11

109 14 0
                                    


Happy reading!!!

Setelah aksi kejar mengejar itu di gagalkan oleh Teana hingga Tian bisa lari dari kejaran Kalandra. Tian merasa dia kekanakan, hubungan tidak jelas kenapa dia cemburu, apalagi saat tau Kalandra berlari untuk mengejarnya, kenapa dia juga ikut berlari "astaga kau bodoh-bodoh Tian." Gumamnya dengan membenturksn kepalanya pada dinding.

Dia akan berangkat ke sekolah sekarang, tapi mengingat kejadian tadi malam yang baginya cukup memalukan, Tian tidak berani untuk bertatap muka langsung pada Kalandra "aku harus menghindarinya di sekolah sampai aku siap di tanya kenapa aku berlari, ah tapi aku bisa menjawab jika aku kecewa, tapi bagaimana dengan acara mari menangis karena melihat Kalandra bersama perempuan itu." Tian menarik rambutnya sendiri merasa frustasi, "sial." Rutuknya, "tidak mungkin aku mengatakan dengan lantang jika aku cemburu, aku memiliki hubungan apa dengan Kalandra." Tian terduduk dengan lesu pada lantai kamarnya, tidak ingin bersekolah tapi ayahnya akan marah nantinya.

Tian berdiri dengan tiba-tiba, membenarkan seragam sekolahnya "tidak apa-apa Tian, kau harus bisa menghadapi ini walaupun memalukan." Semangatnya pada diri sendiri.

Dia melangkah keluar kamar dengan menggenggam tapi tas yang berada di depan dadanya "Bunda!! Tian pergi ke sekolah dulu."

Bunda yang mendnebat teriakan sang anak langsung menghampirinya "tunggu ayahmu, kau lupa jika sepedamu kau tinggal di cafe, bagaimana visa kau melupakan jika kau membawa sepeda tadi malam dan pulang berjalan kaki."

Tian meringis malu, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal "aku sedang memikirkan hal lain bunda, jadi aku lupa dengan sepedaku." Ungkapnya, walaupun itu terselip kebohongan.

Bunda menggelengkan kepalanya, lucu jika mengingat tadi malam di mana sang anak yang datang seperti selesai berkelahi, pakaiannya yang lusuh dan rambut yang berantakan "kau tadi malam sedang patah hati?" Tanyanya, saat ingin bertanya tapi Tian terlebih dahulu masuk ke kamarnya, jadi tadi malam dia tidak bisa bertanya apapaun mengenai kenapa sang anak itu.

Tubuh Tian menegang, dia menelan ludahnya secara paksa "tidak." Sambar Tian dengan cepat.

Bunda mengangguk saja walaupun tidak percaya "yasudah, ayahmu masih berada di kamarnya, kau duduklah dulu menunggu ayah." Dia pergi meninggalkan Tian seorang diri.

Setelah keepergian sang bunda, Tian menendang sofa ruang tamunya "sial sila, sungguh memalukan." Gumamnya, "apa aku benar menyukai Kalandra?" Gumamnya, "tapi aku menjadi hilang akal saat menyukai Kalandra seperti tadi malam." Lanjutnya.

"Tian ayo kita pergi." Ayah baru saja turun dari tangga.

"Ayah akan pergi ke kantor?" Melihat pakaian ayah yang menggunakan jas, tidak mungkin jika dia hanya pergi ke sekolah yang lebih banyak tidak ada pekerjaannya.

Ayah mengangguk "iya, ada beberapa masalah di perusahaan anakku sayang." Jika tidak ada masalah maka dirinya akan tetap berada di sekolah, lebih menyenangkan dan dia juga bisa melihat apa saja kegiatan sang anak.

"Ayah ayo pergi, aku takut akan telat."

Tian diantar sampai pi tu gerbang, sang ayah akan langsung pergi ke kantor miliknya. Tian masuk ke dalam sekolah dengan cepat, tujuannya yaitu dia tidak ingin bertemu dengan Kalandra atau dia masih belum berani bertemu.

Tapi keinginan tak sesuai dengan apa yang terjadi, lihat saja bagaimana Kalandra yang saat ini berdiri di depan pintu kelasnya dengan tangan yang bersidekap dada. Tian menarik nafasnya, "untuk apa dia berdiri di depan kelasku." Keluhnya, untuk berbalik juga tidak mungkin karena sebentar lagi kelasnya akan dimulai.

