16. Efek Samping

1 2 0
                                    

Embusan napas berat terdengar jelas di telinga kanan Uleng. Akan tetapi, ia sama sekali tidak merasa terganggu. Tidak lain, si pemilik embusan napas itu ialah Daeng Mangalle yang bertengger di punggungnya. Hari ini, Daeng Mangalle merasakan lelah yang luar biasa. Kakinya sudah mati rasa sehingga tidak dapat digerakkan untuk sementara waktu. Ia meminta Uleng menggendongnya kembali ke kerajaan.

Melihat Daeng Mangalle yang begitu lelah dan rapuh seketika membuat hati Uleng tersenyuh. Dalam perjalanannya kembali pulang, tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut Daeng Mangalle. Uleng baru menyadari jika Daeng Mangalle tertidur setelah berjalan selama beberapa menit.

"Anda melakukan ini untuk apa, Daeng? Apakah hanya untuk mengalahkan Karaeng Galesong? Anda tidak perlu melakukannya," gumam Uleng menatap wajah tidur Daeng Mangalle yang begitu pulas. Jelas sekali jika dirinya merasa kelelahan.

Tidak seorang pun memaksa Daeng Mangalle memilih Karaeng Galesong sebagai pemacu semangat bagi sang adik. Tidak ada pula yang berani membandingkan kedua kakak beradik itu. Akan tetapi, Daeng Mangalle telah memilih Karaeng Galesong atas dasar pilihannya sendiri. Membuatnya berada pada posisi paling menyedihkan hari ini.

Uleng menggerakkan kakinya dengan perlahan dan hati-hati agar tidak membangunkan Daeng Mangalle dalam posisinya yang tertidur pulas. Sepinya malam menjadi pengiring perjalanannya kembali ke kerajaan Gowa.

"Daeng Mangalle, bangun. Kita telah sampai." Uleng mengguncang pelan tubuh Daeng Mangalle. Akan tetapi, sang empu belum juga menunjukkan tanda-tanda bangun dari tidurnya.

Uleng berusaha mengajak membangunkan Daeng Mangalle seraya menepuk pelan pipinya. Bukan berarti in tidak merasa kasihan dan membiarkan Daeng Mangalle beristirahat saja untuk malam ini, tetapi tubuh Daeng Mangalle dipenuhi keringat dan harus segera dibersihkan.

Perlahan, kedua kelopak mata itu terbuka. Daeng Mangalle mengerjapkan beberapa kali. "Uleng, saya di mana?" tanyanya sembari memperhatikan sekitar.

"Anda berada di kamar," jawab Uleng angkat.

Daeng Mangalle kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Tidak disadari jika ia sedang berada di kamar. Ah, iya. Saya baru menyadarinya."

"Daeng Mangalle sebaiknya membersihkan diri terlebih dahulu. Mandilah dengan air hangat agar tubuh Anda  kembali segar. Setelah itu anda harus makan."

"Katakan saja pada Amma' jika malam ini saya tidak akan makan. Saya hanya ingin mandi lalu istirahat." Rasa lelah yang hinggap di diri Daeng Mangalle membuat rasa laparnya menghilang.

"Saya akan memberitahukannya, tetapi anda tetap harus makan. Anda belum memasukkan makanan apa pun sejak tadi."

"Tetapi Uleng, untuk malam ini saya hanya ingin beristirahat. Tubuh saya sakit semua," adunya sembari memijit pundak.

"Tentu saja. Anda belum pernah melakukan pekerjaan seperti ini sebelumnya. Tubuh anda merasa terkejut, tetapi Anda tetap harus makan, Daeng. Melakukan latihan-latihan berat seperti itu membutuhkan tenaga yang besar. Sumber energi itu sendiri ialah berasa dari asupan yang berizi," jelas Uleng mencoba memberikan penjelasan.

"Jika anda masih ingin menjadi murid Malomo dan teman Marauleng, maka anda harus makan. Jika anda tidak ingin makan, maka saya juga tidak akan memberikan izin anda berlatih bersama mereka lagi. Saya akan mencarikan guru lain."

"Kau curang, Uleng," kata Daeng Mangalle dengan wajah cemberut. Uleng melakukan strategi terakhir yang bisa dilakukannya.

"Anda yang meminta saya melakukan itu," balas Uleng sambil tersenyum puas. "Jika Anda tidak ingin makan bersama keluarga, maka saya akan membawakan makanan itu ke sini. Anda tidak perlu khawatir. Saya akan memberikan penjelasan pada Amma' dan Karaeng Bontomangape."

Uleng pergi setelah mendapatkan persetujuan berupaya anggukan dari Daeng Mangalle.

