BAB 2

29 2 0
                                    

Jangan lupa, follow, vote, and comment ya
.
.
.
.
.
Happy reading

Rapat dadakan yang diadakan pada hari Senin Pagi ini terasa cukup menegangkan.

Para petinggi perusahaan dibuat terdiam kaku melihat amarah yang terpancar jelas di wajah atasannya itu.

"Pak Hardi." Panggilan dengan nada tajam penuh penekanan dari Bian, CEO AZ Company itu membuat semua yang ada di ruangan itu menahan napasnya sejenak. Tak terkecuali Namira yang berusaha untuk duduk tenang di samping Bian.

"I-iya Pak," jawaban dengan suara tercekat berasal dari seorang laki-laki yang duduk tak jauh dari Bian, Hardi namanya.

"Bagaimana bisa hasil laporan keuangan bulan ini berbeda jauh dari bulan kemarin?" Tanyanya dengan nada intimidasi.

Tidak ada jawaban dari si pelaku membuat Bian kembali membuka suaranya. "Setiap bulan saya selalu membuat laporan keuangan sendiri untuk bisa dibandingkan dengan laporan buatan anda."

Penjelasan itu sontak membuat seluruh atensi menatap terkejut ke arah Bian, terkecuali Namira yang memang sudah tau perihal ini dari satu tahun yang lalu.

Sama dengan Hardi yang kini sudah duduk gelisah dengan wajah pucat yang ketara sarat akan kekhawatiran.

"Bulan-bulan lalu memang sedikit berbeda dengan laporan buatan saya sendiri. Saya berpikir mungkin ada pengeluaran yang tidak saya ketahui. Namun untuk bulan ini, kenapa perbedaan itu ketara sekali, dari pemasukan sampai pengeluaran, kenapa begitu berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, bahkan jumlahnya sangat merosot dari sebelumnya. Jadi ... Saya minta penjelasan anda sebagai Kepala Keuangan di perusahaan ini mengenai pemerosotan jumlah keuangan bulan ini, terimakasih."

Begitu Bian selesai berbicara dengan nada dinginnya, semua terduduk diam seraya melirik ke arah Hardi yang tubuhnya kini justru bergetar sarat akan ketakutan.

"P-pak ..." Ucapan Hardi terpotong oleh nada dingin dan datar Bian.

"Saya butuh penjelasan, bukan panggilan."

Dengan tubuh bergetar, Hardi mencoba untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.

"J-jadi ... " Semua yang berada di sana terkejut dengan tindakan Hardi yang tiba-tiba beranjak dan bersujud di samping Bian yang tengah duduk menghadap ke depan tanpa rasa terkejut sedikitpun, karena ia sudah memprediksikan kejadian seperti ini sebelumnya.

"M-maaf, maaf Pak, tolong maafkan saya. S-saya khilaf Pak, saya minta maaf Pak, t-tolong maafkan saya," ucap Hardi dengan sedikit isakan kecil pertanda jika laki-laki tersebut tengah meneteskan air matanya.

"Berdiri," kata Bian pelan penuh penekanan.

"Pak ... S-saya."

"Berdiri!" Ucap Bian kembali dengan nada dingin dan sedikit meninggi.

Hardi dengan tubuh sedikit bergetar pun memilih berdiri dihadapan Bian seraya menunduk dalam.

"Saya sudah sering menekankan, jika dari kalian ada yang membutuhkan pinjaman, kalian bisa langsung menghadap saya atau Namira untuk membicarakan hal tersebut, bukan malah dengan cara menggelapkan dana untuk perusahaan dan lainnya."

Ruangan yang saat ini tegang bertambah tegang begitu mendengar kalimat mutlak dari seorang Fabian Adibrata Zahran. "Mulai saat ini, anda tuan Hardi, saya pulangkan ke rumah, carilah pekerjaan lain yang membuat anda bisa semaunya, saya harap anda bisa berubah kedepannya. Rapat di tutup, terimakasih."

Bian mulai melangkah keluar diikuti oleh Naira di belakangnya, meninggalkan para petinggi perusahaan yang saling berbisik dan menatap pada salah satu karyawan, Hardi.

"Jadwal hari ini?" Tanya Bian seraya melangkah menuju ruangannya dengan Namira yang setia mengikuti langkah panjangnya.

Membuka tab yang berada di tangan kirinya, Namira mulai membaca jadwal agenda atasannya hari ini. "Pertemuan dengan Clay Properti pukul 10.30, makan siang dengan AW Design, dan yang terakhir menghadiri pesta ulangtahun Bapak Heru Setyawan pukul 20.00 sampai selesai."

Setelah menyimak penjelasan Namira tentang agendanya hari ini, Bian melirik jam tangan di lengan kirinya lalu berucap, "Sepulang kerja kita langsung pergi ke Butik Mami buat milih baju untuk pesta."

"Nggak bisa Pak." Penolakan Namira sontak membuat langkah Bian terhenti, begitupun dengan Namira.

Melihat sang Bos mengangkat alis seolah bertanya, Namira menghela napas pelan lalu menjelaskan. "Saya sudah ada janji dengan ketiga teman saya mau kumpul-kumpul, udah lama nggak kumpul, terus--"

"Apa?" Potongnya.

"Malamnya saya ada janji dengan gebetan saya, mumpung kita sama-sama free," sambungnya dengan senyum malu di akhir kalimatnya.

"Gebatan?" Beo Bian menatap tajam sekertarisnya itu. "Tidak bisa, kamu harus temani saya titik." Putusnya dan melenggang pergi meninggalkan Namira yang terbengong dan segera menyusul.

"Pak nggak bisa gitu dong?!" Protesnya dengan wajah memerah menahan kesal.

"Bisa, karena kamu sekertaris saya." Bian menjawab tanpa melihat kearah Namira.

"Nggak bisa dong Pak, saya tuh cuma sekertaris Bapak, jadi jangan seenaknya Bapak ngatur-ngatur saya!!" Pekiknya yang mampu membuat Bian berhenti melangkah.

"Karena kamu sekertaris saya, maka saya bebas mengatur kamu, dan mulai hari ini tugas kamu bukan hanya menjadi sekertaris saya, melainkan juga asisten saya, tidak ada penolakan."

Setelah mengucapkan kata-kata penuh paksaan itu, Bian berlalu memasuki ruangnya meninggalkan Namira yang menatap marah pintu di hadapannya.

"Bian gemblung," umpatnya lirih.

Setelahnya, Namira berjalan lesu menuju mejanya dan langsung menjatuhkan diri di kursinya seraya menelungkup kan kepalanya kesal.

Bagaimana tidak kesal ,sudah hampir sebulan Namira tidak bisa berkumpul dengan ketiga temannya yang masih kuliah itu, dan juga, kesempatan untuk kencan dengan laki-laki yang sudah lama ia taksir pun gagal total karena bos gilanya itu yang sayangnya sangat mempesona.

Bian gila. Bian kampret. Bian bla-bla-bla. Semua sumpah serapah mulai keluar dari bibir mungil tipis milih gadis cantik bernama Namira.

Bersambung ....

__________

Follow ig literasiku ya
@penaila_

CRAZY BOSS WITH CRAZY SECRETARYWhere stories live. Discover now