Part 22

6.2K 557 34
                                    

Becca mengusap peluh di dahinya untuk yang kesekian kali kemudian melanjutkan aktivitasnya merapikan kamar yang super berantakan mengabaikan pinggangnya yang juga sudah pegal karena sejak pagi dia belum istirahat.

Becca hanya ingin pekerjaannya segera selesai agar bisa segera istirahat.

Pagi tadi saat dia akhirnya keluar kamar hal yang dia lihat adalah kondisi setiap sudut ruangan yang seperti gudang. Unit mereka tidak layak disebut rumah.

Becca heran bagaimana bisa Freen membuat rumah menjadi seperti rumah yang habis diserang sapi yang mengamuk hanya dalam satu hari.

Ruang tamu dengan bungkus Snack yang berserakan dimana-mana, meja dapur yang penuh dengan gelas dan piring kotor, wastafel yang menumpuk peralatan masak yang habis digunakan. Entah apa yang dimasak Freen yang mengharuskannya menggunakan semua alat masak dan belum lagi kondisi lantai, kitchen bar yang penuh dengan belanjaan yang belum di tata. Dan juga kamar, Becca tidak menghitungnya karena setiap pagi memang selalu berantakan.

Becca menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan keras.

Semangat Becca, setelah ini mintalah Black card milik Freen Sarocha lalu habiskan uangnya sampai wanita itu jatuh miskin.

Becca menyemangati diri sendiri sebelum mulai bekerja.

Setelah kemarin hanya terbaring tanpa melakukan apa-apa sekarang dia sudah merasa baik-baik saja. Obat yang diberikan dokter kemarin cukup membantu meredakan nyeri perutnya. Becca akan mempertimbangkan untuk memeriksakan dirinya lebih lanjut, dia tidak ingin sakit lagi atau Freen Sarocha akan mengacaukan rumah mereka.

Tapi bisakah Becca mengeluh sekali ini saja saat melihat istrinya itu malah cekikikan menonton film tanpa mau membantunya.

"Aku tidak dilahirkan untuk itu." Itu kalimat andalannya setiap kali Becca meminta untuk membantunya.
Atau kalau tidak "aku tidak menyuruhmu mengerjakan semua itu," yang membuat Becca ingin sekali meninju muka menyebalkan istrinya itu, bagaimana dia akan tahan tinggal di rumah yang kacau seperti ini.

Becca terbiasa hidup dengan rumah yang bersih, rapi dan tertata, dia paling tidak tahan melihat rumah yang berantakan.

Becca melirik ke arah Freen yang tiba-tiba tertawa kencang pada laptopnya.
Menghela nafasnya lagi. Lebih baik wanita itu tidak ada di rumah saja dari pada di rumah malah membuatnya kesal.

Becca mampu membereskan kekacauan ini dengan tenang jika Freen tidak ada di hadapannya tapi gara-gara Freen di rumah tanpa mau membantu dia jadi merasa bahwa dia seperti asisten rumah tangga bukanmya istri. Lagi pula kesejahteraan rumah adalah tanggung jawab bersama bukan hanya dibebankan kepada yang berperan sebagai istri.

Tapi sekali lagi, Freen memiliki teorinya sendiri, dia kepala rumah tangga, tugasnya hanya mencari uang, urusan rumah adalah urusan Becca.

"Oh Astaga ternyata menonton film sangat seru, kemana saja aku selama ini," ucap Freen kepada dirinya sendiri tanpa mengalihkan fokusnya dari film yang dia tonton, Zootopia.
Film kartun lama tentang hewan-hewan.

Ini adalah kali pertama Freen bersantai tanpa memikirkan pekerjaan. Jangankan menonton film, sekedar hangout bersama temannya pun Freen enggan, yang dia pikirkan hanya kerja dan kerja bahkan ketika hari libur pun Freen gunakan untuk mengurus pekerjaan.

Freen melirik ke arah Becca yang sekarang sibuk mengumpulkan pakaian kotor untuk di bawa ke ruang laundry.
Melihat jam ternyata sudah jam satu, pantas saja perutnya sudah lapar.

"Bec, aku lapar," keluhnya.

"Pesan saja ya kak, pekerjaanku belum selesai," jawab gadis itu.

Dia mengangkat keranjang pakaian kotor kedua.
Freen mematikan laptopnya lalu menyusul Becca ke ruang laundry.

The Right Things (Complete)Where stories live. Discover now