FWB : 33

5.4K 140 11
                                    

Friends with Benefits °•° Part 33



Jefian memutar bola matanya jengah. Saat ini ia tengah berkumpul bersama keluarga Azura. Jika hanya dengan Nadine, mungkin Jefian akan maklum. Namun, Jefian malah terjebak dengan keluarga besar Azura. Gadis itu sendiri sedang membantu Ibunya menata kue-kue kepada para tamu sehingga Jefian ditinggalkan sendiri bersama orang-orang yang tak ia kenal. Dalam hati, Jefian mengumpati Azura yang dengan seenaknya jidatnya malah meninggalkannya.

"Lo 'kan julid, jadi kalo dijulidin sama mereka, julid balik, apa susah?" Begitulah kata Azura sebelum meninggalkan Jefian.

Azura babi. Batin Jefian kesal.

"Nak Jefian ini pacarnya Azura, ya?" Jefian hanya tersenyum tipis pada wanita berdandanan tebal dengan lipstik merah merekah. Mungkin saudarinya Ibunya atau Bapaknya Azura. Jefian tak peduli.

"Iya, Tan. Dia katanya pacarnya Kak Zura," ucap Azalea dengan nada manis kepada wanita itu. Dih, caper. Batin Jefian malas.

Wanita itu mengangguk, "jadi kalian kapan mau nikah? Masa keduluan sama Lea." Jefian menatap wanita itu dengan senyuman manis, "ya gimana enggak keduluan, Tan. Orang adik ipar aja kebobolan duluan. Kalo enggak dinikahin cepet, ntar keluarga besar pada malu lho," balas Jefian.

Janaru menatap Jefian sinis, "mulut tuh dijaga, ya!" Jefian menatap Janaru, "aduh, adik ipar. Gue ngomongin fakta kok. Beda kalo gue ngomongin fitnah, nah itu yang baru kudu gue jaga mulut gue. Ntar malah dosa, 'kan enggak lucu gue masuk neraka."

Wanita itu segera melerai sebelum Janaru semakin emosi, "udah. Kalian jangan berantem. Malu, nanti kedengaran orang," ucapnya. Janaru menatap Jefian tajam sedangkan Jefian malah menatap Janaru dengan tatapan mengejek.

"Tante ..." Wanita itu menatap Azalea yang kini menatapnya dengan tatapan memelas, "... Lea pusing. Boleh enggak kalo Lea istirahat di kamar sebentar?" tanyanya. Wanita itu mengusap sayang pipi Azalea, "mau Tante temenin atau sama Janaru, hm?" tanya wanita itu. Janaru yang peka langsung mengajukan diri. Lagipula ia malas berhadapan dengan Jefian.

Seperginya Janaru dan Azalea, Jefian langsung menatap wanita yang kini malah menatapnya serius, "kenapa?" tanya Jefian. "Saya enggak paham gimana ceritanya Azura mau sama kamu. Saya liat, kamu anaknya enggak sopan begini. Lagipula, harusnya kamu jaga ucapan kamu di depan Azalea, biar bagaimanapun dia lagi hamil. Perasaan dia sensitif dan kamu harusnya sebagai laki-laki paham dan memaklumi," ucapnya.

"Berarti hamil di luar nikah itu sekarang dimaklumi, ya?" tanya Jefian dengan wajah tanpa dosa. Wanita itu memerah menahan emosi, "lho, bener dong? Inti ucapan Tante tadi 'kan Jefian harus memaklumi si Azalea. Dia 'kan hamil di luar nikah, berarti sekarang hamil di luar nikah harus dimaklumi dong? Berarti nanti kalo semisal anak cewek Tante hamil duluan padahal masih belum nikah, Tante harus memaklumi juga dong begimana orang-orang bakal ngomongin anak Tante. Secara dia enggak bisa jaga apa yang harus dia jaga," ucap Jefian.

Baru saja wanita itu akan membalas, Azura dan Nadine pun datang mendekat. "Duh, kayaknya seru nih. Lagi bahas apa?" tanya Nadine. Wanita itu langsung tersenyum ke arah Nadine, "calon menantumu ini unik ya, Mba." Nadine menatap adik iparnya itu bingung, "unik gimana, dek?" tanyanya.

Wanita itu menatap Jefian sinis, "unik karena enggak punya sopan santun sama yang lebih tua." Nadine menatap adik iparnya heran, "ngomong apaan sih, dek? Jefian anaknya sopan banget gini kok."

"Iya kok, Tan. Jefi tuh sopan soalnya Mama sama Papa Jefi ngajarin Jefi buat sopan sama orang yang layak Jefi perlakukan sopan juga. Nah, kalo Jefi enggak sopan sama Tante, berarti Tante enggak masuk kategori orang yang berhak Jefi perlakukan sopan dong. Gitu aja kok enggak paham," ucap Jefian. Nadine dan Azura terlihat menahan tawa mereka.

