3. Tidak ada yang namanya kebetulan

Start from the beginning
                                    

Mendengar suara Bi Mirna dari luar kamarnya, Ia pun langsung memeriksanya.

"Ada apa, Bi?"

"Selamat Pagi Den Raka. Ini bibi mau antarkan kunci motor dari tuan besar," katanya sembari menyerahkan kunci motor kepada Raka atau lebih akrabnya adalah Raka Fahreza Sundara.

Tangan kanannya mengambil kunci motor itu. Akhirnya setelah sekian lama ia kembali diizinkan untuk mengendarai motor. Karena selama tinggal di Swiss ia tidak pernah mengendarai kendaraan roda dua.

"Oh iya, satu lagi, tuan besar manggil Den Raka buat sarapan."

"Bilang saja, saya sarapan di sekolah." jawabnya lalu langsung menutup pintunya.

*
*
*

Pagi ini SMA Dareksa dibuat heboh saat motor Kawasaki hitam memasuki area parkiran sekolah. Bukan karena motor itu yang menjadi alasan kehebohan pagi ini. Alasan utama yaitu kedatangan Raka yang memiliki aura daya tarik yang tinggi hingga mampu jadi pusat perhatian seketika.

"Omg!! Itu siapa... Ganteng anjirr!!"

"Astaga! Lemes badan gue, ganteng banget!!"

"Asupan pagi gue, omg!!"

Satu hal yang dia tidak suka adalah kebisingan, Raka pun langsung mengenakan Headphone setelah dia melepaskan helmnya.

Berjalan dengan acuh melewati kerumunan para siswi yang kepo dengannya. Namun, langkahnya terhenti saat di Koridor samping lapangan.

"Raka Fahreza Sundara. Haven't seen you for a long time."

*
*
*

Tasya baru saja menyelesaikan hukumannya, dia masuk kedalam kelas dengan keadaan kesal. Bukan karena hukumannya tetapi karena Zitha.

"Kenapa, Sya?" tanyanya Julva sedikit terkejut karena Tasya menaruh tasnya dengan cara membantingnya.

Duduk dengan gaya menyilangkan kedua tangannya, lalu berkata "Lagi kesel gue!"

Julva mengerti, sudah terlihat jelas dari raut wajah Tasya, "Iya, kenapa?"

"Temen lo tuh! Licik banget, padahal kesalahannya sama tapi hukumannya beda. Masa gue hukumannya lari keliling lapangan sedangkan dia cuman nganterin buku absen ke kelas 12 IPA doang. Nyebelin!!"

"Elah, gitu doang ngambek!" celetuk Zitha yang baru saja sampai dab ikut bergabung.

Tasya memutar bola matanya dengan malas, "Bacot! Kalau lo mau nego, sekalian nego buat gue juga dong. Mau enak sendirian aja lo, Sama-sama telat tapi hukum masa beda!" kesalnya sambil mengingat saat Zitha sedang berbincang dengan Sakara agar menggantikan hukumannya.

Zitha menghela napasnya. "Gue kan istimewah" jawabnya.

"Dih! Apaan yang istimewah? Oh! Jangan-jangan lo sama si Sakara diem-diem pacaran. Wah! Parah lo zit dia kan udah punya pacar, lo mau jadi pelakor?!"

"Astaga! Pikiran lo suudzon mulu sama gue. Gue tuh baru pulih makanya gue minta hukuman lain!"

"Heh Marpuah! Lo kan demam, bukan sakit jatung yang ga boleh dibawa lari!"

"Tasya..."sebelum terjadi keributan Julva pun segera menghentikan lebih dulu. Gawat jika masalah ini diperpanjang, sudah di pastikan nanti akan terjadi apa di kelas ini.

🍁🍁🍁

"Tasya!"

Langkahnya terhenti setelah mendengar suara orang yang memanggilnya. Tasya pun langsung membalikkan badan, matanya melihat Pak Juna guru mata pelajaran ekonomi, melangkah menuju kearahnya.

"Iya Pak?"

"Jamnya Pak Tiar?" tanyanya karena melihat Tasya yang mengenakan seragam olahraga.

