1b: Kejutan Manis di Malam Romantis

294 28 1
                                    


"Tuh kan, bener kata gue, Alika pasti kejebak kalau skenarionya Gavin nembak dia!" Salah seorang teman sekelasku di jurusan Manajemen bersuara, Mya. Dia melangkah mendekatiku dan Gavin di tengah-tengah ruangan.

"Jadi lo beneran suka sama Gavin, Al?" Suara Febi—teman sejurusanku lainnya—terdengar dari arah belakang, disusul sahutan serupa dari yang lain, persis seperti burung beo yang tidak bisa diam.

"Lo beneran suka sama gue?"

Aku menatap Gavin ketika pertanyaan serupa dilontarkan langsung dari mulutnya. Aku merasa terdesak ketika semua mata tertuju padaku, menunggu pengakuanku sesegera mungkin. Begitu pula Gavin, matanya menatapku tanpa kedip dengan mimik wajah serius.

Apa yang harus kujawab? Apa aku harus berkata tidak dan terus membohongi perasaanku sendiri entah sampai kapan? Atau, harus kujawab iya dan membiarkan semua orang menertawakanku yang begitu mudahnya terjebak dalam skenario konyol seperti tadi?

Kubuang pandanganku dari mata Gavin, lalu dengan lantang berkata, "Ya nggak, lah! Gavin itu sahabat gue dari kecil. Perasaan gue ke dia nggak lebih dari sekadar sahabat!" Kini kupaksakan tersenyum lebar dan sealami mungkin.

Bodoh! Jawaban yang sangat bodoh! Kenapa aku terus saja mengatakan kata-kata yang tidak dari hatiku?

Beberapa saat kemudian, kudengar Gavin ikut tertawa sambil berkata kepada Mya, "Tuh kan, bener kata gue! Alika nggak akan ketipu sama hal semacam ini! Kita udah temenan selama lima belas tahun, jadi nggak mungkin lah, kita ada perasaan lebih dari sahabat satu sama lain! Ya kan, Alika?" tanyanya sambil melemparkan tatapannya ke arahku.

Tidak mungkin? Benarkah tidak mungkin ada harapan sekecil apa pun? Rasanya sungguh sakit ketika kata-kata itu keluar dari mulut Gavin sendiri.

"Iya! Selamanya gue dan Gavin akan jadi sahabat!" ucapku pahit. Namun, kuharap pahitnya hatiku tidak terpancar jelas di ekspresi wajahku.

Suasana kembali ramai. Aku berhasil membuat semua orang percaya dengan kebohonganku. Tanpa mereka ketahui, akulah orang yang paling menyedihkan malam ini. Aku benci pembohong. Aku benci diriku sendiri.

Lalu, Febi datang dari arah belakang sambil membawa kue yang dihiasi angka 20 di atasnya. Dia mengulurkan kue itu ke arahku diiringi nyanyian tiup lilin dari yang lain.

Setelah memejamkan mata beberapa saat untuk mengucap syukur dan menyebutkan permintaanku dalam hati, aku meniup lilin itu dengan sekali tiupan.

Suara tepuk tangan yang meriah mulai terdengar, disusul air mataku yang menetes di pipiku.

Kutundukkan kepalaku ketika tak mampu menatap semua orang, terlebih Gavin.

"Alika, lo terharu sama kejutan dari kita, ya?"

Aku mengangguk kuat-kuat mengiyakan pertanyaan entah dari siapa. Aku masih menunduk dalam-dalam, menumpahkan semua kebodohanku melalui air mata yang kubiarkan mengalir deras. Biarlah semua orang menganggap tangisan ini adalah tangisan haruku.

TBC


Halo, para pembaca. Diam-Diam Suka Kamu kini hadir juga dalam bentuk audio book yang bisa kalian dengarkan gratis di Spotify dengan judul yang sama. Atau kalian bisa klik logo Spotify di bawah (khusus pengguna aplikasi) untuk menuju ke sana.

Versi audio book bakal terasa lebih dramatis karena diperkaya dengan backsound serta sound effect yang mendukung. Ceritanya jadi lebih hidup.

Episode baru di Spotify dan Wattpad akan tayang setiap hari Rabu malam. Mari bergalau bersama Alika.

Kalian bisa meninggalkan komentar di sosial mediaku atau di cerita ini.


Salam,

pitsansi

Diam-Diam Suka Kamu (Audiobook)Where stories live. Discover now