⿻⃕⸵Chapter XIII៚݈݇

123 45 5
                                    

Hari sudah gelap, bintang-bintang mulai terlihat, bersinar menemani bulan. Namun, Zen masih bergelut dengan lembar-lembar buku di perpustakaan kerajaan, yang ia sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba dirinya bisa membaca tulisan di buku tersebut, padahal sebelumnya ia tidak mengerti sama sekali tulisan di dunia sihir. Ada sesuatu yang janggal pada dirinya.

"Dahulu kala, diciptakan seorang Dewi, yakni Dewi Levera. Beliau ditugaskan untuk melindungi Negeri Cahaya. Diciptakan pula Dewa Erebos, Dewa Kegelapan. Dewi Levera memecah Negeri Cahaya menjadi Lima Kerajaan Besar, sekaligus menunjuk masing-masing raja untuk setiap wilayahnya. Dewa Erebos juga telah menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, suatu hari, rasa penasaran mulai mencengkeram keduanya, penasaran akan dunia luar selain yang mereka urus.

Dewa Erebos membuka gerbang antara dunianya dan Negeri Cahaya. Menyebabkan banyak Kaum Darkness bermigrasi ke Negeri Cahaya. Kekacauan mulai terjadi. Di saat yang bersamaan, Dewi Levera dan Dewa Erebos tanpa sengaja bertemu. Perlahan perasaan mulai tumbuh di antara mereka, hingga Dewi Levera pun melahirkan dua putra kembar, yang diberi nama Nero dan Luce. Mereka memang kembar, tapi kepribadian mereka sangat bertolak belakang, mereka tidak pernah akur.

Pertengkaran, kebencian, kecemburuan, semua itu menyelimuti Negeri Cahaya. Peperangan besar terjadi di seluruh negeri. Dewa Nero ingin menyatukan kegelapan dan cahaya, beralasan agar orang tua mereka benar-benar dapat bersatu. Namun, Dewa Luce menentangnya, ia tahu tindakan tersebut akan menghancurkan kedua negeri, terutama Negeri Cahaya.

Dewa Luce membunuh saudaranya sendiri, tetapi ia sendiri juga tiada, setelah terluka parah dan memulihkan keadaan di Negeri Cahaya. Dewi Levera pun menutup gerbang dimensi dan memutuskan untuk tidak menemui Dewa Erebos lagi, untuk selamanya. Kemudian Tuhan menghukum Dewi Levera menjadi bintang paling terang di langit Timur, dan Dewa Erebos menjadi bintang paling terang di langit Barat

Seorang peramal yang tidak diketahui identitasnya tiba-tiba muncul dan berkata, 'Kegelapan tidak akan berkuasa selamanya, akan ada saatnya muncul setitik cahaya yang akan mengembalikan semua warna kehidupan. Generasi kesepuluh di tanah kelahiran, dialah sang penyelamat.'

Dewa Luce dan Dewa Nero lahir di tanah yang saat ini menjadi Kerajaan Luce. Dan Anda, adalah keturunan kesepuluh Kerajaan Luce, yang juga merupakan reinkarnasi dari Dewa Luce. Sedangkan Rael, yang saat ini tersegeel di Nerobuio merupakan reinkarnasi dari Dewa Nero.

Anda sudah mengerti, Pangeran?" tanya Alwen yang sejak tadi menjelaskan panjang lebar.

Zen mengangguk pelan. Ia sedikit bimbang. Di satu sisi dirinya menganggap bahwa mendapat takdir sebagai pahlawan seperti ini sangat keren, tapi di sisi lain pula pasti ada beban dan tanggung jawab yang besar, bukan?

"Baik, kalau begitu mari lanjutkan ke bab berikut-"

Kriet

Decit pintu perpustakaan yang dibuka terdengar sampai ke tempat Zen dan Alwen berada. "Kehormatan terbesar saya haturkan kepada Yang Mulia Surya Kerajaan Lucee. Semoga keberkahan selalu menyertai Anda," ucap Alwen seraya membungkuk memberi hormat setelah melihat siapa yang datang dan menghampiri mereka, yang tak lain adalah Raja Alverd, ia ingin mengajak langsung putra sulungnya makan malam.

"Selamat malam, Alwen. Kau boleh istirahat, sekarang waktunya makan malam, terima kasih untuk hari ini," tutur Raja Alverd.

"Terima kasih, Yang Mulia. Dan selamat malam juga untuk Anda." Alwen kembali membungkuk sebelum akhirnya pamit.

"Ayo, Zen! Tubuhmu butuh nutrisi," ajaknya dengan senyum yang terpampang di wajah. Zen balas tersenyum. Akhirnya setelah berjam-jam mendengarkan Alwen bercerita, tiba juga waktu untuk beristirahat. Yah walau Alwen tetap memberinya sebuah buku tebal bersmapul hijau lumut yang katanya merupakan lanjutan dari sejarah kerajaan yang tadi dipelajari.

NEROLUCEWhere stories live. Discover now