13. "Gantle, Dong!"

4.5K 353 3
                                    

✨ Happy Reading ✨


Lagi-lagi, Adrian menggotong tubuh Adrea bersama selimutnya keluar kamar. Disaksikan oleh banyak pasang mata. Juga Mama dan Papa Adrian.

Adrian mendudukkan Adrea di bangku pojok halaman.

"Ian, bantu lepas," pinta Adrea dengan wajah memelas. Tubuhnya masih terasa tidak enak. Dia kegerahan dan nyeri otot.

Adrian hanya menatap datar Adrea. Kemudian dia berbalik meninggalkan Adrea menuju panggangan barbeque. Ia bersama Rafka, Asisten Fala, Tio, dan beberapa orang lainnya berbagi tugas memanggang daging, sosis, jagung dan tomat ceri.

Adrea memandang sengit punggung lebar Adrian. "Berani-beraninya! Tunggu aku lepas dari belenggu selimut menyebalkan ini. Menghindar selagi kau bisa!"

Memikirkan fakta bahwa beberapa plot telah di manipulasi, Adrea percaya bahwa Adrian yang berakhir bersama Thania juga hasil manipulasi. Faktanya, Adrian tidak setergila-gila itu pada Thania. Sikap Adrian padanya juga tidak sama pada “Dunia Adrea” maupun “Badai” pada kenyataannya.

Adrea telah memutuskan untuk tidak mengikuti alur “Badai”. Dia telah memilih untuk mencatatkan kisahnya sendiri dengan senyata-nyatanya. Tidak ada kebohongan yang akan merenggut orang-orang tersayangnya. Dia telah kehilangan Zidan di “Dunia Renia”.

"Hei, lagi mikirin apa?" Tanya Adelia duduk di sampingnya. Dia melihat Adrea yang sedang melamun, seperti sedang banyak pikiran. Dia bisa merasakan kesedihan yang mendalam dari matanya.

"Adrea?" Panggil Adelia lagi. Tapi Adrea masih belum menanggapi. Ia mengikuti arah pandang Adrea. Mendapati Punggung sepupu temboknya.

"Adrea," Adelia menyingkut selimut Adrea.

Adrea akhirnya tersadar. Ia terkejut mendapati Adelia telah duduk manis disampingnya, "Kenapa, Del?"

"Lagi mikirin apa, sih? Mikir kenapa Adrian Ganteng banget?" Adelia menggoda Adrea.

Pipi Adrea bersemu merah. "Apaan, sih?!"

Walau tidak memikirkan hal yang di tuduhkan, tapi dia tertangkap basah memandangi punggung Adrian dengan intens.

"Hati-hati, Re, di jaga Adriannya dari perayu-perayu di luar sana." Adelia memanas-manasi Adrea. Mencoba membuat Adrea cemburu. Dulu, Adrea sama sekali tidak peduli siapa saja yang dekat Adrian.

Adelia melihat Adrea semakin dekat dengan Adrian setelah mereka double date dan kejadian tadi serta pagi tadi. Ia berharap, mereka semakin dekat. Ia kasihan dengan sepupu temboknya. Dia juga tidak mau sepupunya itu bersama Thania. Perempuan tidak waras itu.

Adrea yang mengunjungi kantor Adrian sama sekali tidak membuat Adelia terkejut. Adrea sebelumnya sering datang atas permintaan Mama Adrian untuk mengantarkan makan siang Adrian. Dia senang Adrea menemani Adrian meeting dan menerima ajakannya untuk jalan-jalan bersama yang berakhir dengan double date.

"Kamu tau Thania, nggak?" Tanya Adelia.

Adrea mengangguk. Pendamping ‘palsu’ Adrian.

"Nah, hati-hati sama dia. Dia pernah mengincar Rafka. Untung Rafka matanya nggak rabun. Tapi dia itu rada gila kalau ngincar seseorang. Dia akan berusaha sebisanya." Adelia memperingati.

"Terus gimana cara Rafka lepas dari kejaran Thania?" Adrea berniat meniru cara mereka kalau-kalau Thania memulai aksinya. Dari roman-romannya, dia tengah mengincar Adrian.

Adelia tersenyum canggung. Merasa sedikit bersalah. "Kami kasih barang baru yang lebih menarik,"

Adrea mengernyitkan dahi. Tidak paham dengan Kata-kata Adelia. Dia terdiam sebentar, mencerna sejenak.

barang baru yang lebih menarik’ Adrea terkesiap. "Itu Adrian!". Dia memandang Adelia dengan sengit. "Kau sebelumnya telah menarikku ke air super dingin itu, setelah mendengar ini, kau membuatku semakin jengkel!"

