Bab 27

83 16 3
                                    

Part 27
2021 kata

Sebuah janji bisa dipegang, asal orang yang terlibat, mau dan mampu mempertahankan pendiriannya terhadap janji itu sendiri.

Pukul tujuh sore, Lamya menutup laptopnya diiringi lengahan napas panjang. Ia melepas kaca matanya seperti melepas kepenatan selama berjam-jam menghadapi layar persegi tersebut.

Ia berdiri, memutar otot dan persendian yang terasa kaku di badannya. Dari kubikel-nya, ia melihat Khad masih menatap layar sesekali mengecek kertas yang menumpuk di meja. Begitu serius. Ia berpikir, mungkin dirinya juga terlihat seperti itu ketika sudah fokus menganalisis data-data di laptop.

"Masih lama?"

"Sedikit lagi," jawab Khad tanpa menengok ke arah sahabatnya.

Lamya kembali ke kubikel, membereskan meja sembari menunggu Khad untuk pulang bersama. Tatkala mengecek sosial media, ia menemukan berita bahwa pemain timnas Maroko sudah tiba di Rabat siang tadi.

Tangannya bergulir mencari nama Hakim di aplikasi WhatsApp. Hakim belum menghubunginya kalau dia sudah tiba. Justru malah Ibrahim yang mengiriminya pesan bahwa mereka tiba beberapa jam lalu.

[Hakim sudah bergabung dengan tim.]
- Ibrahim

Hakim sudah bergabung dengan tim. Maknanya mereka terpisah, dengan Hakim yang sudah mulai persiapan dan latihan untuk menghadapi pertandingan. Lamya tidak terlalu memusingkan itu. Kalaupun harus fokus dan tidak harus menghubunginya, itu tidak masalah.

Jercel dan yang lain menyusul di H-pertandingan. Nanti kukabari lagi soal tiket dan tempat duduk.]

Membaca kalimat di bawahnya, Lamya segera membalas pesan Ibrahim.

[Tidak perlu. Sepertinya aku akan berpisah saja dengan kalian. Aku bisa mencari tiketnya sendiri nanti. Jangan khawatir, temanku ikut nonton.]
- Lamya

Terkirim. Lamya senang mengetahui Ibrahim peduli padanya, atau mungkin ini titipan dari Hakim untuk memperdulikannya. Tapi berada dalam sekelompok teman-teman Hakim di tribun, mungkin akan terasa kurang nyaman. Apalagi mereka laki-laki, meskipun ia yakin akan ada banyak orang lain di sekitar mereka.

Dan tentu saja karena ia sudah berjanji dengan sahabatnya untuk menonton pertandingan itu bersama, Lamya lebih memilih bersama Khad dan orang-orang asing di tribun ketimbang bersama Ibrahim, Jercel, dan entah siapa lagi yang ikut ke Maroko.

Deal!

Ibrahim memberikan reaksi "oke" terhadap pesan Lamya.

Belum genap semenit ia menggulir foto-foto pemain Maroko di sosial media--tentunya ia mencari foto Hakim--seorang satpam membuyarkan kegiatannya.

"Ada tamu yang menunggu," ucap satpam tersebut pelan dan sopan.

"Menunggu saya, Pak?" Lamya memastikan sekali lagi. Siapa yang ingin menemuinya di jam-jam pulang begini.

"Betul."

"Atas nama?"

"Beliau bilang perwakilan donatur sponsorship, saya tanyakan namanya terlebih dahulu."

Lamya buru-buru mencegah satpam tersebut. Ia sudah tahu itu pasti Zahid. Hanya ia melupakan perjanjian bahwa mereka akan bertemu hari ini untuk membahas kelanjutan sponsorship.

Hakim & LamyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang