Namanya Lintang bukan Anaknya Jalang

1.1K 183 22
                                    

Typo is my pride 😀✌️
Happy reading 🤗
.
.
.
.
.
.
.

"Mona..., Mon!"

Enggar memanggil nama perempuan yang sedang asyik mengelap motor bebek tua di sebuah bengkel kecil yang berada di tepi desa. Karena si pemilik nama tak menghiraukan teriakannya, Enggar pun mendekat dan menepuk bahu Mona dari belakang.

Mona sontak berdiri dan mengibaskan kanebo basah ke arah wajah Enggar.

"Aduh!" Enggar mengaduh karena terkena sabetan Mona. Meskipun sudah bertahun - tahun dekat dan selalu membantu Mona setiap kali mengalami kesulitan, tapi tetap saja Enggar mendapatkan perlakuan senggol bacok seperti itu. Tak hanya kanebo basah, bahkan obeng, ataupun tang juga pernah mampir ke kepalanya.

Pak Kamidi hanya tertawa melihat ulah dua orang yang ada di depannya.  Melihat mereka yang sedang berantem adalah hiburan di masa senjanya.

"Eh, sorry. Kamu juga, sih. Pakai colak - colek segala." Mona meringis.

"Buruan, gih ke lapangan! Lintang sedang dihakimi warga gara - gara memukul anaknya Bu Broto."

Pak Kamidi langsung menunjukkan raut wajah khawatir. Lagi - lagi cucu kesayangannya membuat masalah. Sedangkan Mona segera berlari meninggalkan bengkel untuk menuju ke lapangan tempat anak - anak warga kampung biasa bermain. Terik matahari tidak Mona pedulikan lagi. Ibu satu anak itu mengerahkan segenap kekuatannya untuk segera sampai di lapangan.

Enggar berpamitan pada pak Kamidi. "Saya akan membantu mereka," ucapnya yang segera bergegas menyusul Mona dengan mengendarai motornya.

Enggar menghentikan motornya di samping Mona.

"Ayo aku boncengkan!" perintahnya ke arah Mona. Ibu satu anak itu kalau sedang panik memang suka begitu. Padahal ada motor yang bisa Mona kendarai menuju ke lapangan, tapi malah memilih berlari. Tanpa diminta dua kali, Mona segera naik di boncengan motor Enggar.

Mereka tiba di lapangan. Mona melihat Lintang sedang meronta - ronta berusaha melepaskan diri dari kungkungan pak RT. Sementara itu Bu Broto sedang mencaci - maki bocah berumur 8 tahun itu dengan kata - kata yang tidak pantas untuk didengar.

"Usir saja anaknya jalang satu itu. Kelakuannya bikin rusuh saja."

Lintang memberontak sambil menatap tajam ke arah Bu Broto. Sepertinya perempuan itu minta disundul kepala juga sama seperti yang tadi Lintang lakukan terhadap anaknya. Lintang sangat benci dengan orang-orang yang telah mengata - ngatai ibunya dan juga pak Kamidi kakek kesayangannya. Lintang tidak peduli ia dipenjara.

Mona turun dari boncengan motor Enggar dan berlari menghampiri Lintang. Perempuan itu segera berlutut dan merengkuh Lintang ke dalam pelukannya.

"Nah, mumpung si jalang datang. Usir saja mereka berdua sekalian!"

Mona berusaha tidak menghiraukan suara-suara sumbang di sekitarnya. Ia sibuk memastikan kondisi Lintang dalam keadaan baik - baik saja.

"Kamu tidak apa - apa kan, Nak?" Mona menangkup wajah putra semata wayangnya. Wajah Lintang terlihat merah karena amarah. Pak RT melepaskan kungkungannya karena merasa Lintang sudah aman.

"Mak, mereka memarahiku padahal yang salah anaknya Broto." Lintang mengadu. Mona membelai kepala Lintang dengan penuh kasih.

Sementara itu Bu Broto melotot hingga bola matanya nyaris lepas dari tempatnya.

"Dasar anak jalang, sudah kurang ajar juga tidak tahu sopan," cacinya.

"Heh, Jalang! Didik anakmu dengan benar. Cukup kamu saja yang rusak, anakmu jangan!" Kini giliran Mona yang mendapatkan sindiran pedas.

