06. Vion itu...

825 105 7
                                    


.
.
.
.
.
Vion masuk kedalam rumah tepat pukul tujuh malam, kedua netranya juga langsung di sambut oleh tawa Vier dan tiga sahabatnya. Vion tentu tidak peduli karena nyatanya tawanya itu hal yang dilarang di rumah ini, meskipun Vion sebenarnya juga ingin tertawa dengan Vier.

"Ck, harusnya aku gak pulang." Vion menggerutu sebal, tentu saja karena dia iri.

Vion melanjutkan langkahnya masuk kedalam rumah, kembali memasang wajah tidak peduli pada Vier dan sahabatnya.

"Anak sekolahan kok baru balik jam segini, masih pake seragam lagi keluyurannya." Langkah Vion berhenti di pertengahan tangga saat mendengar seruan dari Dimas.

Ucapan Dimas tentu saja membuat Vier, Hanan dan San langsung menoleh ke arah tangga, mereka cukup terkejut saat melihat Vion berhenti dan menoleh pada mereka.

"Vion, kenapa baru pulang?" Vier mengulas senyum namun kembali tidak mendapat balasan.

"Kalau ada yang nanya itu di jawab, gak punya mulut ya?!" Lagi-lagi ucapan sarkas Dimas kembali di dengar Vion, padahal Vion yakin dia tidak mengenal Dimas kecuali hanya mengetahui jika pemuda itu adalah sahabat kembarannya.

"Dim, jangan gitu!" Dimas berdecak kesal.

"Sekali-sekali kamu harus tegas sama adek kurang ajar kayak dia Vi." Vier menatap sedih pada Dimas dan menggeleng, bukan tidak bisa tegas, Vier hanya takut jika Vion memilih kembali tinggal dengan nenek nya.

"Gak papa, jangan gitu lagi Dim." Vion hanya menatap datar pada interaksi Vier dan Dimas, sedangkan San dan Hanan memilih diam karena mereka tau jika di hal ini mereka tidak bisa ikut campur.

"Ck, kalau kurang ajar ya buat apa kamu belain toh Vi!" Vion terlalu bosan melihat tingkah Vier yang menurutnya sangat drama.

"Xavion keruangan ayah sekarang!" Vier, Dimas, Hanan dan San menoleh pada Bumi yang baru saja menghampiri mereka, begitu juga Vion yang hanya bisa menghela nafas dan kembali turun.

"Om, tuh anak bungsunya kurang aja banget, gak ada sopan nya sama kakak nya sendiri." Bumi hanya mengulas senyum pada Dimas dan menepuk pundak remaja itu.

"Udah kalian lanjutin main nya, om mau ngomong penting sama Vion dulu." Dimas mengangguk, pemuda itu segera menarik Vier untuk kembali bermain ps, berbeda dengan Hanan yang tengah menatap khawatir pada punggung Vion yang baru saja menghilang di balik ruang kerja Bumi.

"Kenapa kamu ngeliatin kayak gitu sih Nan?" Hanan menghela nafas.

"Gak papa, ayo main lagi."
.
.
.
.
.
Plak

Vion menggigit bibir bawahnya saat sang ayah langsung menamparnya. Vion bahkan tidak tau apa kesalahannya kali ini.

"Darimana saja kamu?!" Vion bergeming, telinganya berdengung saking kerasnya tamparan sang ayah.

"D-dari rumah Kian, Vion udah bilang ke bunda." Vion menunduk, meskipun dia bisa bersikap cuek dan dingin pada Vier tapi Vion tetap saja takut pada Bumi.

"JANGAN BOHONG XAVION!!"

Buagh

Buagh

Buagh

"Sudah berapa kali ayah bilang buat berhenti bikin orang repot?!" Vion memejamkan matanya saat Bumi mengatakan hal itu, apa selama ini dirinya memang merepotkan sang ayah?

Bumi melepas ikat pinggang nya saat tidak menemukan ekspresi apapun dari Vion, hal itu semakin membuat emosi Bumi naik.

Ctar

Ctar

Ctar

"Ini untuk kamu yang selalu membuat anak saya sedih!"

Ctar

Ctar

Ctar

"Ini untuk kamu karena sudah bertingkah kurang ajar sama anak saya!"

Ctar

Ctar

Ctar

"Ini untuk kamu yang selalu merepotkan saya!"

