25. Penyesalan

1.6K 115 14
                                    


.
.
.
.
.
"Apa yang kamu lakukan?!"

"Sudah saya bilang jangan dekati Vier, lihat dia terluka karena kamu!"

Maria memarahi Vion yang saat itu masih berusia lima tahun, padahal anak itu lah yang menarik Vier agar tidak terkena pecahan guci yang tidak sengaja tersenggol Vier.

"M-maafin Vion bun, Vion ndak sengaja." Vion hanya bisa menunduk ketakutan saat Maria menaikan nada suaranya.

"Ck, sana masuk ke kamar kamu, kamu di hukum gak boleh makan siang. Tunggu suami saya pulang buat kasih kamu hukuman." Vion segera melangkahkan kaki kecilnya ke arah kamar nya di lantai dua. Maria memilih pergi ke kamar Vier, tanpa peduli jika kaki putra bungsu nya itu terluka.

"Anak pembawa sial."
.
.
.
Maria memejamkan matanya saat ingatan tentang dia yang menghukum Vion kembali terlintas, saat itu adalah pertama kali nya Maria dan Bumi mengacuhkan dan membenci Vion. Semua karena hasil tes dna yang tiba-tiba di kirim ke rumah mereka, dan mengatakan jika Vion bukanlah putra kandung mereka.

"Bunda salah ya nak?" Maria meneteskan air matanya, sejak membaca hasil tes dna yang di berikan Arka, Maria selalu di liputi rasa bersalah.

"Maafin bunda nak, maafin bunda yang selama ini cuma bisa nyakitin Vion."

"Vion marah sama bunda kan? Bunda udah usir Vion dari rumah, bunda udah gak peduli sama Vion. Bunda juga gak nahan ayah buat minta operasi donor ginjal itu, maafin bunda." Suara semakin pelan saat mengingat bagaimana perlakuan nya pada Vion di saat terakhir putra bungsu nya itu.

"Vion, mas juga marah sama bunda. Bunda pantes dapetin itu kan? Semua karena bunda jahat sama kamu."
.
.
.
.
.
Lain Maria, lain pula Bumi. Laki-laki itu bahkan tidak bisa fokus pada pekerjaannya sejak mengetahui fakta jika Vion adalah putra kandung nya.

Vion adalah putra kandung nya yang selama ini dia anggap sudah mati, bahkan Bumi selalu menganggap jika Vion adalah penyebab kepergian putra mereka.

"Xavion." Bumi memejamkan matanya setelah menyebut nama putra bungsu nya itu.

Bumi seharusnya sadar sejak awal, jika dia pasti memiliki saingan bisnis yang ingin menghancurkannya. Jika saja dia peka maka dia tidak akan menyia-nyiakan anak kandung nya, dia tidak akan kehilangan seperti ini.
.
.
.
"Ayah...ayah...lihat Vion tadi gambar ayah di sekolah." Seorang anak berusia lima tahun berlari menghampiri sang ayah yang baru saja pulang kerja dengan sebuah gambar di tangannya.

Sret

Bruk

"Minggir, jangan ganggu saya!" Bumi hanya melirik anak yang sudah terduduk karena dorongannya itu sinis.

"V-Vion cuma mau ayah lihat gambar Vion." Vion menunduk sambil meremas gambarnya, terutama saat melihat sang ayah menggendong sang kakak dengan wajah bahagia.

"Ayah...ayah...Vion juga mau gendong!" Vion berucap pelan saat melihat jika sang kakak tertidur di gendongan sang ayah.

Duk

"Minggir sialan, sudah saya bilang jangan ganggu saya!" Vion menahan air matanya saat Bumi menendang tubuhnya hingga kembali terjatuh.

"Ck, sana kembali kamar mu. Jangan lagi ganggu saya!" Vion segera berlari ke kamarnya saat melihat wajah kesal Bumi, bagaimana pun Vion takut saat melihat Bumi marah.

Vion tidak tau apa yang terjadi, tapi malam itu menjadi malam yang menakutkan untuk nya. Malam itu Bumi masuk ke kamarnya, entak apa masalahnya tapi Bumi menghajarnya dan hampir membuat Vion kecil kehilangan nyawanya.

DifferentWhere stories live. Discover now