PART 20

153 21 9
                                    

Rahasia; duri-duri di genggamannya ...
Celah yang terbuka bagi siapapun yang dipersilakan ...
Masuk ke sana ...
Keluar dengan duka ....

Siapa?

Los Angeles dengan rona kunyit di kaki langitnya jadi pemandangan lezat untuk menyantap waktu. Entah itu sepasang kekasih yang sedang kasmaran, kakek tua yang sendirian, keluarga kecil, atau orang-orang yang ingin sekedar mampir ke kedai kopi setelah seharian bekerja.

Seperti Hakim yang sedang menggendong Enzo kini, menapaki tangga demi tangga yang kemudian harus turun lagi demi mencari tempat yang sepi.

"Bisa bawanya?" tanya Hakim pada Selma yang harus membawa stroller naik-turun karena mereka tak bisa meninggalkannya begitu saja.

"Bisa lah. Tenang saja." jawabnya kemudian menghembuskan napas berat. Selma tak bisa bohong, beberapa detik setelahnya ia langsung memegangi lututnya.

"Di sana saja sepi." ajak Hakim langsung nyelonong tanpa memperhatikan Selma di belakang. Enzo yang digendong itu hanya memukul kecil topi Hakim. Kadang tangan mungilnya itu seperti tak berdosa menarik kaca mata dan masker ayahnya.

"Hei, relax baby boy!" Keduanya lantas menuju kursi ayunan panjang, menghadap langsung pada cakrawala yang memamerkan sinarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hei, relax baby boy!" Keduanya lantas menuju kursi ayunan panjang, menghadap langsung pada cakrawala yang memamerkan sinarnya. Setelah Hakim memastikan sekelilingnya aman, ia melepas 'topeng' yang sedari tadi membungkus wajahnya itu.

"Right, do you like here? Hm?" ucapnya sambil membenarkan celana Enzo yang melorot.

Kursi yang berayun kecil itu membuat Enzo senang sementara Selma memesan roti isi dan dua cup cokelat panas. Perlahan bayi itu merasa tenang bermain dengan gravitasi.

Angin menghembus pelan, membelai wajah-wajah serba ada di City of Angels sore ini. Sore yang hangat dan sepi. Suasana seperti ini yang selalu diinginkan Hakim, bebas tanpa ada yang mengenalinya. Terkadang sulit untuk menemukan ketenangan sesungguhnya yang ia cari di lingkup publik. Kecuali harus mengorbankan waktu terbang lebih dari 10 jam seperti ini.

Kembali dengan pesanan penggoda mulut, Selma menggigit roti isi setelah menawarkannya pada Hakim. Pemuda itu menggeleng sambil sesekali mencium pucuk kepala Enzo.

"Aku pikir kau dan Enzo harus pindah. Kita akan cari rumah yang nyaman, lebih luas, dan tentunya udaranya bagus."

"Apartemen itu sudah cukup nyaman, Babe."

"Untukmu. Untuk Enzo?" Selma mulai memikirkan gagasan ini. Usia-usia Enzo amat membutuhkan ruang jelajah, belum lagi ketika nanti bocah itu mulai belajar berjalan. Beberapa saat lalu ketika kepalanya terpentok meja saja Hakim mulai uring-uringan.

"Memangnya mau pindah kemana?"

Hakim mengangkat alisnya sembari berdengung. "Mmmm Pennsylvania. Is it too far?"

Hakim & LamyaWhere stories live. Discover now