02

786 239 70
                                    

Terima kasih dan selamat membaca 💕


💌

UNTUK YANG senantiasa berseri,

Dik Wara Wening Widyadhari.


Apa kabarmu hari ini, Dik?

Aku melihatmu pada hari Kamis.

Kamu berjalan keluar kelas bersama kawan-kawanmu.

Aku melihat tawamu yang manis.

Kamu tidak pernah tahu, mataku selalu tertuju kepadamu.


Dari pengagum rahasiamu,

Raden Bagus Dhanuraga Candrawisesa.

💌

Mas Bagus.

Setidaknya, begitulah Wening menyebut nama pemuda itu dalam hati. Nama yang cocok sekaligus tidak cocok untuk orangnya. Maksud Wening, dia memang sungguhan bagus*. Bagus tenan, kata Shinta dan Ririn. Setiap kali pemuda itu melintasi koridor Fakultas Kedokteran untuk menghampiri Wening, semua kepala berpaling, atau minimal mata mengerling. Namun, jenis bagus berupa rambut pirang terang, mata biru gelap, dan kulit seputih pualam jelas tidak cocok dengan nama Jawa ningrat, kan?

(* bagus dalam bahasa Jawa artinya tampan)

Ada kemungkinan 'Bagus' adalah bagian dari gelar kebangsawanan lelaki itu, yang umumnya disematkan kepada anggota keluarga keraton. Bisa saja nama sebenarnya 'Dhanu', atau 'Raga', atau siapapun itu Wening tidak peduli. Toh dia memang bagus, dan Wening sendiri lebih menyukai 'Mas Bagus' saja.

Sekali lagi, Wening membaca surat singkat itu. Surat dari Mas Bagus memang tidak pernah panjang ataupun bertele-tele. Pilihan kata-katanya pun selalu sederhana, meski tidak puitis, tetapi cukup romantis untuk membuat Wening tersenyum manis. Surat itu merupakan tulisan tangan asli, menggunakan huruf kursif halus, dengan ketebalan dan ukuran yang presisi satu sama lain, mencerminkan kehati-hatian dalam proses menulisnya.

Jika Wening mendekatkan hidungnya, tercium aroma kayu cendana samar dari kertas itu. Semakin lama menghirupnya, ketenangan itu kian menyebar memenuhi pikiran Wening.

Aku melihatmu pada hari Kamis.

Wening membuka matanya yang sempat terpejam. Bukankah hari Kamis itu kemarin?

Kamu berjalan keluar kelas bersama kawan-kawanmu.

Jadwal Wening kemarin pagi adalah kuliah tatap muka, diikuti praktikum skill lab pada siang hari. Praktikum dilaksanakan di lab, jadi satu-satunya waktu Wening keluar kelas hanyalah setelah kuliah tatap muka. Apakah saat itu Mas Bagus melihatnya?

Wening tidak merasa menemukan Mas Bagus, tetapi dia mendapati seorang kawannya. Mas Bagus sering terlihat bersama lelaki pribumi berpostur tinggi dengan potongan rambut pendek-rapi ini. Lelaki itu sedang berbincang dengan Dekan Kemahasiswaan, kali ini sendiri saja tanpa Mas Bagus. Dia sempat melirik dan melempar senyum singkat untuk Wening, kemudian Wening membalasnya sambil sedikit menunduk.

Apakah saat itu sebenarnya Mas Bagus juga ada di sekitar Wening, tapi gadis itu tidak menyadarinya? Atau Mas Bagus hanya mendengar cerita dari kawannya yang bertemu Wening? Jika iya, artinya Mas Bagus berbohong dalam surat ini?

"Wening." Panggilan Ibu dari luar kamar memecahkan lamunannya, diikuti ketukan pintu tiga kali. "Nduk, bapakmu pulang. Kamu diminta melihat seserahannya."

Kurirasa 1990Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang