Youth _ Romance _ Comedy
[R 13+]
*BELUM REVISI*
Terdapat adegan kekerasan dan perkataan kasar. Selebihnya keuwuan(◕ᴗ◕✿)
Cerita ini mengisahkan tentang seorang anak laki-laki bernama Anggara Byakta Lesmana, yang aslinya soft boy, seniman, memiliki h...
Jihan menghela napas, lalu ia membalas genggaman yang ukurannya lebih besar dibanding miliknya itu. "Angga, it's okay, gue udah maafin elo. Dan, lo juga bisa minta maaf ke mereka. Gue sangat berharap, mulai sekarang lo bisa jadi diri lo sendiri."
Angga tersenyum dengan matanya yang sedikit berkaca-kaca. Tatapannya semakin serius. Dengan perlahan Angga mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
"Jadi, the point is ..., jadi pacar gue, Han? Be my girl, only mine."
Hening, Jihan tidak langsung memberi jawaban. Otaknya masih memproses ungkapan pemuda itu. Perasaannya campur aduk. Hatinya berkata iya, tetapi tidak dengan pikirannya. Satu sisi, ia juga menyukai Anggara, di sisi lainnya ia bertanya-tanya, apakah ini hal yang benar, apakah ia bahkan memiliki waktu untuk berkencan? Sekelebat bayangan tentang hubungan mereka kedepannya semakin membuatnya bimbang.
"Dengan segala kekurangan yang gue punya. Gue pengen menjadikan lo sebagai milik gue."
Angga bertanya dengan penuh harapan di matanya. "Jadi, gimana? Atau lo butuh waktu, Han? Gak papa, anything for you."
Angin malam terasa semakin dingin menyentuh kulit. Suara api tengah melahap kayu terdengar mengalun mengiringi setiap detik yang berlalu. Setelah pikiran yang bergaduh terlewati, Jihan pun mengambil keputusan.
"Eumm ..., haa, hachuu—" Tepat sebelum mengatakan jawabannya, Jihan merasa hidungnya terasa gatal. Mengakibatkan ia bersin hingga beberapa kali, di hadapan pria yang merasa was-was akan jawaban darinya.
Angga bertanya serius, "Jawabannya, hachu?"
Jihan yang gampang kedinginan cukup tersiksa. Hidungnya memerah, karena ia berusaha menahan bersinnya, agar suasana tidak semakin canggung.
Terbit seulas senyum di bibir Anggara. "Dingin, ya?" Dengan sekali anggukan dari wanita lugu itu, Angga langsung membawa Jihan ke dalam pelukan hangatnya.
"Jadi, jawabannya tetep hachu?" Angga bertanya lagi. Seakan dirinya sedang digantungkan oleh Jihan.
Jihan mendongak, dengan posisi yang masih di dekapan Angga. Mereka beradu pandang dengan senyuman yang tidak terbendung. "Tau gak, sekarang hachu artinya udah berubah?" Angga bertanya kebingungan dengan menautkan alisnya. "Artinya, jadi iya." Dalam hitungan detik, Jihan menganggukkan kepalanya. "Gue, mau."
Tidak bisa dikira bagaimana senangnya Angga saat ini. Jantungnya seolah akan ikut melompat kegirangan. Ia mengeratkan pelukannya kembali, "Makasih, Jihan! And, I loved you!" Angga sedikit meninggikan suaranya. Akibat perbuatannya, ia mendapat pukulan pertama dari Jihan yang telah resmi menjadi kekasihnya.
"Gue nggak bisa menjanjikan apa-apa. Tapi, gue akan berusaha terus ada di samping elo, selamanya. Kecuali, lo yang nyuruh gue untuk pergi." Ucapan pemuda itu terdengar tulus.
Perasaan Jihan kini, belum pernah ia rasakan sebelumnya. Terasa aneh dan asing, tetapi juga membahagiakan. Rasa sayang yang hanya ia dapat dari neneknya, sekarang ada seorang pemuda asing yang menawarkan diri untuk terus menjaganya. Bagaimanapun, terasa nyaman, meski hanya dengan menatap wajahnya.
