1199 kata
5.8 Under Sea Restaurant memiliki peraturan kepada setiap pengunjung untuk melepas alas kakinya. Kaca super besar melingkar membentuk setengah lingkaran, menampilkan lebih dari 200 spesies ikan di perut samudera Hindia.
Mata Lamya menangkap beberapa jenis ikan yang ia ketahui, mengerjap penuh kagum atap ruangan ini. Cahaya yang membias menembus kaca tak lepas dari matanya. Lamya dengan gaun fusia-nya nampak lebih terang dan bercahaya.
Ketika membuka buku menu, Lamya sedikit terkejut. Pasalnya harga yang tertera berkali-kali lipat dibanding restoran mewah yang pernah ia kunjungi di Dubai. Namun Lamya paham, jelas ia juga harus membayar harga pemandangan di atasnya. Sensasi makan di bawah laut yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun.
Sejujurnya lidahnya tak terlalu bisa merasakan daging ikan pari milik Zahid yang baru saja masuk ke mulutnya. Nyaris tak merasakan apapun selain sensasi mengunyah itu sendiri. Mirip dagung ayam, hanya saja ... entahlah. Lamya mencoba mengandalkan lidahnya lagi.
"Enak kan?"
Anggukan singkat ia berikan kepada Zahid, walau sebenarnya ia masih belum bisa merasakan daging ikan pari itu sendiri. Mereka bertukar makanan, Zahid nampak menikmati miliknya dan milik Lamya sehingga mereka malah seperti makan bersama.
Bagi Lamya, Zahid merupakan pemuda yang mudah berinteraksi dan asyik. Beberapa kali ia mengeluarkan isi kepalanya seperti "Kira-kira berapa tebal kaca ini?", "Bagaimana jika tiba-tiba kacanya pecah kemudian ada hiu megalodon di atas kita?", atau pertanyaan konyol "Kau mau dimakan hiu?" yang kemudian berujung Lamya harus bercerita kisah sebuah nabi yang dimakan ikan paus.
Zahid menyimak cerita Lamya karena memang ia yang memintanya. Obrolan mereka berlangsung mulai dari topik-topik Maldives hingga kota Marakesh. Entah bagaimana Zahid bisa menggiring obrolan mereka sejauh itu.
Getar HP Lamya menunjukkan nama "Khad" membuatnya segera mengangkat panggilan sahabatnya.
"Aku akan mengubahnya ke panggilan video, lihatlah,"
Lamya menunjukkan isi ruangan kepada Khad jauh di Maroko sana. Perempuan di layar benda pipih itu meresponnya dengan banyak sindiran yang malah membuat keduanya tertawa.
YOU ARE READING
Hakim & Lamya
Fanfiction"Seandainya sekat-sekat rindu ini aku lepaskan, apakah mereka akan melebur dan saling berbenturan? Sebab setiap bagian rindu itu menghasilkan konklusi pada wujud yang berbeda. Rindu untuk Lamya, untuk Enzo, dan rindu untuk diriku sendiri yang telah...