Deg

Vion memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya kencang, meskipun bukan pertama kali mendengar kalimat semacam itu dari mulut sang ayah, hatinya tetap saja sakit.

"Ck, dasar gak berguna. Seharusnya memang kamu gak pernah hadir di keluarga ini!" Vion menatap nanar pada Bumi.

"KELUAR!!" Vion segera bangkit dengan tertatih, tubuhnya terasa remuk setelah mendapat pukulan dari sang ayah.

"Jangan pernah mengadu pada Vier, itu pun kalau kamu masih mau tinggal disini!"
.
.
.
.
.
Hanan tidak bisa tidur, padahal sahabat-sahabatnya yang lain sudah terlelap. Hanan menghela nafas kasar sebelum memutuskan beranjak dari kamar Vier pelan, jika saja bukan Vier yang meminta, Hanan akan memilih pulang, lagi pula rumah nya ada di sebelah.

Hanan menatap pintu kamar Vion yang tertutup rapat sejak mereka memutuskan masuk ke kamar Vier, Hanan tau apa yang terjadi pada Vion tadi.

Cklek

Hanan membuka pelan pintu kamar Vion, pemuda tinggi itu selalu tau jika Vion akan membuka kunci kamar nya setelah memastikan Vier terlelap.

"Vion." Hanan mengedarkan pandangannya pada kamar Vion, mencari keberadaan sang pemilik kamar. Hanan kembali menghela nafas saat menemukan pintu balkon kamar itu terbuka, dan bisa dipastikan jika sang pemilik kamar ada disana.

"Vion."

"Hm." Vion berdehem saat menyadari kehadiran Hanan di kamar nya, sebenarnya bukan hal asing jika Hanan tiba-tiba ada di kamar nya.

"Sakit?" Vion mengangguk kecil saat Hanan menyentuh punggung nya.

"Sakit, tapi udah biasa." Hanan rasanya ingin berteriak marah saat mendengar jawaban Vion.

"Kalau sakit kenapa gak tidur? Laper ya?" Vion menggeleng.

"Gak bisa tidur, takut ayah tiba-tiba masuk kamar ku kayak dulu." Hanan tersenyum sendu, dia sangat tau apa yang di maksud Vion.

"Gak bakalan, ayo tidur aku temenin." Vion hanya menatap Hanan lekat, teman kecilnya itu tidak pernah berubah.

"Udah makan kan tadi?" Kali ini Vion mengangguk.

"Makan ayam kecap di rumah Kian." Hanan tersenyum tipis saat melihat binar bahagia di mata Vion.

"Besok aku mintain mama bikin ayam kecap buat kamu, tapi sekarang tidur." Vion mengangguk kecil, menurut saat Hanan memintanya berbaring di ranjang.

"Hanan, mas baik-baik aja kan?" Hanan mengangguk.

"Iya Vier baik, jadi kamu gak usah khawatir." Vion kembali mengangguk sebelum memejamkan matanya.

"Nan, kalau lomba bulan depan kita menang, aku gak bakal di marahin ayah kan ya?" Hanan hanya diam, karena dia tahu jika Vion hanya ingin di dengar di saat seperti ini.

"Aku takut ayah marah kalau aku menang lomba, tapi gak papa kan? Nanti ayah kirim aku ke malang lagi, aku bisa tinggal sama eyang." Hanan menggigit bibir bawahnya.

"Tapi Nan, aku juga pingin tinggal sama mereka. Sama ayah, bunda, juga mas Vier. Aku juga anak mereka kan?" Hanan mengepalkan tangannya, rancauan Vion sejak dulu selalu sama, semua tentang keluarganya.

"Kamu juga anak mereka Yon, mereka aja yang terlalu bodoh buat tau kalau anak bungsu mereka juga perlu diperhatikan." Hanan baru berani membuka suara saat yakin jika Vion sudah terlelap.

"Jangan pura-pura cuek lagi Yon, aku tau kamu juga mau main sama Vier. Jangan sakit hati sama omongan Dimas ya, dia cuma belum tau gimana sebenarnya keluarga kalian." Setelah mengatakan itu Hanan memutuskan keluar dari kamar Vion, dan berencana kembali ke kamar Vier.

"Kamu dari mana Nan?" Hanan sedikit terkejut saat menemukan San tengah berdiri di depan pintu kamar Vier.

"Dari kamar Vion, gangguin bocah tidur."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

DifferentWhere stories live. Discover now