⿻⃕⸵Chapter V៚݈݇

206 70 9
                                    

Mentari kembali menyinari dunia sihir, termasuk desa Roddle. Hampir semua penduduknya sudah bangun dan memulai aktivitasnya, begitu pula dengan Zen dan Agie.

Sebenarnya Zen tidak bisa tidur semalam, semenjak ia tahu ia berada di dunia sihir, ia terus berharap dan sesekali mencoba mengeluarkan sihir seperti Agie dan yang lainnya, tapi tidak bisa. Ayolah! Zen ingin punya kekuatan sihir seperti tokoh-tokoh dalam cerita fantasi yang sering dibacanya.

Sekarang Zen dan Agie sedang pergi ke luar, karena sisa uang mereka kemarin masih lumayan banyak, jadi Agie meminta Zen mengantarnya ke pasar, hendak membeli beberapa hadiah karena kemarin mereka pulang tanpa membawa apa pun.

"Maaf ya, gara-gara menemaniku, kau jadi harus bangun pagi," kata Agie.

"Tidak perlu minta maaf, kau sudah banyak membantuku, jadi aku juga harus membantumu. Mungkin aku bisa membawakan belanjaan nanti."

"Kira-kira mereka s-"

"Jangan bergerak!" Tiba-tiba sekelompok keamanan desa atau sebut saja Knight mencegat mereka, dua diantaranya bahkan menahan tangan Agie dan Zen ke belakang seolah ancaman agar dua pemuda itu tidak berontak.

"Lepaskan! Apa-apaan ini?!" protes Agie.

"Diam! Kalian ditangkap atas tuduhan penyerangan dan penindasan serta pemeliharaan hewan terlarang!" tegas salah satu orang yang mencegat mereka.

"Apa?! HAH?!" pekik Zen dan Agie bersamaan. Ya ampun masalah apa lagi ini? Kemarin mereka dipalak, sekarang mereka ditahan atas tuduhan yang tidak pernah mereka lakukan.

Tunggu! Tadi mereka bilang apa? Hewan terlarang? Apa rubah kecil itu yang dimaksud hewan terlarang? Begitu pikir Zen dalam batinnya. Apa rubah ini pembawa sial? Tapi tanpa rubah kecil itu, mungkin sekarang Zen masih tersesat di tengah hutan dan ia tidak akan bertemu dengan Agie dan yang lainnya. Jadi apa bertemu rubah itu adalah keberuntungan?

Bursh!

Walaupun tangannya dipegangi tapi Agie masih bisa mengeluarkan sihir api miliknya, membuat tangan orang yang menahannya merasakan panas, reflek orang itu mundur beberapa langkah sehingga tahanannya terbebas.

Duakh!

Satu kelengahan lagi yang dibuat mereka, Agie berhasil menendang orang yang menahan Zen hingga tersungkur ke tanah.

"Lari, Zen!" pekik Agie yang sudah berlari duluan.

Zen langsung mengikuti perintah, kaki-kakinya berlari mengikuti sang pemimpin. Hei, seingat Zen rubah kecil itu masih mengikutinya tadi, tapi sekarang dia tidak ada. Kemana rubah itu pergi?

"Mau lari ke mana kalian?" Oh, tidak! Dua orang mencegat mereka dari depan dan tiga orang lagi mengejar dari belakang, sementara dipinggir mereka hanya deretan rumah penduduk.

"B-bagaimana ini, Agie?" tanya Zen.

"Cih, sial! Kalau begitu tidak ada cara lain," decih Agie, kemudian ia mengambil pedang kayu di pinggangnya dan menghunuskannya ke depan. "Ayo lawan mereka!"

"Apa?!" Hoi, hoi, Zen mana bisa bertarung, mengeluarkan sihir saja dia tidak bisa. Ilmu bela diri? Oke ada, ia pernah bermain perang-perangan saat masih sekolah dasar.

Dukh! Tekh!

Pedang kayu milik Agie beradu dengan pedang besi milik orang-orang yang mengejar mereka. Agie mengayunkan pedangnya, tapi orang-orang itu bisa dengan mudah menghindarinya. Dan tentu saja pedang berbahan dasar kayu itu sudah mendapat banyak goresan di sana-sini.

NEROLUCEWhere stories live. Discover now