Jihan perlahan membukakan ruang kosong di hatinya untuk Anggara. Dengan tingkah aneh dan juga caranya menjaga Jihan, Angga berhasil meluluhkannya. Meski begitu, tidak mudah bagi Jihan untuk mengatakan iya. Karena bagaimanapun, mereka berbeda.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
***
Di malam setelahnya, Angga mengumpulkan seluruh anggota RG di markas. Tanpa terkecuali, seluruh anggota datang berbondong-bondong memenuhi rumah mewah milik keluarga Kafin. Ia menyampaikan bahwa, kini sebisa mungkin Renegaderio menghindari perseteruan antar sesama geng. Demi keselamatan seluruh anggota. Meski demikian, ada juga yang curiga, Angga seperti ini akibat kedekatannya dengan seorang wanita. Namun, Angga membantahnya dengan tegas. Angga terus menekankan bahwa ini hanyalah sebatas agar semua sahabatnya bisa aman.
Saat rapat dibubarkan, beberapa anggota pamit lebih dulu, karena ada urusan. Kecuali Kafin sang pemilik rumah, Angga, Gilang, Raafi, Farzan, Reno, serta Dafa, masih betah bercakap-cakap di sana. Dengan ditemani secangkir kopi serta cemilan, malam pun berlalu dengan lebih cepat.
Di tengah keseruan mereka membahas tentang sepak bola yang sedang berlangsung di televisi, tiba-tiba ada bau tidak sedap menghampiri indra penciuman mereka. Alhasil terjadilah peristiwa tuduh menuduh yang dipimpin oleh Gilang.
Broot!
"Huh!" Gilang mengeluh dengan mengerutkan hidungnya. "Bau bangett. Siapa yang kentut, anj*r?. Ngaku nggak lo, pada!" tuduh gilang rela melepas ponselnya demi mencari sang pelaku di antara manusia-manusia yang duduk di sampingnya.
"Kentut elo lah, siapa lagi?" timpal Reno.
"Tau! Kang kentut di sini kan elo doang, sama si Dafa." Farzan ikut menambahi dengan menutupi hidungnya menggunakan leher bajunya.
"Dih, bukan! Kentut gue baunya gak kayak gini." Gilang menggeleng dengan yakin. "Dap, lo yang kentut, 'kan?"
"Enak aja, Bang. Bukan gue!"
"Ngaku nggak lo, Dapa!"
Gilang menghampiri Dafa yang duduk cukup jauh darinya. Lalu Gilang mengintrogasinya. Namun, Dafa tetap kekeuh menjawab kalau dirinya bukanlah pelaku. Introgasi itu pun berakhir dengan perkelahian sengit.
"Ampun, Bang! Bukan gue!!" rengek Dafa. Dialah yang paling muda di antara anggota lain, seharusnya ia juga yang paling disayang, tetapi tidak, dirinya seringkali menjadi sasaran empuk kejahilan abang-abangnya.
"Bang Raafi, tolonginn!" rengek Dafa pada kakak kelas kesayangannya.
"Gue," celetuk pelaku tiba-tiba. "Gue yang kentut."
Gilang berhenti di tengah-tengah menjambak rambut Dafa. "Elo, Ngga?" tanyanya dengan wajah syok. "L-lo, bisa kentut?"
"Tolol! Lo pikir Angga bukan manusia?" timpal Kafin.
"Tapi dia ngaku dengan wajah gembira nan ceria, anj*r? Aneh banget—"
Cekrik!
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Eh, dih, kenapa mulut lo monyong-monyong gitu? Lagi selfi?" tanya Gilang.
Belakangan ini, di markas RG sering terjadi pemandangan aneh. Tepatnya kepada sang ketua. Kali ini, ia tampak sedikit memajukan bibirnya, lalu memotret dirinya sendiri menggunakan kamera depan. Pemandangan langka yang membuat temannya ikut merinding. Sudah jelas sekali, kepada siapa dia akan mengirimkan fotonya tersebut.
"Iya," balas Angga santai, setelah mengirim fotonya tadi kepada seseorang.
"Akhir-akhir ini, Angga makin gak waras gue lihat-lihat. Apa ini dampak buruk dari bucin, ya?" ucap Gilang tampak merinding.
"Kenapa? Iri Bang?" tanya Dafa membenarkan rambutnya. "Sama Kak Aliya nggak berjalan mulus, ya?" tanyanya polos, hingga tidak sadar Gilang meng-hadiahinya sebuah tatapan maut.