirnya yang mengukir senyuman lebar dan rona merah yang muncul di pipinya. Terlihat malu-malu sembari menyodorkan ponselnya kepada gadis cantik di sebelahnya. Sepertinya mereka bertukar kontak sebelum akhirnya tatapan kami bertemu secara tidak sengaja.

Seolah enggan menatapku, ia langsung memutuskannya sepersekian detik kemudian. Aku hanya bisa menghela nafas pelan. Penuh kelelahan. Padahal aku baru saja menyelesaikan pekerjaan dari kantor yang belum selesai kemarin.

"Ternyata tiga tahun kebersamaan kami hanyalah waktu yang tidak berharga dan begitu memuakkan baginya," ucapku lirih.

Aku membalikkan badan dan mulai melangkah menyusuri jalan dengan asal. Rasanya aku ingin balas dendam. Tetapi, tenagaku tidak cukup untuk melakukan hal negatif seperti itu. Usiaku sudah terlalu tua untuk bersenang-senang.

Tidak memperhatikan jalan dengan benar. Aku sampai tidak sadar ada seorang pria mabuk yang menodongkan pecahan botol minuman kaca bekas ke arahku. Tidak sadar, beliau melemparkannya dengan kuat dan mengenai dahi hingga mataku.

Aku meringis pelan saat menyadari darah merembes keluar dengan cepat. Rasanya sakit sekali. Aku ingin menangis. Tapi air mataku tertutupi oleh cairan merah pekat yang terus mengalir.

Pria mabuk tadi sudah menghilang entah kemana. Para pejalan kaki yang melihatku terluka parah segera menghampiriku dan gerombolan manusia pun terbentuk dengan cepat.

Suara panik mereka begitu menyesakkan. Telingaku berdengung. Mataku juga mulai memberat. Pandanganku mulai memburam hingga akhirnya aku merasa sudah tidak kuat menopang tubuhku sendiri.

Bruk!

Pyar!

"Dasar pelayan tidak tahu diri!"

Aku terlonjak kaget. Mataku menatap sekeliling dengan cepat. Pemandangan yang asing.

Lalu mataku melirik sosok yang berteriak entah kepada siapa. Wanita itu melipat tangannya di depan dada dengan raut wajah penuh amarah.

Aku sungguh bingung. Wanita itu sedang berbicara dengan siapa?

"Kenapa kau berada di tempat pemandian para pangeran? Ingin mengintip, hah?!" tanyanya lagi dengan nada tidak sukanya yang begitu kentara.

Aku menggaruk kepalaku yang tiba-tiba terasa gatal sembari memperhatikan sekelilingku sekali lagi. Pandanganku berhenti pada sekelompok pria tampan yang bertelanjang dada dan tampaknya mereka sedang mandi.

Tatapan mereka seolah hendak mengulitiku hidup-hidup. Apabila ada laser di mata mereka, mungkin aku sudah terbakar habis tidak tersisa.

Jujur aku bingung sekali dengan situasiku saat ini. Bukankah harusnya aku setidaknya sedang berada di rumah sakit atau tempat apapun itu yang sedikit logis?

Mengapa aku ada di tempat pemandian mewah? Dengan interior kuno tetapi sungguh megah untuk sekelas pemandian umum.

Aku terlalu berlarut dalam pemikiranku hingga tidak sadar para pangeran mulai berjalan mendekatiku.

Aku merasakan sesuatu seperti ditarik dariku. Cadar yang entah kapan kukenakan dilepaskan dalam satu tarikan dengan mudah.

Aku membalikkan tubuhku. Lalu angin dari mana menerpa wajahku yang membuat rambut panjang yang tergerai bergerak mengikuti arah angin.

Raut wajah para pangeran yang berada di depanku tiba-tiba terasa aneh untuk dipandang. Rona merah menjalar dari pipi hingga ke telinga mereka.

Ada apa dengan mereka?

Salah satu dari mereka semakin mendekatiku. Aku meliriknya bingung.

"Kau pelayan, bukan?" Aku tanpa sadar mengangguk. Meski sebenarnya aku bingung sendiri.

Terlihat sedikit kerutan di dahinya. Namun tidak lama bibirnya mengukir senyuman lebar seolah memenangkan lotre jutaan.

Aku menatapnya penuh selidik dan mulai waspada.

"K-kenapa?" Pertanyaan yang lolos dari mulutku terdengar begitu kecil layaknya cicitan tikus.

Pria itu menggeleng cepat. Matanya semakin berbinar menatapku. Dengan lancang, ia menarik kedua tanganku dan digenggamnya dengan erat.

"Kalau begitu lebih baik kau jadi istriku saja!"

HAH!?

Siapapun tolong bawa aku pergi dari orang gila satu ini!

* * *

Karya baru, suasana baru. Semoga suka! Bakalan di update kalau udah waktunya, hehe. Thank you ~

24 Agustus 2023.

Para Pangeran Tampan Ini Milikku! Where stories live. Discover now