"Oh, iya. Buat pertanyaan Tante tadi yang nanya kapan Jefi nikahin Azura, Jefian balik tanya deh. Tante kapan matinya?" tanya Jefian lagi.

Habislah! Azura langsung tertawa lepas begitu mendengar ucapan Jefian yang kini berhasil membuat Tantenya memerah kesal. Merasa kalah, wanita itu langsung pergi mencari suaminya. Nadine yang sejak tadi menahan tawa langsung menepuk pundak Jefian, "keren banget. Tante suka, memang harus dikasih pelajaran tuh adik iparnya Tante. Mulutnya suka manis tapi mojokin gitu. Tante salut sama kamu," ucapnya. Jefian yang mendengar itu langsung tersenyum bangga.

Azura mengalungkan tangannya di leher Jefian hingga Jefian sedikit condong ke arahnya, "Ma, kita balik duluan, ya? Azura baru inget ada tugas yang harus dikerjain. Nanti kapan-kapan Zura ajak Mama ketemuan di kafe atau restoran. Gimana?" tanya Azura. Nadine mengangguk. "Jangan lupa sering-sering kabarin Mama, ya? Jefian juga, diajak sering-sering. Mama suka calon mantu begini."

Jefian melambaikan tangannya kepada Nadine begitu Azura menariknya pergi. Begitu tiba di parkiran, Jefian langsung mengeluarkan motornya dan menyerahkan helm kepada Azura.

"Makasih lho, enggak nyesel gue ngajak lo. Memang paling bisa ngalahin mulut gedenya keluarga gue yang lain, apalagi keluarga bokap gue." Azura berterimakasih.

"Gue sekarang tau darimana adek lo dapet gen polos-polos bangsat, ternyata dari keluarga bokap lo," balas Jefian.

"Iya, gitu deh. Biar gitu, gue kadang kesel aja. Gue juga anaknya, tapi dia malah lebih sayang anak bungsunya," balas Azura.

Jefian mematikan mesin motornya dan menatap rumah Azura, "video bokep adek lo masih ada?" tanyanya tiba-tiba. Azura yang mendengar itu tiba-tiba merasa kesal, "buat apa? Mau lo tonton?"

Jefian terkekeh geli, "enggak sih, lagian gue udah punya yang lebih pol, ngapain gue cuma nonton kalo gue bisa praktek," ucapnya.

"Lo mau praktek? Maksudnya lo mau main sama dia?!" Azura mendelik kesal.

Jefian berdecih, "bukan, bego. Gue enggak suka sama yang modelan caper gitu."

"Tapi mantan lo caper semua, njing!" balas Azura.

"Duh, udahlah! Gini, dengerin gue. Adek lo tuh enggak bakal jera kalo enggak dikasih hukuman yang setimpal." Jefian menjelaskan.

Azura menatapnya bingung, "maksud lo?"

"Adek sama mantan lo sekolah dimana?" tanya Jefian. "Kalo adek gue sekolah di sekolah swasta, kalo Janaru dia satu sekolah sama kita sebelum akhirnya berenti. Mau ngapain sih?" tanya Azura.

Jefian menyeringai, "karena keluarga besar lo memaklumi kelakuan mereka, gimana kita lihat reaksi masyarakat? Apa kelakuan mereka dimaklumi juga?"

"Lo mau nyebarin video mereka?" tanya Azura. Jefian tersenyum, "betul! Seratus buat lo! Gimana?" tanyanya.

"Apa enggak berlebihan? Gimanapun dia adek gue," ucap Azura ragu. Jefian menatapnya malas, "apa adek lo ada ngerasa begini waktu ngerebut si Janur-Janur itu dari lo? Enggak, 'kan?"

"Janaru," koreksi Azura. "Ya, itulah pokoknya!" balas Jefian.

"Enggak sih, tap-"

"Ra, dengerin gue. Manusia begitu, bakal makin menjadi-jadi kalo enggak dapet ganjaran dulu. Keluarga kalian memaklumi hanya karena dia anak bungsu, kalo gitu satu-satunya cara biar mereka jera adalah sanksi sosial dong. Dia mungkin bisa bungkam mulut keluarga kalian, tapi apa mereka bisa bungkam mulut seluruh masyarakat? Seenggaknya biar ngasih efek jera, lagipula gue kesel sama muka adek sama mantan lo itu. Pengen gue lemparin pake tai sapi tau enggak," ucap Jefian.

Azura tertawa kecil, "makasih banyak lho."

"Dih, ngapain makasih?" tanya Jefian bingung.

"Makasih aja pokoknya. Yuk, balik. Untuk videonya nanti gue kirim lewat WA. Awas aja kalo lo nonton, enggak boleh nyentuh gue sebulan!" ucap Azura.

"Iya, iya. Sadis banget ancamannya," ucap Jefian.


°•° To be Continued °•°

FRIENDS WITH BENEFITS ✔Where stories live. Discover now