"Sangat lelah," gumam Daeng Mangalle lagi sebelum beranjak dari tempat tidur.

***

Seperti yang telah dijanjikan, Uleng kembali ke kamar Daeng Mangalle dengan membawa sepiring makanan, lengkap dengan minumannya. Ia juga menemani Daeng Mangalle menghabiskan makanan. Tidak butuh waktu lama bagi Daeng Mangalle menghasilkan makanan dengan porsi yang lebih banyak dari biasanya itu.

"Saya melebihkan porsi makan Anda dan Anda menghabiskannya dalam waktu beberapa menit saja," komentar Uleng setelah Daeng Mangalle menyelesaikan makanannya.

"Saya lelah sekali, Uleng. Tanpa sadar saya kelaparan," jawab Daeng Mangalle seraya menenggaknya minumnya.

"Bukankah sebelumnya Anda tidak lapar?"

Pertanyaan yang diajukan Uleng menunjukkan deretan gigi Daeng Mangalle. "Sebelumnya tidak lapar, tetapi setelah mandi air hangat, rasa lapar saya muncul."

"Itu sebabnya saya sudah mengantisipasinya terlebih dahulu."

"Iya, Uleng. Saya berterima kasih karena memiliki kau di dekat saya. Tetapi, kau tidak harus selalu berada di dekat saya. Kau boleh tidak menemani saya berlatih bersama Marauleng."

"Saya tidak akan melakukannya. Keberadaan saya di sana akan sangat membantu. Seperti hari ini contohnya. Saya menggendong anda kembali. Jika saya tidak ada di sana, maka siapa yang akan membawa anda kembali? Daeng mungkin kehilangan kesadaran di suatu tempat.

"Kau benar juga," kata Daeng Mangalle pasrah tanpa bantahan. "Apakah memang seperti ini saat kau melakukan latihan, Uleng? Badan saya terasa sakit semua."

"Saya juga seperti itu, saat pertama kali berlatih. Akan tetapi, setelah melakukannya sesering mungkin, maka tubuh sudah terbiasa. Tubuh tidak lagi terasa sakit, malah, saat tidak melakukan latihan, tubuh menjadi sakit. Anda akan terbiasa seiring dengan berjalannya waktu."

Daeng Mangalle mengangguk mengerti sebelum mengizinkan Uleng pergi. Tubuhnya direbahkan di atas ranjang dengan tangan terentang. Mengambil air dari sungai dan mengisi dua buah kendi bukanlah pekerjaan yang pernah dilakukan olehnya. Akan tetapi, Daeng Mangalle berhasil melakukannya.

"Hari ini saya melakukan pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan. Rasanya sangat melelahkan, tetapi saya merasa bangga. Saya berhasil melakukannya, meskipun dalam waktu lama."

Daeng Mangalle bermonolog dengan diri sendiri. Latihan hari sangatlah melelehkan, tetapi ia juga merasa senang karena berhasil melakukan pekerjaan yang sebelumnya belum pernah dilakukan.

Setidaknya, itulah pemikiran Daeng Mangalle lima hari lalu. Ia tidak pernah menyangka jika kegiatannya mengisi kendi akan terus berlanjut sampai lima hari berturut-turut. Namun, dengan tingkat kesulitan berbeda. Ember yang digunakan Daeng Mangalle setiap harinya semakin mengecil. Menambah tingkat kesulitan.

"Sudah cukup. Saya tidak ingin melakukannya lagi. Total sudah ada sepuluh kendi yang saya isi dengan air. Sampai kapan kau akan meminta saya melakukan itu? Saya meminta diajarkan untuk memegang senjata, bukannya menjadi seorang pesuruh yang mengisi kendi besar. Saya bahkan tidak mendapatkan ucapan terima kasih. Orang-orang datang dengan mudah dan mengambil air seenaknya. Tidak pernah memikirkan usaha keras yang saya lakukan. Mengambil sungai lalu mengisinya ke kendi." Daeng Mangalle melayangkan protes pada Marauleng. Ia sudah mengisi air ke dalam kendi dalam kurun waktu lima hari berturut-turut. Namun, tidak mendapatkan apa pun selain rasa lelah dan emosi yang terpendam.

"Apakah Daeng ingin melakukan metode latihan lain? Daeng cukup baik mengisi air itu. Banyak orang bersyukur dengan adanya Daeng Mangalle yang membantu mereka mengisi air ke kendi." Marauleng memastikan jawaban. Daeng Mangalle. Apakah ia tetap akan mengganti metode latihannya atau tidak.

Bersambung...

Laron Menerjang Sinar [Segera Terbit]Where stories live. Discover now