Dengan kepala yang menunduk Tian melangkah dengan cepat, semoga saja Kalandra tidak melihat dirinya, atau jika bisa keajaiban tiba dan membuat tubuhnya tidak terlihat. Namun sayang Kalandra melihatnya padahal Tian hanya melangkah satu kali, dengan gugup Tian berlari, tidak ada pilihan lain selain itu, persetan dengan pelajaran yang terpenting sekarang dia tidak bertemu dengan Kalandra, demi apapun dia sangat malu, kenapa dia berlari padahal Teana benar jika dia tidak memiliki hak apapun, jikapun merasa kecewa reaksi yang dia berikan sungguh mirip dengan seseorang yang sedang cemburu.

Kalandra yang melihat Tian berlari ikut mengejarnya, biarkan semua pandangan mengarah padanya, dia harus cepat menjelaskannya pada Tian hingga tidak ada masalah sedikitpun. Namun sial disaat dirinya kembali dihadang walaupun bukan Teana yang melakukannya, Kalandra berdecak kesal, dia menatap dengan kerutan pada dahinya, dia tidak lagi bisa menyembunyikan kekesalannya pada perempuan di depannya ini "bisa kau menyingkir daisy?"

"Aku ingin mengatakan padamu jika seluruh PMR dipanggil untuk berkumpul di aula."

Kalandra mendesah lelah, dia mengangguk pelan, tidak apa-apa mungkin sekarang dia tidak bisa menjelaskannya pada Tian tapi mungkin nanti dia akan bertekad menjelaskannya.

Tian menatap ke arah belakang untuk melihat apakah Kalandra tetap saja mengejarnya atau tidak, dia menghentikan laju larinya, dadanya bergerak naik turun kelelahan, dia membungkuk dan dengan kedua tangan yang berada pada lututnya "hah.. Hah.. Hah.. Lelah sekali." Nafasnya memberat, peluh juga membasahi tubuhnya, ini mungkin karena dirinya sangat jarang berolahraga. Tapi dia bernafas lega saat tidak ada tanda-tanda Kalandra mengejar dirinya.

Tian kembali melangkah ke kelas dan duduk pada bangkunya, nafasnya yang masih belum beraturan membuat jantingnya masih berdetak dengan kencang.

"Tadi malam sudah melakukan lari-larian seperti india dan paginya juga begitu, besok kau tidak akan memvariasikan dengan berguling-guling?" Celetuk Teana sedikit mengejeknya.

Tian mendengus "aku juga tidak mau melakukannya, tapi salah Kalandra sendiri yang berdiri di depan kelas bak penjaga, dan kau juga kenapa tidak memberitahukannya padaku." Sungut Tian.

Teana mengangkat kedua bahunya acuh "aku mana tau kau masih marah padanya."

Tian menenggelamkan kepalanya pada lekukan tangannya di atas meja "aku lelah jika terus berlari-lari." Ungakpnya.

"Yasudah kau jangan lari saat Kalandra mendekatimu." Balas Teana, "lagipula masalah tidak akan selesai jika berlari, bukankah duduk di cafe berdua dan menikmati secangkir kopi lebih nikmat dari pada berlari?" Lanjutnya.

"Aku hanya malu Teana, apa yang kau katakan tadi malam itu benar adanya."

"Jangan dengarkan aku jika begitu, buang rasa malumu itu."

"Mana bisa begitu Teana, kau tidak memiliki solusi yang baik untukku?"

"Solusinya hanya kau harus berbicara dengan Kalandra dan mendengarkan apa yang ia katakan, jika terus berlari sampai kapan kalian akan menayangkan film bagian lari-lari seperti itu? Bukankah kau makan bertambah malu, seperti tadi kau berlari di Koridor sekolah padahal banyak siswa dan siswi yang masih berada di luar, kau tidak malu?"

"Aku malu."

"Maka dari itu kau cepatlah buang rasa malumu itu dan berbicaralah dengan Kalandra, selesaikan semuanya." Teana mengusak rambutnya dengan percaya diri, "oh ayolah aku terdengar seperti penasehat cinta padahal aku juga tidak tau akan melakukan apa jika berada di posisimu, tapi kau harus mencobanya segera Tian, buang rasa malumu itu."

Bersambung...

KalandraWhere stories live. Discover now