Twenty Three : Rencana Mereka

73 10 0
                                    

Kehidupan Leo berjalan normal, ia bersekolah dan bersikap layaknya anak remaja pada umum-nya. Tina senang, sang buah hati tumbuh dengan baik namun ada kalanya Tina merasakan hal aneh. Ia sering kali mendapat kilasan bayangan yang menyeramkan, kilasan tentang kematian vampir dan itu menghantui Tina sejak bulan lalu. Saat ini Tina berada di kediaman Sean, si ayah meminta Tina untuk membawa Leo ke rumah.

"Kakek!" Leo memekik dan berlari menubruk Sean yang terkekeh geli mengusak surai lebat sang cucu.

"Wah, kau semakin tinggi! Kakek bisa kalah tinggi dengan-mu dalam beberapa tahun ke depan" canda Sean, si kecil tersenyum lebar hingga menampakkan deretan gigi yang putih itu.

"Ayah, aku titip Leo sebentar, aku ada urusan mendadak" Tina bersuara.

"Sure, semoga kau lupa menjemput Leo nanti" sahut Sean, ia tersenyum jahil. Leo-Sean kompak tertawa, Tina menggelengkan kepala.

"Mommy pergi dulu, hm? Listen the words of your grandpa, okay, baby?" Si mommy mengusap pipi Leo.

"Okay, mommy" Leo mengangguk patuh.

"Good boy" Tina mencubit pelan pipi si anak dan berlalu keluar dari rumah, ia melajukan mobil untuk menemui seseorang di sebuah tempat yang dulu pernah ia datangi.

"There you are"

Tina tersenyum turun dari mobil, mendekat pada sosok pria yang telah cukup lama tak ia temui. Jackson Flush. Si sahabat lama. Tina memeluk-nya erat, Jack tersenyum meski hatinya berdenyut ngilu.

"How are you, Jack? Aku merindukan-mu" Tina mengurai pelukan mereka.

"Not good, Christie, i miss you too" Jack menampilkan senyuman kecil, terpaksa. Kedua-nya duduk di salah satu meja kosong, terlihat Gwen juga Rick dan Rey disana melirik ke arah mereka.

"Ada hal serius yang ingin kau bicarakan, Jack?" Tina bertanya.

"Ya, sebelum itu aku ingin tahu keadaan-mu dan keadaan anak-mu" jawab Jack.

"Aku sangat baik, Leo juga baik-baik saja. Kau bisa melihat-nya di rumah ayah, jika kau mau" sahut Tina. Si sahabat mengangguk pelan, ia diam sejenak.

"I'm sorry, Christie" gumam Jack kemudian.

"Sorry for what?" Bingung Tina.

"Aku.."

Jack menggantungkan ucapan-nya, tatapan si pria tertuju pada Tina yang menautkan kedua alis. Tina tidak di-anugerahkan kekuatan membaca pikiran, ia cukup kesal karena Hans dan Leo memiliki kekuatan itu sementara dirinya tidak. Seperti ini jadinya, ia kesulitan menebak jika seseorang berujar setengah-setengah.

"What's wrong, Jack? Are you okay?" Tina bertanya, ia penasaran sekaligus cemas.

"Seharusnya aku mengatakan ini sejak dulu, tapi aku berdiam diri dan setelah belasan tahun aku akhirnya sadar kalau ini salah. Aku tak ingin kau membenciku jika aku tak sempat mengatakan ini" jawab Jack, ekspresi si pria berubah sendu.

"Jack, beritahu aku ada apa"

Tina meraih tangan Jack di atas meja, menggenggam-nya erat. Jack tersenyum simpul, ia melirik genggaman erat tersebut sebelum menatap manik ke-emasan Tina yang ditutupi oleh softlens abu-abu. Jack mencondongkan tubuh, ia melirik sekitar memastikan tak ada yang mendengarkan apa yang hendak di-ucapkan.

"It's about Leo and The Medalion" bisik Jack.

Tina menegang, Leo dan The Medalion? Mau apa lagi mereka? Bukankah dulu permasalahan Leo yang dituduh vampir abadi telah selesai? Apa lagi sekarang?

[✔️] ECLIPSEWhere stories live. Discover now