#10 : Dia lagi

Mulai dari awal
                                    

"Eh iya hp gue ketinggalan, it's oke."

"Ini beneran nggak apa-apa kan?" Tanya perempuan itu dengan hati-hati

"Iya nggak apa-apa kok."

Tin tin!

Bunyi klakson mobil yang terparkir tak jauh dari keduanya, membuat Retta ikut menoleh. Perempuan itu mengangkat tangan kanannya, kemudian menatap Retta.

"Lagi nunggu hujan reda ya?"

"Iya."

"Bareng aja yuk, gue antar ke rumah Lo. Gimana?"

"Eh? Nggak usah rumah gue deket kok."

"Udah nggak apa-apa, nunggu hujan kelamaan!"

Tanpa menunggu jawaban dari Retta, perempuan itu langsung menyambar kantong belanjaan Retta beserta kopi yang Retta seduh tadi. Tangan kanannya menggandeng Retta menuju mobil hitam. Tak segan-segan perempuan itu juga membukakan pintu untuk Retta. Baru setelahnya ikut masuk dan duduk di kursi belakang.

"Duduk depan Ri, gue bukan supir kalian."

Perempuan yang disapa 'Ri' itu berdecak, namun tetap menuruti titah laki-laki yang duduk dibelakang kemudi itu. Merasa ditatap oleh laki-laki yang juga mengenakan masker berwarna hitam itu, Retta pun membalas tatapan itu lewat kaca mobil.
Alis laki-laki itu menukik, matanya berkilat tajam.

"Ri? Lo ngapain bawa karung beras ke mobil gue?"

Retta melotot tak terima mendengar ucapan laki-laki itu. Namun sebelum membalas pertanyaan tak sopan itu, mata Retta membola saat laki-laki itu menurunkan maskernya.

Dia?!

🚗🚗🚗

Hari ini Retta berangkat sekolah dalam keadaan flu. Akibat dari kehujanan semalam Retta tak henti-hentinya bersin. Menurut kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Maka dari itu, saat menyadari ia sudah bersin sebanyak lebih tiga kali Retta berinisiatif untuk meminum obat flu.
Retta tetap berangkat sekolah meski kepalanya terasa berat dengan mata yang sedikit berair. Tak apa, setidaknya bersinnya sudah membaik tidak separah semalam. Ya, meskipun selama di kelas Retta lengket dengan mejanya. Bertumpu pada salah satu lengannya, Retta menelungkupkan wajahnya sedangkan tangan kanannya yang bebas menutupi wajahnya. Waspada saja jika salah satu dari sembilan belas temannya berniat memotretnya diam-diam.

"Ayo ke kantin, dari semalam gue ngidam banget baksonya Bu Tutik," ajak Darisa setelah mencepol asal rambutnya.

"Ayo Ta!"

Retta menegapkan punggungnya, membenahi rambutnya yang berantakan kemudian membersit hidungnya. Ia mengangguk lalu mengikuti Karen dan Darisa yang sudah berjalan mendahuluinya. Baru beberapa langkah dari kelasnya, Retta kembali berhenti. Mengikat ulang tali sepatunya yang terlepas. Tak membutuhkan waktu lama bagi Retta, karena sebenarnya Retta tidak mengikat tali sepatunya. Retta hanya memasukkan tali itu disisi sepatunya. Saat mendongak, Retta tak sengaja bertemu tatap dengan sepasang mata yang juga tengah menatapnya dengan lekat. Retta berdeham, mengalihkan tatapannya namun tak juga beranjak. Hingga siswa itu berjalan melewatinya.

"Huuuuuh... "

Retta bernapas lega. Sebelum kembali melangkah, Retta menghirup aroma wangi yang tertinggal dari seseorang itu. Masih sama, iya Retta masih hafal bahkan semua tentangnya. Lebih dari yang ia tahu dari segala hal tentang seorang Marchel. Dan seorang itu tinggal lebih lama dalam hati Retta, atau mungkin sampai detik ini.

Hujan Kemarin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang