14. Jawaban

4 2 0
                                    

"Saya sudah menemukan jawaban yang kau inginkan."

Ucapan tiba-tiba Daeng Mangalle sontak membuat Marauleng menoleh. Ia senang menikmati waktu santainya di bawah pohon rindang. "Apakah Daeng yakin dengan jawaban itu? Bisa saja jawaban yang Daeng sampaikan tidak berhasil membuat saya tertarik."

"Saya sangat yakin. Saya telah memikirkannya sejak lama dan jawaban ini saya yakin dengan pasti," ucap Daeng Mangalle serius.

Marauleng beranjak dari tempat duduknya. Ia merasa tertarik juga dengan Daeng Mangalle yang datang dengan penuh percaya diri. "Maka beritahu saya apa jawaban Daeng Mangalle," katanya menantang.

"Tujuan saya berlatih menggunakan senjata ialah untuk membantu dan melindungi orang lain, terutama keluarga saya."

Sejenak, Marauleng terdiam. "Tetapi Daeng tidak bisa menjadi pahlawan untuk semua orang. Daeng tidak bisa melindungi mereka satu persatu."

"Maka saya akan melindungi dengan kekuasaan yang saya miliki. Saya tidak akan menjadi seperti Karaeng Bontomangape, tetapi saya akan menjadi diri saya sendiri. Saya akan menjadi pemimpin yang tidak akan meninggalkan keluarga saya."

"Keluarga yang Daeng maksud apakah mereka yang ada di kerajaan?"

"Iya, mereka keluarga saya. Kau juga keluarga saya. Saya tidak akan menganggap siapa pun yang mengikuti saya sebagai bawahan ataupun teman, tetapi sebagai keluarga. Di mana keluarga tidak akan saling meninggalkan."

Jawaban Daeng Mangalle seketika membuat Marauleng geleng-geleng kepala. Tawanya juga pecah, tetapi tidak sekeras saat pertama kali mendengar jawaban Daeng Mangalle.

"Daeng Mangalle terlihat lebih muda dari saya, tetapi pemikiran Daeng cukup dewasa. Saat mendengar jawaban Daeng yang ingin mengalahkan Karaeng Galesong, saya tertawa, karena Daeng mengingatkan saya pada diri saya dahulu. Malomo juga tertawa. Saya sama frustrasinya dengan Daeng saat memikirkan jawaban paling sempurna. Saya pikir, jawaban yang Malomo inginkan ialah saya menjadi pahlawan Makassar, tetapi jawaban yang dibutuhkan Malomo sangat sederhana. Daeng tahu apa jawaban saya waktu itu?" Marauleng bertanya di akhir cerita tentang dirinya saat pertama kali berguru dengan Malomo.

"Apa jawaban Malomo, Marauleng? Saya ingin mengetahuinya." Daeng Mangalle sudah sangat penasaran dengan jawaban Marauleng. Apakah jawabannya sama dengan jawaban yang dulu disampaikan Marauleng pada Malomo?

"Jawabannya persis seperti jawaban Daeng Mangalle saat ini. Saya mengatakan ingin menggunakan kemampuan saya untuk menolong orang yang mengalami kesulitan."

"Mengapa kau kembali bertanya saat saya memberikan jawaban itu? Bukankah jawaban yang saya sampaikan sudah cukup membuat saya diterima sebagai temanmu dan muridnya Malomo?" Daeng Mangalle merasa sedikit kesal saat Marauleng meragukan jawaban yeng telah lama ia pikirkan.

Di mana pun berada, pikiran Daeng Mangalle terus bekerja keras menemukan jawaban yang diinginkan Marauleng. Ia juga sempat bicara dan berdiskusi dengan ibunya dan Uleng. Berkat mereka, ia bisa menemukan jawaban itu.

"Saya hanya ingin menguji Anda. Daeng terlihat sangat serius. Saya cukup terkejut mendengar jawaban Daeng Mangalle. Umur Anda tidak jauh berbeda dengan saya, tetapi pemikiran Anda cukup dewasa. Apakah seperti ini orang-orang yang ada di kerajaan?" Marauleng penasaran bagaimana bisa Daeng Mangalle menemukan jawaban seperti itu.

"Kau benar. Hampir semuanya seperti itu, karena kami diajarkan ilmu politik. Terutama menjadi seorang pemimpin," jawab Daeng Mangalle seadanya. Setiap kali mendapatkan pelajaran mengenai sikap kepemimpinan dan pantang menyerah, Daeng Mangalle selalu bersemangat. Mengingatkan akan dirinya yang memiliki semangat berkobar agar dapat menyaingi kehebatan Karaeng Galesong.

Ucapan Daeng Mangalle sontak membuat Marauleng membulatkan mata. "Mohon maaf atas kelancangan saya, Daeng. Saya mengucapkan hal-hal yang sejak awal sudah Anda ketahui. Saya mohon maafkanlah saya," ucapnya setelah menyadari kesalahan. Pada pertemuan mereka sebelumnya, Marauleng berucap tidak sopan pada Daeng Mangalle.

"Tidak apa-apa. Saya tahu maksud kau baik, tetapi saya juga tidak cukup baik. Saya ingin agar kau bicara dengan Malomo dan memintanya menjadikan saya sebagai murid. Saya benar-benar ingin melatih kemampuan saya."

"Bukan perkara sulit, Daeng. Saya yakin Malomo akan menerima Anda tanpa saya memintanya, karena jawaban Anda adalah jawaban yang dibutuhkannya," balas Marauleng dengan seulas senyum tipis.

Daeng Mangalle mengulas senyum yang lebih lebar dari Marauleng. Senyumnya tidak pernah luntur, bahkan saat ia bertemu dengan Malomo. Daeng Mangalle begitu senang, sampai rasanya ia ingin sekali terbang.

"Daeng saya terima sebagai murid, tetapi yang menemani Daeng Mangalle berlatih lebih sering ialah Marauleng. Dia merupakan murid saya yang pintar dan kemampuannya juga sudah jauh berkembang. Saya yakin, Daeng dapat belajar dengan cepat," kata Malomo dengan senyum yang juga merekah. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya yang merupakan seorang petani biasa memiliki Daeng Mangalle sebagai seorang murid.

"Uleng, kau pulang saja. Saya akan berlatih dengan Malomo dan Marauleng hari ini," kata Daeng Mangalle menghampiri Uleng yang  tengah duduk mengamati di bawah pohon.

"Saya tetap akan berada di sini, Daeng. Saya tidak akan pergi meninggalkan Anda seorang diri bersama orang asing. Kejadian terakhir kali, saya tidak ingin terjadi lagi pada Anda. Dunia luar sangat berbahaya." Uleng tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Di mana ia membiarkan Daeng Mangalle pergi seorang diri dan mendapatkan luka.

"Saya ingin melarang, tetapi kau tidak akan menuruti ucapan saya. Ya sudah, kau tunggu saja di sini."

Sebagai langkah awal, Malomo memberitahukan bagian-bagian mana dari tubuh yang dapat digunakan sebagai senjata andalan. Dalam pertempuran, tidak setiap saat senjata dijadikan alat utama mengalahkan masuh. Apalagi jika tidak ikut bertempur dalam medan peperangan. Tubuh dan bagian-bagiannya ialah senjata yang paling ampuh dan efektif.

"Sebelum bisa menggunakan senjata, Daeng terlebih dahulu harus memperkuat otot tubuh. Daeng harus terbiasa dengan pekerjaan berat jika ingin menjadi orang hebat."

"Karaeng Galesong tidak pernah melakukan pekerjaan berat, tetapi Karaeng sangat hebat, Malomo," kata Daeng Mangalle. Ia tidak pernah melihat saudaranya melakukan pekerjaan yang mengeluarkan tenaga.

"Saya tidak setuju dengan ucapan Daeng Mangalle, karena kemampuan tanpa diasah dengan latihan tidak akan berhasil. Saya yakin Karaeng Galesong telah berlatih keras, tanpa sepengetahuan Anda," jelas Malomo singkat. "Ada satu hal yang juga ingin saya sampaikan. Bahwa antara Daeng Mangalle dan Karaeng Galesong tidaklah sama. Ikatan persaudaraan yang kalian miliki benar adanya, tetapi Daeng sendiri tahu jika kalian sangatlah berbeda. Mulai sekarang, saya tidak ingin mendengar Anda membandingkan diri dengan orang lain, terima Karaeng Galesong. Saya tidak ingi nama orang lain di sebut di sini."

Daeng Mangalle tidak pernah tahu jika Karaeng Galesong berlatih dengan keras, sebab, ia telah melihat kemampuan sang kakak yang sejak awal sudah hebat. Latihan yang dilakukannya pun tidak sekeras dirinya.

"Baiklah, Malomo," jawab Daeng Mangalle singkat. Ia tidak ingin melihat Malomo marah hanya karena tidak menuruti perkataanmya.

"Saya ingin bertanya mengenai Uleng. Apakah saya tidak boleh menyebut atau memanggil nama Uleng? Dia adalah pengawal saya dan akan terus menemani saya. Suatu waktu, saya pasti membutuhkan bantuannya. Saya juga tidak mungkin berdiam diri tanpa menyebut namanya," tanya Daeng Mangalle serius. Ia tidak bisa lepas dari Uleng, dan tidak mungkin baginya untuk tidak menyebut nama Uleng.

"Ya, Daeng boleh menyebut nama saya, Marauleng dan Uleng. Selebihnya tidak ada lagi," jawab Malomo atas pertanyaan yang diajukan murid barunya itu.

Bersambung...

Laron Menerjang Sinar [Segera Terbit]Where stories live. Discover now