01.08

113 19 5
                                    

Kala itu mentari pulang, kehadirannya digantikan oleh sang rembulan. Meski langit tidak bersinar layaknya saat kehadiran mentari, rembulan tetap membuatnya terlihat menawan.

"Bintangnya ga ada..." Gumam pria tampan dengan mata saya. Dia melirik ke sebelahnya "Rin, pindah tempat yu?"

Perhatian suna dari jalanan beralih ke Osamu. "Di sini aja."

Pipi Osamu mengembung, menatap suna geram. "Di sini bintangnya ga keliatan, pindah ke yang sepi aja!!"

Suna tampaknya berpikir 'sepi?' "ayo."

Osamu kembali bersemangat, dia berlari dan langsung menggemgam tangan suna.

Dia sangat merindukan suna sejak tadi pagi. Pesannya tidak di balas sejak kemarin dan mereka baru bertemu ketika jam pulang sekolah.

Osamu melirik suna, memberanikan diri bertanya. "Rin?" Suna berdehem "kemarin kenapa ga di bales? Terus tadi pagi sama pas istirahat ke mana?"

Suna tidak membalas, langkahnya dipercepat.

"Gapap Rin, jujur aja. Aku nanya karena khawatir doang, ga lebih."

'tck'

Suara bising kendaraan sudah tidak terdengar, tidak ada manusia manusia yang berlalu lalang. Hanya pohon yang menjulang dan jalanan yang gelap.

"Rin, ini kejauhan.."

Tangan Osamu sudah bergetar, nafasnya tak teratur. Dirinya mendekatkan diri ke suna.

Bruk

"Akh." Osamu terbentur ke pohon, dirinya tertahan tak bisa bergerak akibat tangan suna.

"RIN! LO MAU NGAPAIN?!" Siapa yang bisa berpikir positif dalam keadaan seperti ini? Suasana sepi, tempat gelap, dan dalam posisi ambigu.

"Osamu, lo bisa diem bentar ga? Gue lagi banyak masalah, jangan bikin nambah pusing!"

Tatapannya membuat bulu kuduk Osamu semakin berdiri, dia tahu emosi suna saat ini tidak baik. Dia tahu betul.

"Tapi Rin, lo kan bisa cerita sama gue, kali aja gue bisa bantu?" Ucap Osamu pelan dan terbata bata.

"GAK!"

"LO GAKKAN BISA BANTUIN APA PUN. LO CUMA BISA NAMBAH MASALAH DOANG, TAU LO?"

"Nambah- masalah?"

"Iya, jadi cowo lo menye menye banget anjing. Pengen di anter jemput Mulu, ga malu lo?"

Mata Osamu terbelelak, jantungnya berdetak tiga kali lebih cepat. Kakinya sudah tidak bisa menahan badannya, dirinya tersungkur kebawah.

Suna mengikuti arah tatapan Osamu, matanya terbelalak. Osamu menangis. "Sam?"

Osamu memaksa berdiri dari duduknya, dia menjauhkan diri dari suna. Sedangkan suna mencoba mendekati Osamu, dirinya kembali sadar karena kehilangan kendali.

"...Rin..gue, gue duluan ya, atsumu nyariin.." ucap Osamu menjauhkan diri dari suna.

"Tunggu sam, jangan kemana mana dulu ya?" Pinta suna.

Osamu memundurkan langkahnya, membalikan diri dan dengan cepat berlari menjauhi suna.

"OSAMU!!!"

_____

Tok tok tok

"Sam, makan dulu gih, dari pagi kemarin lo belum makan kan?" Bujuk atsumu.

Sedari kemarin malam Osamu sama sekali tidak menunjukkan dirinya dihadapan kedua saudaranya. Masalah kemarin malam benar benar membuat Osamu terguncang.

Atsumu kembali ke bawah, menemui kenma yang termenung.

"Tsum, gimana kalau ternyata feeling gue bener? Osamu gimana nanti?"

"Ken, kita ga bisa lakuin apa apa. Kemarin, waktu LO ngomong soal feeling LO aja dia udah marah, apa lagi kalau kita larang dia."

Kenma menghela nafas gusar. "Kemana mana masalah aja adanya, kapan kita bebas?"

Atsumu melirik sekilas, "kita cuma bisa ikutin, Ken. Mau kemana juga masalah itu selalu ada, kita harus jadi lebih kuat tiap hari karena masalah tiap harinya makin gede."

"Tsum, Ken."

Suara serak Osamu mengalihkan perhatian mereka. Dia menghampiri mereka dengan kondisi berantakan, matanya terlihat merah, pasti menangis semalaman.

"Duduk, Sam."

Osamu menatap satu persatu keduanya. "Gue harus gimana?"

"Gue takut sama suna, tapi gue ga bisa ninggalin suna."

Kenma maupun Osamu tidak bisa menjawab. Jika mereka yang ada di posisi suna pun pasti akan kebingungan. Antara cinta dan ketakutan.

"Sam, sekarang lo di rumah aja, jangan sekolah." Ucap atsumu membawa Osamu kedalam pelukannya.

"Jangan ada kontak sama suna dulu, pentingin diri lo, Sam." Sambung kenma.

Osamu menatap kenma dalam, teringat ucapan kenma beberapa hari yang lalu tentang suna. Dia memikirkan itu berkali kali, takut takut itu sebuah kenyataan.

"Makasih."

Osamu membalas pelukan atsumu, membenamkan kepalanya di dada atsumu, mencari kenyamanan.

"Sam, makan dulu ya?" Tawar kenma.

"Udah tidur, ken. Biarin deh nanti aja kalau dah bangun." Jawab atsumu melihat Osamu yang tertidur pulas.

"Mau pindahin? Nanti lo pegel."

Atsumu menggeleng. "Gapapa, gue ga pegel kok." Atsumu mengelus surai Osamu lembut.

_____

Suna mengacak rambutnya frustasi. Sejak pagi dirinya mengirim pesan kepada Osamu tetapi tidak ada satu pun pesannya yang dibalas.

Setiap kali dirinya selalu teringat dengan raut wajah Osamu disaat dia memarahinya. Dia merasa menjadi manusia paling jahat.

"Anjing, Sam seenggaknya bales satu aja?"

Tangannya terus bergerak mengirim pesan lalu menelpon.

Maaf, nomor yang anda tuju diluar jangkauan.

Suara itu terus terputar ketika dia mencoba menghubungi Osamu. Membuat dia semakin frustasi.

Setelah lelah mencoba, suna meletakkan handphonenya. Mengambil gelas yang ada di meja nakasnya, meminum isinya.

"Tunggu-"

"Kenapa juga gue sekhawatir itu?"










To be continude.

Reckless | sunaosa [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant