"Apa?" tanyanya sambil memandangku bingung. Kontan aku langsung menggeleng dan membuang pandanganku ke arah payungku yang berada di sebelah mobil ini. Haduh, kenapa jadi malu-malu nggak jelas gini, sih? Nggak lucu banget. Sumpah ini gak lucu. Jadi deg-degan pula. Tuhan, aku kenapa coba ini?

"Lo nggak ada nelpon bengkel?" tanyaku mencoba untuk tidak gugup. Gugup? Haa? Kenapa bisa aku gugup?

"Udah, masih nunggu," jawabnya. Aku mencoba melirik ke arah Lando. Kulihat Lando tersenyum geli memandang ke arahku.

"Ngapain lo ketawa gitu?" tanyaku lagi.

"Enggak," jawabnya datar. Kini wajahnya kembali terlihat songong dan nyebelin. Eh tunggu, kok wajah datar tanpa ekspresi Lando mirip sama seseorang ya. Tapi siapa?

"Ngapain lo ngelihatin gue kayak gitu?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi.

"Lo ngingetin gue sama seseorang."

"Siapa?"

"Nah itu, siapa?" tanyaku balik. Lando hanya berdecak sebal sambil menggelengkan kepala. Seriusan deh, beneran mirip banget sama seseorang kalau Lando sedang memasang tampang datarnya. Tapi siapa coba? Kenapa aku bisa lupa?

"Nah itu," kataku semangat sambil tersenyum lebar. "Ip Man."

"Ip Man?" tanyanya bingung.

"Iya, Guru Ip Man. Lo mirip banget sama dia."

"Siapa Guru Ip Man? Guru sekolahan kita?"

"Bukanlah. Dia guru Wing Chun."

"Wing Chun?"

"Iya. Beneran deh, kalau lo lagi sok datar dan sok tanpa ekspresi beneran kayak Ip Man. Cuman kan, kalau Ip Man itu keren, baik hati pula. Kalau elo sih ...," ucapku ngambang yang membuatnya berdecak sebal. Aku tertawa melihat ekspresi sebalnya tersebut.

"Coba deh, lo tonton Ip Man. Seriusan kayak ngaca."

"Lo sebenernya ngapain sih, di sini?" tanyanya sebal.

Oh iya, aku kan mau beli bakso. Kenapa jadi nyasar di mobil Lando, sih? Kan aku tadi mau nyari kehangatan di kala hujan seperti ini. Mau hangat-hangatan bersama abang bakso. Enggak ding, sama bakso.

"Gue mau beli bakso tadi. Gue kan lagi kesel," kataku cemberut. Kembali kuingat Pio yang katanya mau ngajakin kencan tapi batal karena hujan. Tuh kan, bikin kesel lagi. Asalnya sudah lupa sama masalah Pio ini. Jadi inget lagi kan kalau kayak begini.

"Kesel kenapa?" tanyanya kepadaku.

"Kesel gara-gara Pio yang nyebelinlah. Masak dia ngebatalin kencan gara-gara hujan. Alasan macam apa itu? Bikin keselkan. Padahal gue kan kangen sama dia. Gue pengen ketemu. Dari kemarin kan gue gak ketemu sama dia. Kangen banget tau. Pengen ngomelin dia juga gara-gara bikin kesel. Seriusan, ngeselin kan Pio?" ucapku dalam hati. Ya, dalam hati. Aku hanya menampakkan mimik muka kesal dan gemas ketika mengucapkan itu dalam hati. Tanganku pun ikut bergerak-gerak mengekspresikan kekesalanku.

"Buat info aja ya, Pi. Gue gak bisa bahasa gagu," kata Lando memandangku aneh.

"Kesel!" kataku gemas.

"Terserah deh," ucapnya cuek.

***

Aku memasuki dalam rumah dengan hati yang lumayan bahagia-tak sedongkol tadi pas keluar rumah. Terima kasih deh, buat Lando yang lumayan menghiburku tadi. Ya, tadi aku menghabiskan sore dan menjelang malamku bersama Lando di dalam mobilnya. Kami ngobrolin banyak hal-hal yang tidak penting sih, sebenarnya. Malahan kami berdua banyak berantemnya. Tapi, lumayan juga buat balikin mood yang sempat kacau gara-gara Pio.

"Kak Pia ke mana aja? Ditungguin Kak Scorpi tadi," ucap Irla-adik perempuanku-ketika aku memasuki ruang tengah.

"Pio tadi ke sini?" tanyaku kaget.

"Iya. Dia nunggu lama banget. Kak Pianya nggak balik-balik. Sempet main game juga sama gue tadi."

Pio ke rumah? Dia tadi ke sini nyariin aku? Jadi ketika aku pergi dia datang ke sini? Astaga!

Bergegas aku naik ke lantai atas dan menuju ke kamarku. Setelah sampai di dalam kamar, segera kucari di mana hapeku berada. Pio pasti nelponin terus deh. Kok nyesel banget sih. Harusnya kan aku di rumah tadi. Nggak perlulah, sok-sokan nyari kehangatan bakso!

Maaf ya Pi, kalau gue belum bisa jadi cowok yang lo idamkan. Maaf kalau gue gak bisa selalu ada di saat lo butuh gue. Maaf kalau gue selalu ngebuat lo kecewa. Gue beneran minta maaf. Gue tau, gue udah ngebuat lo kecewa berkali-kali. Tapi asal lo tau Pi, gue selalu dan selalu mencoba buat ngebahagiain lo. Gue selalu mencoba jadi apapun buat lo. Jika lo butuh teman, sahabat, pacar, musuh, bahkan guru, gue selalu mencoba untuk menjadi itu semua buat lo. Karena lo tau Pi, gue sayang sama lo. Gue cinta. Tapi jika semua itu belum cukup buat lo, gue minta maaf. Gue beneran minta maaf. Gue gak tau apa yang kurang dari gue, Pia. Gue cuman seorang cowok yang udah jatuh cinta sama lo, Pia. Dan cinta beneran udah ngebuat gue jadi cowok bodoh. Bahkan setelah sekian lama, gue baru sadar bahwa bukan gue yang lo harapin hadir dikehidupan lo. Sekeras apapun gue berusaha, akan selalu ada yang lebih dari gue. Akan selalu ada yang dapat ngebuat lo bahagia dan tertawa selain gue. Gue gak tau harus kayak gimana Pi. Gue pengen terus bertahan, tapi gue capek. Mungkin memang ada saatnya buat seseorang itu untuk menyerah. Dan mungkin ini saatnya gue buat nyerah. Bye Pia.

-Scorpio-

Dadaku sangat sesak membaca pesan singkat dari Pio tersebut. Kini air mata sudah membanjiri pipiku. Hatiku remuk. Apa yang telah kuperbuat? Apa yang terlah kulakukan kepadanya? Mengapa dia mengirimiku pesan seperti itu?

"Pio," ucapku disela tangisanku.

=========++++++========

Haloooohaaaa, baru bisa apdet nih. Semoga masih ada yang nungguin wkwkwk

Laptopku masih rusak, dan kemaren flashdisk juga sempet rusak. Data ketikan beberapa cerita ilang, termasuk part 6 cerita ini *nangis*, harusnya bisa apdet dari entah kapan dulu, tapi berhubung semua data tak terselamatkan, jadinya ya aku kudu ngetik ulang. Sempet down banget kehilangan semua data-data penting di sana. *Sekarangpun kalau inget masih nyesek *nangis* tapi yasudahlah *nangis lagi* T.T

Thanks for coming semua <3

[2] Dewi CintaWhere stories live. Discover now