0 • 8 - Beautifull

Mulai dari awal
                                    

Jimin menerima tangan Luca dan keduanya berhadapan. Upacara pernikahan dimulai. Sang pemimpin upacara mulai membacakan buku yang dia pegang, tentang persyaratan, tentang rumah tangga, tentang ham, tentang anak. Lalu, upacara pernikahan diakhiri dengan keduanya harus berciuman. Namun tentu saja Jimin tidak akan mengijinkan pria yang dia cap brengsek itu menyentuhnya.

"Jangan coba-coba." Bisik Jimin. Wajah Luca terlihat dua kali lebih kejam dengan senyum miring di ujung bibirnya.

"Kenapa? Kita sudah menikah?." Usilnya. "Kenapa memang kalau kita menikah? Ada larangan aku tidak boleh menolak?." Balas Jimin tidak kalah tengil.

Luca meluruskan tubuhnya, "kau pintar juga." Karena tidak ada larangan memang.

"Tapi, tidak ada larangan jika aku tidak boleh memaksa."

Benda lunak itu membuat seluruh indera Jimin berfungsi dengan kaku, yang bahkan dia harus melebarkan matanya untuk terkejut akan tindakan Luca menciumnya dan telinganya mendadak tuli karena sorakan pada undangan.

Tubuhnya yang kecil itu berpindah membelakangi setiap orang dan hanya dapat melihat wajah Luca. Tanpa rasa bersalah Luca menatap wajah Jimin dengan rona merah yang menjalar dari leher menuju telinga. Jimin bahkan masih belum tersadar dari rasa terkejut nya.

"Apa kau kehilangan nyawa saat aku mencium mu? Lagi pula aku tidak langsung menciummu. "

"Kau! Pria mesum. Aku tidak mau dekat-dekat denganmu." Jimin membuat jarak satu meter jauh dari Luca. Luca memutar matanya malas tidak lagi memperdulikan tindakan Jimin.

❀*-Π-*❀

Lagi-lagi Jimin harus dikejutkan dengan rumah bak istana Kekaisaran yang sangat besar. Dengan gaun yang masih dia gunakan itu untuk mengejar langkah Luca yang mendahuluinya. Luca hanya melihat dari ujung matanya, kelakuan Jimin yang rusuh karena gaunnya yang terlihat ribet; tanpa ada niatan membantu. Keduanya sampai di sebuah lorong di lantai dua setelah keluar dari lift mereka bertemu dengan ruangan luas yang hanya terisi dua pintu tertutup dan satu tanpa pintu yang terlihat seperti lorong mewah.

"Disebelah kiri itu adalah kamar mu, jika kau butuh sesuatu kau bisa panggil pelayan yang ada di luar kamar mu."

"Tunggu, kita tidak satu kamar?" Dahi Luca mengerut melihat Jimin yang mungil di matanya.

"Kau ingin sekamar denganku?" Langsung dibalas dengan gelengan yang kuat. "Tidak, aku sama sekali tidak minat. Kita urus saja urusan kita masing-masing, oke? Bye."

Jimin langsung berlari masuk kedalam kamar tanpa berbalik atau melihat Luca yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. Luca berbalik dan pergi ke kamarnya.

Jimin yang terkagum dengan kamar mewah ini hanya bisa mengangguk kecil, dan meyakini bahwa Luca adalah orang penting.

Melemparkan tubuh di atas ranjang, lalu bangun kembali karena merasa tidak nyaman dengan pakaian yang dia kenakan. Akhirnya dengan tubuh yang malas, Jimin bangun untuk berganti dan bisa berbaring.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Royal Elite • vmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang