4/4

200 51 5
                                    

Pernikahan Jeffrey dan Joanna baru saja terlaksana. Saat ini, mereka sudah berada di dalam kamar. Kamar hotel yang menjadi tempat resepsi dilangsungkan. Karena ayah Jeffrey manajer di sana. Jelas dia bisa menggelar pesta di hotel besar meski tidak terlalu kaya.

"Ibu sudah tidur?"

"Belum, sedang dipijat dengan Bu Dhe katanya. Hehehe. Terima kasih, ya, Mas."

Ucap Joanna sembari meletakkan ponsel di atas nakas. Sebab dia baru saja menelepon ibunya yang kini ada di kamar sebelah. Bersama Bu Dhe dan beberapa saudara perempuan yang lainnya.

"Seharusnya aku yang berterima kasih. Terima kasih karena sudah tampil cantik di depan para tamu tadi."

Joanna terkekeh kencang. Memukul bahu Jeffrey pelan. Sebab dia baru saja mandi sebentar. Sedangkan Joanna masih membersihkan riasan.

Bahkan, Joanna masih memakai gaun pengantin yang telah berjam-jam dikenakan. Gaun putih lengan panjang. Serta hijab yang masih membungkus kepala. Sebab dia memang belum pernah menunjukkan seluruh rambut pada si pria. Hanya sebagain---bagian depan saja. Saat mereka video call dan Joanna hanya memakai selimut yang diletakkan pada kepala.

"Dih! Gombal! Sudah, ah! Aku mau mandi sekarang. Masih ada handuk bersih, kan?"

"Pakai handuk bersih yang ada di koper saja. Sebentar, Mas ambilkan. Ini, baju ganti juga sekalian."

"Oh, iya. Thank you, Mas!"

Jeffrey mengangguk singkat. Lalu menatap Joanna yang mulai memasuki kamar mandi sekarang. Tanpa melepas gaun pengantin dan kain yang masih melilit kepala. Karena jujur saja, dia agak penasaran dengan bagaimana bentuk rambut si wanita. Karena sejak dua tahun pacaran, dia tidak pernah melihat.

Iya. Pacaran memang haram di agama mereka. Mereka juga sadar betul akan hukumnya. Namun selagi tidak macam-macam dan merugikan orang, apa salahnya, kan?

Lagi pula, Jeffrey mana berani macam-macam. Apalagi Joanna yang dia kenal pada awal berjumpa agak pemarah. Namun selalu manis jika di depannya. Ya, karena dia bosnya.

Setelah pacaran dua bulan, barulah Jeffrey melihat sifat asli Joanna yang sangat bertolak belakang dengan penampilan. Karena Joanna memang selalu memakai gamis dan baju agak kebesaran. Seperti loose pants dan rok span. Atasannya juga bukan sesuatu yang ketat. Hanya kemeja dan terkadang kaos oversize yang lengannya sangat panjang. Sampai pernah dipakai untuk mengelap monitor dan keyboard di kubikelnya.

ANJING! AKU YANG DULUAN! BISA-BISANYA DIA MENYEROBOT ANTRIAN! DASAR BABI! Eh---sorry.

Tidak apa-apa. Maki-maki saja, dia layak mendapat makian. Karena sudah membuat kamu kesal.

Bukannya lanjut mengumpat, Joanna justru diam saja. Dia benar-benar malu dan berjanji pada diri sendiri jika dia tidak akan mengumpat di depan Jeffrey lagi. Namun sayang, dia masih kerap kelepasan sampai saat ini.

Jika kalian bertanya tentang gaya pacaran mereka selama ini? Tentu saja biasa saja. Super biasa. Malah agak membosankan. Namun anehnya mereka tidak bosan.

Karena aktivitas rutin mereka hanya makan saja. Sesekali belanja kebutuhan hidup juga. Seperti sabun, skincare dan yang lainnya.

Skinship mereka juga hanya sekedar pegangan tangan dan pelukan saja. Pegangan tangan saat di bioskop dan pelukan saat di stasiun. Ketika Joanna akan pindah bersama sang ibu.

Munafik namanya jika Jeffrey tidak memiliki hasrat untuk melakukan hal lebih padanya. Karena dia memang manusia normal yang memiliki nafsu juga. Sehingga kerap berpikir yang tidak-tidak setiap malam. Membayangkan bagaimana keadaan mereka ketika sudah sah seperti sekarang.

Joanna mandi cukup lama. Karena harus keramas dan mengeringkan rambut pula. Sebelum keluar, dia juga sempat memakai sedikit tint balm. Karena saat berkaca, bibirnya tampak pucat karena kedinginan. Dia jelas tidak mau terlihat seperti mayat hidup di malam pertama.

"Aku sudah cantik, kan?"

Tanya Joanna pada dirinya sendiri. Saat ini dia sedang menatap cermin. Dengan balutan piyama lengan panjang warna putih. Serta rambut hitam panjang yang kini digulung rapi. Supaya agak bergelombang jika digerai nanti.

Ceklek...

Dengan berdebar, Jeffrey mulai menatap pintu kamar mandi yang sedang terbuka. Untuk yang pertama kalinya, dia melihat Joanna tanpa memakai penutup kepala.

Dia tampak cantik meski tanpa riasan. Wajah bulat dengan alis tipis yang membingkai wajah. Mata lebar, hidung kecil dan bibir tipis juga. Tidak lupa dengan rambut panjang yang kini digulung bak ibu-ibu sosialita yang akan arisan. Sangat rapi dan licin jika dilihat dari depan. Entah dia belajar dari siapa.

"Ayo tidur, Mas!"

"Mau langsung tidur?"

Joanna yang sudah menaiki ranjang langsung menatap Jeffrey. Sebab dia tidak berharap melakukan itu malam ini. Karena dia jelas lelah dan baru saja keramas tadi. Tidak mungkin jika dia keramas lagi nanti.

"Iya. Aku capek, Mas juga, kan?"

"Tidak! Tidak capek!"

Jeffrey yang sejak tadi duduk di tepi ranjang, kini langsung menaikkan kaki di atas ranjang. Duduk bersila di depan Joanna yang sudah bersandar pada kepala ranjang.

"Boleh?"

Keduanya saling tatap. Perlahan, Joanna mengangguk saat Jeffrey menyentuh pipi kanannya. Jari-jari panjang suaminya juga sudah turun ke bibirnya. Hingga turun lagi ke lehernya. Membuat Joanna agak kegelian dan menggerakkan kepala. Sampai gulungan rambutnya lepas terkena gesekan kepala ranjang.

Senyum Jeffrey tersungging saat melihat rambut Joanna tergerai bebas. Hampir menutupi separuh wajah si wanita. Serta, mengeluarkan bau segar khas orang yang baru keramas.

"Cantik..."

Perlahan, Jeffrey mendekatkan wajah. Joanna juga mulai memejamkan mata. Menunggu pertemuan bibir mereka untuk yang pertama kalinya.

CUT!!! Masih mau lanjut scene ini, nggak???

Kalo iya, ramein chapter 1-4 dulu, ya! 100 komentar per chapter as usuall👌

Tbc...

ALL ROUNDER Where stories live. Discover now