Tasya menjawabnya dengan anggukan. Lalu Pak Juna kembali berbicara "Saya boleh minta tolong? tadi saat latihan Sakara meninggalkan ponselnya di gedung olahraga. Tolong antarkan ponselnya yah,"

"Baik pak saya antarkan ke Sakara sekarang"

"Terimakasih banyak yah"

"Sama-sama, Pak. Kalau begituh saya duluan, permisi."

Setelah beberapa langkah Tasya berhenti dahulu, dia menoleh kebelakang memastikan Pak Juna telah pergi.

Senyumnya terbit di wajahnya, "kepo dikit ga masalah kali yah?" kekehnya sembari menyalakan ponsel Sakara.

Ia ingin tau bagaimana isi ponsel cowo modelan Sakara yang galak. Saat ponsel itu menyala Tasya langsung tertawa, "anjirr! Muka sangar tapi wallpaper nya upin-ipin" Tasya membekam mulutnya sendiri, bisa gawat jika ada yang mendengarnya.

Setelah melihat itu Tasya berniat untuk mematikan ponsel itu kembali, tetapi jemarinya terhenti saat notif pesan muncul.

+62 8975*****
: Kalau gue pembunuh, gue juga bisa bunuh lo...

Matanya terbelalak membaca pesan itu. Beberapa detik kemudian pesan lainnya muncul.

+62 8975*****
: Temuin gue di atap...

Tasya langsung mematikan layar ponsel itu, "ga bisa di diemin ini," dengan langkah cepat, ia pergi ke atap sekolah untuk memeriksa siapa yang mengirim pesan itu.

Napasnya terengah-engah saat tiba di lantai paling atas, "anjir! gue bego banget, kenapa gue datang sendiri yah? kalau tuh orang beneran pembunuh gimana? bego lo Sya!"

Mengatur napasnya agar kembali stabil, ia tidak ada pilihan lain untuk memeriksanya sendiri. Sebelum itu, Tasya mengambil tongkat bisbol di kardus pojok untuk menjadi senjatanya.

Setelah itu, Tasya mulai membuka pintu penghubung atap dengan perlahan. Ada sedikit cela Tasya mengintip keluar untuk memastikan pengirim pesan itu ada disana.

Matanya Tasya menangkap seorang siswa dengan seragam yang sama dengannya berdiri di pagar pembatas. Keningnya mengkerut, apa pesan itu hanya pesan candaan?

Tasya membuka pintu dengan lebar hingga menimbulkan suara yang dapat di dengar siswa itu.

Siswa itu membalikkan badannya hingga menampilkan wajahnya. Tasya langsung terdiam membisu, tongkat bisbol yang berada di tangannya langsung terjatuh.

"Ra--Raka?" rasanya dadanya terasa sangat sesak saat menyebutkan nama itu.

"Kalau gue pembunuh, gue juga bisa bunuh lo..."

Tasya terkekeh pelan saat mengingat pesan tadi, "Pembunuh!"

"Tasya?"

Tangan kanannya ia angkat untuk menghentikan langkah Raka yang akan mendekatinya, "diam di tepat lo!"

"Tas---"

Matanya terpejam dan tangannya sudah mengepal, "Sialan! Kenapa gue harus liat lo sih, segituh sempitnya kah dunia ini sampai ga ada tempat lain yang bisa lo datangin?"

"Sya---"

Tasya tidak memberikan ruang untuknya berbicara, gadis itu langsung melakahkan kakinya pergi dari sana. Sungguh dia tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi setelah beberapa tahun.

Masih ingat dengan gadis di lampu merah? Gadis itu tak lain adalah Tasya. Gadis yang dulu sangat dekat dengannya namun sekarang menjadi asing, lebih parahnya dia membenci dirinya.





























----


Kira-kira masalah apa yang terjadi antara Raka dan Tasya yah?

Kenapa Tasya bisa benci sama Raka?

Eummm... Kalau mau tau jawabannya terus ikutin cerita mereka yahhh!!

Jangan sampe ketinggalan!!

Vote⭐and comment nyaa💬

Friendship of the Heart (Tamat) Where stories live. Discover now