Sekali lagi Mona berusaha bersabar. Ia tidak bisa membantah karena ini murni kesalahannya. Sejak masih janin, Mona sudah memperlakukan Lintang dengan tidak baik. Kalau boleh jujur Mona juga tidak ingin hamil tanpa suami di usianya yang masih muda, tapi ia bisa apa?

"Mak, apa aku salah kalau aku memukul anaknya karena sudah mengatai emakku."

"Tentu saja tidak boleh, Nak! Memangnya apa yang mereka katakan sampai kamu semarah ini?"

"Mereka memanggilku anaknya jalang. Padahal namaku kan Lintang."

Tubuh Mona bergetar menahan rasa marah. Ia menarik tangan Lintang untuk segera meninggalkan lapangan tanpa mengucapkan maaf terhadap bu Broto yang anaknya sudah disakiti oleh Lintang.

Dengan patuh Lintang berjalan mengikuti emaknya. Sementara itu Enggar yang ikut mengawasi aksi warga kampung langsung disuruh pulang oleh bapaknya yang seorang ketua RT itu.

*****

"Ngapain kamu masih membela perempuan itu?"

"Enggar tidak tega, Pak. Masa ada warga yang sedang mengalami kesulitan tidak dibantu."

"Dibantu ya dibantu, tapi bukan seperti itu. Kamu sendiri tahu kan Mona itu perempuan seperti apa? Dia itu tidak jelas asal - usulnya. Mana datang ke kampung ini dalam kondisi hamil tanpa suami pula." Pak RT mulai menceramahi Enggar. Ia berharap putra bungsunya segera sadar dari japu - japu Mona. Orang tua mana yang tidak khawatir putranya kesambet perempuan yang tidak baik.

Jujur saja pak RT merasa sangat malu karena Enggar juga ikut terseret menjadi buah bibir di kampungnya. Anak lelaki yang ia banggakan karena berhasil lulus dari STM dengan nilai terbaik justru memilih bekerja di bengkel milik pak Kamidi, pria tua yang membawa pulang perempuan tidak jelas asal usulnya tersebut. Bahkan dari laporan warganya juga, Enggar dekat dengan Mona dan ikut membantu Mona saat persalinan Lintang 8 tahun yang lalu.

"Nak, seharusnya kamu tidak perlu dekat - dekat dengan mereka."

"Bapak masih tidak puas ya sama aku? Bapak menyuruhku kuliah, ya aku sudah kuliah dan lulus. Aku juga sudah bekerja."

"Sarjana kok bekerjanya di bengkel pak Kamidi." Pak RT melengos.

"Asal Bapak tahu saja, justru bekerja di bengkel pak Kamidi itu, aku jadi bisa praktek langsung dan membuat nilai kuliahku bagus."

"Kalau begitu, seharusnya sekarang kamu sudah menjadi orang sukses, bukannya mengurusi bengkel dan jasa cucian motor kecil seperti itu."

Enggar mendekati bapaknya. "Pak, sukses itu hanya soal waktu. Yang penting aku menikmati hidupku."

Kemudian Enggar melangkah meninggalkan bapaknya. Ia berniat untuk menemui ibu anak yang baru saja mendapat sanksi sosial warga kampungnya. Menghibur Mona dan Lintang jauh lebih penting daripada mendengarkan ocehan bapaknya.

*******

"Ya mendingan aku sekalian menjadi anak nakal saja, Mak. Percuma juga aku menjadi anak yang baik kalau mereka masih mengolok-olok aku dan keluarga kita." Lintang berjalan sambil menendang - nendang batu disepanjang jalan pinggir kampung yang sepi.

"Aku juga tidak meminta untuk dilahirkan tanpa ayah." Racaunya lagi yang membuat hati Mona semakin terasa nyeri.

Sepertinya kedatangannya di kampung ini memang sudah salah sejak awal. Seandainya saja kek Kamidi dan nek Surti tidak menyelamatkan dirinya saat terjun ke sungai dalam upayanya bunuh diri, mungkin ia tidak akan membuat pasangan lansia itu menderita di sisa hidup mereka.

Mona juga tidak perlu membuat Lintang terlahir di dunia dan menderita karena statusnya. Jika saja waktu bisa diputar ulang, Mona ingin malam terkutuk itu tidak pernah ada dalam hidupnya.

Tbc

Minggu, 21 Mei 2023

Ditunggu votementnya biar ramai. Ahay...

M.E.LWhere stories live. Discover now