Adelia tau bahwa Adrea telah mengerti ‘barang menarik’ yang dia maksud. "Itu bukan salah kami! Salah Adrian sendiri! Kenapa dia malah datang ke ulang tahun Keponakan Fala? Kami berniat mengumpankan Fala. Adrian adalah opsi terakhir." Dia mencoba membela diri.

Adelia sedikit bergetar. Tatapan Adrea sedikit menakutkan, di tambah wajahnya yang jutek menambah kesan menyeramkannya.

"Tapi Asisten Fala adalah Asistennya. Mereka dekat. Juga, mereka telah berteman sejak SMP," Adrea tersenyum manis.

Senyum manis Adrea membuat Adelia bergetar ketakutan. Bayang-bayang kejadian masa lalu dimana Adrea membalas seorang gadis salah satu bucin Adrian yang melabraknya, serta wajah murka sepupunya terlintas di kepalanya.

"Adrian memang ganteng, Re, Tapi tenang. Nggak akan ada pelakor yang berhasil merayu merebut Adrian. Kalau bukan Adrian sendiri yang tertarik. Kayak ke kamu. Eh!" Adelia menutup bibir dengan telapak tangan. Saking paniknya dia tidak bisa mengontrol apa yang baru saja terucap dari bibirnya.

Adelia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang dari punggungnya. Dia berbalik. Mendapati Adrian membawa sepiring daging, sosis, tomat ceri panggang. Juga dua jagung bakar di tangan lainya.

Mata Adrian menatap tajam pada Adelia. Seolah pisau yang bersiap menancap di dadanya.

"Ehm, aaa, a-aku pergi dulu!" Adelia segera kabur.

Setelah kepergian Adelia, hanya terdengar suara obrolan dari para karyawan saja yang terdengar.

Adrian duduk di samping Adrea tempat Adelia tadi dengan canggung.

Tanpa kata, Adrian menyuapi Adrea daging yang telah di panggangnya.

Adrea juga menerimanya. Lapar. Ia tidak bisa makan sendiri karena kedua tangannya terperangkap dalam selimut.

Adrian bergantian menyuapi dirinya dan Adrea. Sebenarnya Adrian tidak terlalu suka barbeque, tapi karena makan dengan sendok yang sama dengan Adrea, Ia merasa itu berkali-kali lipat lebih enak.

Setelah makan serta minum. Mereka kembali membatu.

"Apa? Apa sekarang? Haruskah aku bertanya tentang apa yang dikatakan Adelia?" Adrea menunduk menatap sendal rumah kelinci pink Adrian.

Adrea memejamkan matanya. "Kamu...."

Mereka berbicara berbarengan.

"Kamu dulu," ucap Adrea. Entahlah, setelah bertemu dengan pria dari kafe tadi, Adrea merasa jantungnya berdetak lebih kencang ketika berdekatan dengan Adrian. Nyalinya menciut seketika. Mungkin karena dia telah memutuskan untuk menjadi Adrea?

"Tidak. Kamu dulu." Balas Adrian.

"Nggak, kamu dulu aja." Sanggah Adrea.

"Ladies first," ujar Adrea memberikan alasan.

Entah kenapa, Adrea merasa marah. Kesel dengan Adrian yang selalu berkelit.

"Yang gentle, dong!" Adrea bangkit dari duduknya. Berniat pergi menuju Adelia yang duduk tidak jauh darinya sembari mencuri dengar pembicaraannya dengan Adrian untuk melepasnya dari selimut.

Perasaan Adrea saat ini sangat sensitif. Mudah marah. Dari tadi pagi sumbu dynamite telah terpasang. Kejadian-kejadian sial yang dialami Adrea sepanjang hari membuat sumbunya terpicu untuk terbakar sampai akhirnya meledak oleh Adrian.

Adrea melompat-lompat di atas rumput seperti hantu pocong. Sampai pada lompatan ke empat. Ia mendadak melayang. Adrian menggendongnya.

Terdengar riuhan orang-orang menggoda mereka. Semua pasang mata menatap mereka.

"Seseorang, tolong aku!" Adrea menyembunyikan wajahnya di leher Adrian.

Adrian tersenyum kecil. Dia berbalik, menggendong Adrea kembali menuju kamar. Tiba-tiba, Langkahnya terhenti senyumnya menghilang. Dia merasakan hembusan nafas hangat dan sentuhan kulit hangat dari Adrea.

"Adelia, siapkan kompres dan susu coklat hangat. Antar ke kamar belakang," suruh Adrian. Nadanya dingin. Dia dengan cepat melanjutkan langkahnya.

Adelia mengangguk, dia kesulitan menelan ludahnya sendiri.


*
*
*
*
*


To be continue 😉
See Next part
Vote, komen dan follow jika kamu berkenan.
Chapter ini nggak aku periksa dua kali. Jadi tolong tandai typo-nya😁

Tunangan Pemeran Utama Laki-lakiWhere stories live. Discover now