7

139 16 0
                                    


Happy reading!!

Pulang sekolah Kalandra berniat untuk menjenguk Tian, dia merasa bersalah, tapi dirinya juga tidak tau jika Tian memiliki alergi pada seafood.

Dengan pakaian rapi dan santainya Kalandra mengetuk pintu rumah Tian, menunggu beberapa saat sebelum pintu tersebut terbuka, Kalandta juga tidak datang dengan tangan kosong, dia membawa roti dan susu untuk Tian.

"Masuklah." Dengan senyuman tipis sang bunda menyambut Kalandra, walaupun tadi malam ia ingat betul jika dirinya hampir menyalahkan Kalandra atas kesalahan Tian sendiri.

Kalandra tersenyum dan masuk ke dalam rumah, dia mengikuti langkah bunda Tian yang akan mengantarnya ke kamar Tian. Kalandra menunduk beberapa kali mengucapkan terimakasih.

"Tian mungkin sedang istirahat, dia mengantuk karena meminun obat, jika kau bisa, tolong bangunkan Tian ya, dia belum makan siang." Pinta sang bunda.

Kalandra mengangguk, dia masuk ke dalam kamar Tian dan melihat Tian yang sedang tertidur pulas. Kalandra meletakkan roti dan susunya di atas nakas, menarik kursi kecil hingga berada di samping kasur, bintik merah masih terlihat jelas di sekitar wajah dan leher "jika saja aku tau, aku tidak akan membiarkanmu memakan seafood." Lirihnya, "maafkan aku."

"Bukan salahmu." Tian yang ternyata telah terbangun menjawab Kalandra, ini bukan salah Kalandra tetapi dirinya sendiri, "ini salahku."

Tian bergerak untuk duduk tapi Kalandra menahannya "tidur saja, banyaklah istirahat."

"Tapi yang sakit bukan badanku, kulitku hanya merasakan gatal." Ujar Tian, dia kembali bergerak lalu bersandar pada papan ranjang, "kau mengatahui dari siapa?"

"Teana."

Tidak ada percakapan lagi, Kalandra yang hanya diam sedangkan Tian yang juga tidak tau harus bertanya apa lagi.

"Kau sudah makan?" Akhirnya setelah beberapa menit mereka diam, Kalandra mau berbicara.

Tian mengangguk "aku sudah makan."

"Kau masih lapar?" Melihat bagaimana rakusnya Tian makan, dia berpikir jika Tian masih ingin memakan sesuatu selain makanan pokok.

Tian mengangguk pelan "tapi aku tidak ingin makan."

Kalandra mengangguk mengerti, dia membuka plastik roti tawar dan membuka tutup susu kental, Kalandra mengambil satu buah roti dan menuangkan susu kentalnya, lalu Kalndra juga menutupnya dengan roti yang ia ambil lagi "makanlah." Mengulurkan rotinya pada Tian yang di Terima baik olehnya.

Tian melahap rotinya sedikit terburu-buru, sebenarnya dia malu saat Kalandra diam menatapnya, jadinya dia sedikit salah tingkah.

"Pelan-pelan, aku tidak akan mengambilnya, ini semua untukmu." Ujar Kalandra agar Tian memakan rotinya dengan tenang.

Tian mengangguk, memakannya dengan tenang walau pun tetap saja rasa malunya tidak bisa ia bendung. Tangan Kalandra terulur untuk mengusap sudut bibir Tian yang terdapat susu dan remahan roti, tubuh Tian membeku mendapat perlakuan seperti itu.

"Ada remahan di sudut bibirmu."

"Te-terimakasih." Gugup Tian.

Kalandra melirik jam yang tertempel di dinding kamar Tian, dia berdiri dan mengusap rambut Tian secara tiba-tiba "aku pulang dulu, semoga kau lekas sembuh."

Lagi-lagi Tian hanya mengangguk karena lidahnya kelu untuk berucap, sekali berucap mungkin dia tidak bisa mengontrol perilakunya, entah dia akan berteriak atau dia akan berloncatan di kasur.

Bayangan Kalandra telah hilang, Tian memekik dengan keras dan dia juga berloncatan pada kasur, ada gelenyar aneh di dadanya yang ia ingin rasakan setiap hari "AAAAAA."

Tian salah, seharusnya dia berteriak saat kedaan pintu tidak terbuka dan bahkan setelah beberapa menit Kalandra pergi, karena teriakannya, kedua orang tuanya bahkan Kalandra berlari ke arah kamar Tian, menatap Tian dengan khawatir, mereka berpikir Tian berteriak karena ada sesuatu.

