"Jehan kalau marah emang nyeremin tapi dia bisa ngontrol diri kalau sama perempuan apalagi ini istrinya." jawab Ezzra yang diangguki oleh Kanara, Jendra dan Marven.

Setelah sampai di kamar, Rasel pun menutup pintu dengan pelan kemudian mendekati Jehan yang berdiri gagah menghadap jendela. Rasel menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya, mencoba menenangkan dirinya dulu sebelum mulai berbicara.

"Jehan, sebenarnya aku ngga mau bohongin kamu tapi kalo aku bilang aku yakin kamu ngga akan ngizinin aku buat pergi" Rasel berkata lebih dulu dengan suara kecil, menjelaskan dari sudut pandangnya.

"Kamu sadar ngga tindakan kamu hari ini tuh gegabah?"

Rasel mengangguk lemah, "Aku sadar kok–"

Jehan membalikkan badannya sambil memegang kedua pinggang. "You realized but you still left without me knowing and you even lied to me, Raselia."

"Aku ngga ngerti kenapa kamu bisa kepikiran ketemu Lorenza sendirian. Kalau kamu kenapa-kenapa gimana?!"

"Kata siapa aku sendirian? Natalie nemenin aku, dia ngejagain aku kok. Tadi kamu liat sendiri kan dia pulang bareng aku?"

"Itu juga karena Mbak Kana yang maksa, kalau engga kamu nekat pergi sendirian. Bener kan?" Rasel diam karena ucapan Jehan ini fakta.

"Gue ngerti perasaan lo jadi kalau gue di posisi lo, gue bakal ngelakuin hal yang sama. Lo mau ketemu Lorenza? Silakan, ngga ada satupun dari kita yang bisa larang–" ucap Kanara yang menyandar pada meja pantry.

"Mbak, lo gila?!" sahut Jendra yang memotong perkataan kakaknya disana. "Pokoknya gue nentang ide ini."

Kanara berdecak kesal, "Ck! Gue belum selesai ngomong!"

"Tapi dengan satu syarat, Sel. Lo ngga boleh pergi sendirian."

"Gue setuju." timpal yang lain saling menyahut.

Rasel mengulum bibirnya, "Gue bisa sendiri kok, gue ngga mau ngerepotin salah satu dari kalian. Lagian gue rasa Lola ngga bakal ngelukain gue–"

"Lo salah, justru lo target utamanya. Gue ngga setuju rencana janji temu lo karena itu. Lorenza bukan orang baik dan janji temu yang lo buat bakal jadi waktu yang sempurna untuk ngelukain lo." ucap Ezzra menjelaskan keadaan dugaannya.

"Gue udah kenal Lola belasan tahun dan gue yakin dia ngga sepenuhnya jahat. Jadi gue bisa pergi sendiri." Rasel tetap pada pendirian awalnya.

Marven menggigit bibirnya ragu. Ia tidak menduga bahwa Rasel memintanya memanggil tim ini tanpa sepengetahuan Jehan adalah untuk membahas rencananya yang mengejutkan dan tidak masuk akal.

Bertemu Lorenza sendirian? Wanita itu sudah gila. Bagaimana mungkin mereka semua memberi izin untuk itu? Apalagi tanpa sepengetahuan Jehan, mereka tidak ingin mencari masalah dengan pria itu.

"Sorry, kali ini gue ngga bisa nurutin permintaan lo." ucap Marven disertai gelengan kepala.

Billy melipat kedua tangannya di depan dada, "Gue emang ngga kenal Lola tapi gue kenal Jeksa. Gue di sampingnya selama puluhan tahun."

"Semua sifat ada di dalam diri dia. Tapi baik bukan salah satunya. Jeksa itu manipulatif, picik, pendendam dan gue yakin Lorenza pun sama kayak gitu."

"Gini, gini.. Lorenza hidup di balik nama Lola selama belasan tahun buat ngedeketin lo, Sel." Alaya menyahut karena temannya itu sungguh keras kepala.

Rasel memang lebih mengenal Lola lebih lama dari pada mereka tetapi bukan berarti dia bisa bertemu dengan orang berbahaya itu sendirian apalagi dengan pemikiran 'tidak sepenuhnya jahat', benar bukan?

The Fate of Us | JaerosèDonde viven las historias. Descúbrelo ahora