01.Bukan Anak Gue.01

Start from the beginning
                                    

Menyadari ketidak senangan si babu baru--dibaca Ayra--Mio melotot "Lo kalo mau ikut harus berguna jangan jadi beban."

Sehabis mengatakan hal tersebut Mio melenggang dengan langkah dibuat-buat panjang, tujuannya agar Ayra kesulitan menyusulnya.

"Woi, Cebol. Emang lu gak takut? Gue penculik anak-anak, loh," gurau Mio jauh didepan tanpa menoleh kebelakang.

"Takut banget," jawabnya datar.

"Udah cepetan jalan, lo banyak tanya. Panas tau," ketus Ayra kemudian.

Sangat menyelikit sampai membuat hati Mio yang rapuh tertusuk. Dirinya jera berbincang lagi, sudahlah.

Tak dapat fokus kejalanan akibat topi bundar yang dikenakannya. Langkah Ayra sempoyongan mengejar kaki jenjang Mio.

Bruk

Ayra terpental. Segala tentengan yang berada ditangannya habis berserak diarea tempatnya jatuh. Untung saja telur berhasil terpeluk. Was-was... dengan segera merapikan segala barang milik Mio, takutnya siempunya melihat.

"Hai, Manis. Kok bisa jatuh." Ada nada khawatir pada penuturannya.

Dengan sigap berjongkok membantu Ayra bangun dan mengumpulkan berbagai barang bawaannya serta menepuk beberapa debu yang menempel.

Mata Ayra berbinar merasakan jantungnya yang berdebar begitu cepat. Alamakjang Ayra gak kuat disentuh-sentuh begini sama cowo ganteng.

"Kamu gapapa kan? Ada yang sakit?" Kerutan dikeningnya meneduhkan hati Ayra yang terbuai.

"Emm, makasih, Kak." Walau ganteng ini bahaya, Ayra tertinggal jauh, tamat riwatnya. Dengan secepat kilat mengejar kepergian Mio.

Lama berlari pandangannya jatuh pada seseorang pakaian putih dibaluri berbagai corak bunga-bunga norak yang mencolok. Sangat mudah dikenali, ketemu... objek sedang menawar buah-buahan segar.

"Tadi sekilo delapan ribu kan, yaudah kubeli dua kilo dua belas ribu, dong," tawar Mio sedari tadi tak kunjung selesai.

"Aduh, gak bisa gitu, Kak. Ngeri kali bah, harga segini aja udah tipis kali untung," respon si empunya jeruk.

"Kasih ajalah, nanti kudoakan banyak rejekimu."

"Karena sama kakak udah ku lepas pun, Kak. empat belas lah biar ada sikit aja pun labaku."

"Ahoo, gak butuh. Udah lah gak jadi." Raut wajah Mio berlagak tersakiti sambil pura-pura mengambil ancang-ancang pergi.

"Ambil lah ambil. Udahlah, kalau sempat gak banyak rejeki gak jual jeruk lagi aku, Kak."

Senyum sumringah menghiasi muka memerah Mio yang terkena pantulan cahaya pagi itu.

"Kalau dari tadi gini kan Bang udah cepat." Tangan ligat Mio memilah jeruk terbaik dan langsung melakukan transaksi.

"Makasih ya Bang, laris manisss." Pamit Mio sambil berjalan segera dengan diikuti Ayra di sampingnya tak menyadari anak itu sudah menghilang beberapa menit yang lalu.

"Eh, Cebol, gue mau pulang nih. Rumah lo dimana? Kalau dekat biar gue antar, kalau jauh kita pisah disini aja."

"Yakali udah lo babuin terus lo tinggal."

"Enggak, kok, becanda."

"Kenapa lo mau-maunya belanja disini? Udah panas, bau, jorok lagi. Gak cocok sama emak-emak kebelet kayak lo"

"Mau ji'er jadi bunda lo"

Jawaban singkat Mio mampu menghilangkan mood baik Ayra. Jelas saja Mio itu realistis tahu, masa iya mau jawab 'gue itu belanja disini selain mau irit duit belanja bulanan, mau cari barang-barang gila yang disuruh senior-senior autentik' kalo jawab gitu rasanya kayak buang-buang jigong.

What's Up MXWhere stories live. Discover now