Sang bunda mendekat dan menangkyp wajah Tian yang tengah memerah malu "kau kenapa sayang?" Sang bunda bertanya dengan lembut.

Tian menggeleng kaku "aku tidak apa-apa bunda."

Mereka bertiga menghela nafas lega "lalu kenapa kau berteriak?"

Tian terdiam membisu, tidak mungkin dia berkata jika dirinya berteriak karena tengah malu "lebih baik bunda, ayah dan Kalandra pergi, Tian tidak apa-apa. Tian tadi berteriak karena idol Tian sangat mempesona." Kilah Tian.

Ayah dan bunda hanya mengangguk karena mereka juga tau jika Tian menyukai hal-hal yang berbau k-pop, berteriak dan mengoleksi barang-barang marchandise hingga penuh satu lemari.

Mereka berdua pergi menyisakan Kalandra yang tengah menatap Tian dengan kedua tangan yang terlipat di depan.

"Apa?" Tanya Tian.

Kalandra menggeleng pelan "jika malu karenaku, jangan berteriak seperti tadi."

Tian melirik dengan sinis "siapa yang malu padamu? Tidak sama sekali." Ketusnya.

"Baru tadi kau lembut sekarang kau ketus lagi, aku pulang dulu." Kalandra kembali pergi.

Sedangkan Tian menendang guling bahkan bantalnya, dia menyesali perbuatannya, kenapa dia harus berteriak seolah mengatakan jika dia benar-benar menyukai perilaku Kalandra, padahal dia mengatakan dengan pasti pada Teana jika dirinya adalah seorang dominan "aku dominan aku dominan." Ujarnya berkali-kali merapalkan seolah mantra, tapi perasaannya tak bisa di bohongi, dirinya tetap saja suka dengan perlakuan Kalandra, apalagi pada saat Kalandra yang mengusap rambutnya, membuat jantungnya memompa aliran darah semakin cepat.
.
.
.
Dua hari berlalu Tian telah kembali masuk sekolah, selama itu juga dia tidak bertemu dengan Kalandra lagi, informasi dari Teana jika Kalandra mengikuti kegiatan PMR membuatnya sangat sibuk.

Tian tidak mengerti kenapa Kalandra harus ikut dengan hal-hal yang membuatnya kerepotan, harus melaksanakan ini dan itu.

Dan hari itu juga seharusnya Tian bisa mengatakan pada snag bunda jika tidak ingin masuk sekolah, kenapa dia harus masuk bertepatan pada hari senin, di mana upacara akan selalu di laksanakan.

Tian mendengus kesal, dia meletakkan tasnya cukup kasar pada kursi, bukan tanpa sebab dia melakukannya, dia datang telat hingga beberapa OSIS memintanya untuk datang pada lapangan dengan segera, dan lebih kesalnya lagi, Tian di ikuti salah satu anggota OSIS, padahal jika tidak di ikuti, dia bisa berada di kelas atau bersembunyi di mana pun, demi apapun amanat pembina upacara sangat panjang, membuatnya lelah berdiri di bawah panasnya terik matahari.

Dengan langkah yang pelan dia berjalan menuju lapangan, berbaris di barisan kelas bagian paling belakang. Tian tengah fokus ke arah depan menyaksikan upacara walaupun beberapa kali dia menguap.

Kalandra tanpa di minta menggeser tubuhnya hingga berbaris tepat di belakang Tian, menjadi PMR tak membuatnya berada di kedinginan, semuanya sama rata, mengikuti upacara dengan baris berbaris dan berada di bawah terik panas matahari.

Hampir setengah jalan upacara di laksanakan dan Tian merasa pusing pada kepalanya, mengedipkan matanya beberapa kali namun pusing pada kepalanya tak kunjung reda, hingga Tian tidak kuat membuat tubuhnya limbung kebelakang hampir terjatuh pada tanah jika Kalandra tak siaga di belakangnya. Perasannya benar jika Tain tidak akan kuat dengan upacara yang dilangsungkan, membuat tubuhnya bergerak dan siaga di belakang Tian.

Tak membutuhkan tandu, Kalandra mengangkat Tian seorang diri, banyak pasang mata yang menatap mereka karena kegaduhan yang di hasilkan.

Bersambung...

Saya ambil beberapa organisasi di Indonesia karena jujur saya gak tau di negara lain ada atau tidak organisasi seperti PMR di sekolah, sesuai imajinasi kalian sendiri, ini di negara mana atau tempatnya dimana.

Kebanyakan isinya Roman Picisan, ya kisah kasih di sekolah gitu.

KalandraNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