3/3

173 39 3
                                    

11. 30 AM

Joanna sedang menangis sekarang. Di kamar, sendirian. Setelah mendengar apa yang orang-orang bicarakan di luar. Karena Jeffrey baru saja melamarnya. Tanpa pemberitahuan.

Bahkan, ibunya juga menangis karena tidak menyangka. Karena anak sematawangnya akan menikah. Dalam kurun waktu dekat. Karena setelah dipanggilkan sesepuh desa, dia mengatakan jika tanggal paling baik untuk menikah mereka di tahun ini adalah bulan depan. Sehingga kedua belah pihak keluarga langsung setuju tanpa pikir panjang. Karena keduanya sama-sama ingin melihat masing-masing anak menikah segera.

Sebenarnya, subuh tadi Jeffrey sudah memberi kabar Joanna jika dia tidak datang sendirian ke rumah. Namun bersama orang tuanya. Karena ingin berkenalan saja, katanya. Sekaligus meminta maaf karena saat ayah Joanna meninggal, mereka tidak bisa datang. Sebab meski mereka tidak pernah berjumpa, orang tua Jeffrey dan Joanna sudah tahu jika anak mereka telah berpacaran cukup lama.

Joanna jelas langsung mengatakan pada ibunya. Sehingga subuh tadi mereka langsung bersih-bersih akbar. Sedangkan Bu Dhenya diminta memasak. Karena dia kerap diundang untuk memasak di setiap acara desa.

Pada jam delapan tepat, semuanya siap. Bu Dhe Joanna juga kerap menggoda dan sudah bisa menebak jika ini pasti sekalian lamaran. Namun Joanna dan Liana jelas terus menyangkal karena tidak mau terlalu berharap.

"Ayo keluar! Saatnya foto bersama!"

Joanna baru saja dipanggil oleh Bu Dhenya. Agar kembali ke ruang tamu yang sudah ramai orang. Sebab mereka baru saja meninjau ulang tanggal baik untuk pernikahan mereka.

"Sini, Mbak!"

Seru Andin, anak Bu Dhenya yang saat ini kelas 3 SMK. Dia baru saja meminjam kamera temannya. Karena sayang jika acara seperti ini tidak diabadikan.

Perlahan, Joanna mendekati Jeffrey. Pria itu tersenyum kecil. Membuat Joanna mulai salting. Dia pura-pura membenarkan kerudung merah yang diapakai saat ini. Sebab dia tengah memakai gamis warna merah hati. Senada dengan kemeja yang dipakai Jeffrey. Sebab diam-diam, Joanna sengaja menyamakan pakaian saat pria itu mengirim pap sebelum berangkat ke sini.

"Kok pucat sekali? Sebentar, Mama pakaikan lipstick."

Jeffrey dan yang lain tertawa. Tidak terkecuali Liana yang tampak senang saat melihat Jessica. Karena dia tampak menyukai Joanna. Bahkan mau membagi dan memakaikan lipstick juga.

"Tuh, kan! Tambah cantik!"

Joanna yang agak malu hanya bisa tertawa. Sesekali dia melirik Jeffrey yang mulai menatap kamera. Sebab dia memang sudah membayangkan keadaan ini sejak kemarin malam. Namun tidak dengan Joanna yang masih merasa ini bukan kenyataan.

4. 10 PM

Jeffrey sekeluarga baru saja pulang. Karena besok, pria itu harus kerja. Sehingga dia harus kembali sekarang agar sebelum subuh bisa tiba Jakarta. Karena dia memang menyetir sendirian dan tidak ada yang menggantikan.

"Ibu kenapa?"

Tanya Joanna pada ibunya. Karena saat ini, Liana menangis saat membersihkan rumah. Memungut sampah dan dimasukkan ke dalam kresek besar.

"Tuhan baik sekali. Padahal pas umroh nanti Ibu mau minta kamu cepat-cepat dinikahi. Tapi ternyata, sudah dikabulkan bahkan saat Ibu baru membatin."

Joanna hanya menggeleng pelan. Lalu memindahkan piring isi beberapa buah yang tidak termakan ke dalam kulkas. Sedangkan ibunya lanjut bersih-bersih sembari menangis sesenggukan.

"Pokoknya setelah kamu menikah, Ibu mau umroh! Terserah kamu mau ikut atau tidak!"

"Ikut, lah! Kapan lagi jalan-jalan ke Arab? Gratis pula, hehehe."

Joanna terkekeh pelan. Lalu membuka pintu belakang. Sebab Bu Dhenya baru saja datang setelah membagikan kue yang keluarga Jeffrey bawa pada tetangga.

Setelah membersihkan rumah selama satu jam, Joanna akhirnya kembali ke kamar. Dia juga bersih-bersih badan sebentar dan beribadah. Lalu mengabari teman-teman terdekatnya jika dia baru saja dilamar.

Satu minggu kemudian, Jeffrey dan keluarganya kembali datang. Mereka langsung merencanakan pernikahan yang akan digelar bulan depan. Sebab mereka harus mendiskusikan semua hal bersama. Dari di mana gedungnya, hingga siapa yang akan merias si mempelai wanita.

Joanna yang memang sudah mengincar seorang MUA sejak lama, tentu tidak butuh waktu banyak untuk menentukan. Kedua orang tua juga setuju setelah melihat harga dan hasilnya. Ditambah, Joanna punya teman yang punya butik pula. Dia bahkan sudah pesan slot kosong untuk dibuatkan gaun pengantin sejak lulus SMA. Karena dia tahu jika si teman ini akan menjadi penjahit handal suatu saat.

"Gaun pengantin, make up, gedung, catering dan yang lain sudah siap. Untuk mas kawin, kamu mau apa, Nak?

Tanya Jessica, ibu Jeffrey pada Joanna. Wanita itu tampak tersenyum cerah saat menatap Joanna. Sebab dia memang sudah mendambakan menantu sejak lama. Dia jelas tidak akan menyia-nyiakan Joanna.

"Terserah Mas Jeffrey dan sekeluarga. Saya akan terima apapun mas kawinnya."

Jawaban Joanna jelas semakin membuat keluarga Jeffrey menyukai dia. Tidak heran jika mereka memberikan satu set perhiasan mahal seharga mobil kijang akhirnya. Karena merasa jika Joanna layak mendapatkannya.

"Lalu untuk rencana kedepannya bagaimana? Kalian mau tinggal di apartemen atau di perumahan saja?"

Pertanyaan Jessica membuat Joanna bungkam. Dia langsung menatap Jeffrey yang sudah menarik nafas panjang. Lalu menatap ibunya juga.

"Ma, soal ini lebih baik kita bahas nanti saja. Kita bahas pernikahan dulu, ya? Karena waktu persiapan yang singkat, jadi kita harus benar-benar teliti sekarang."

"Benar, juga. Mama kelupaan. Nanti untuk souvenir, jumlahnya lebihkan. Tidak mahal juga. Nanti Mama tambah anggarannya. Soalnya teman arisan Mama suka ambil double souvenirnya. Untuk jaga-jaga saja. Takut tamu Ibu Liana tidak kebagian."

Gelak tawa mulai terdengar. Joanna dan Jeffrey juga. Mereka saling tatap dengan mata yang sama-sama memancarkan rasa bahagia. Mereka juga berharap, ini akan menjadi awal baik mereka. Semoga.

Tbc...

ALL ROUNDER Where stories live. Discover now